Demi penurunan pangsa energi fosil maka layak lakukan inovasi dengan melihat alternatif yang ada pada Energi Terbarukan (Renewable Energy) seperti pada peraga berikut ini (Peraga-5); sumber atau pilihan Renewable Energy.
Memperhatikan pilihan yang ada maka eksploitasi energi laut menjadi pilihan dengan mengingat 70% wilayah Indonesia adalah lautan dan inovasi padaTidal (Pasang-Surut) serta Wave (Gelombang) layak diutamakan serta membuka alternatif Farming atau menggelar Panel Surya serta Turbin Angin di lautan demi mengurangi penggunaan ruang di daratan untuk serapan panas.
Perkotaan dan Kelayakan Hidup
Dikutip dari Bank Dunia terkait Pembangunan Perkotaan bahwa Saat ini, sekitar 56% populasi dunia -- 4,4 miliar jiwa -- tinggal di perkotaan. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut, dengan jumlah populasi perkotaan yang meningkat dua kali lipat dari jumlah saat ini pada tahun 2050, yang berarti hampir 7 dari 10 orang akan tinggal di perkotaan.
Dengan mengetahui hal tersebut maka jelas perkotaan akan menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi dan 2 dari 3 orang akan tinggal di perkotaan. Terkait dengan emisi karbon, perkotaan menyumbang lebih dari 70% emisi CO2 global sehingga berinvestasi pada pembangunan perkotaan yang rendah karbon dan berketahanan akan menjadi kunci untuk mengurangi emisi. (Laporan WEF -- 2022).
Jika kita ambil contoh wilayah Jabodetabek (Metropolitan Jakarta dengan kota-kota disekitarnya) yang jumlah penduduknya per tahun 2023 telah mencapai kurang lebih 42 juta jiwa (disebut Aglomerasi terbesar di Dunia) maka tantangannya bisa mengacu pada Efek Malthus seperti terlihat pada Peraga-6 di bawah ini.