Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money

Fallacy BUMN : Sarat Jargon, Sporadis dan Skema B2B

3 Oktober 2015   07:36 Diperbarui: 3 Oktober 2015   07:55 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan analisis trend & projection pertumbuhan ekonomi, Indonesia berkorelasi positif dengan urutan Jepang, Euro Area, North America (USA dan Kanada), dan paling rendah China (Asean tidak disertakan karena mencakup Indonesia dan juga pertumbuhan ekonomi dunia secara global). Sementara jika diperhatikan pada Grafik-1, hanya Jerman yang merupakan bagian dari Euro Area yang peranan SOE-nya 11%; sedangkan di China mencapai 96%.

Dengan demikian berdasarkan Grafik-1 dan Grafik-2 dapat disimpulkan, jika perekonomian Indonesia ingin mengikuti trend pertumbuhan yang meningkat, pilihannya bukan mengikuti China tetapi Jepang atau Euro Area dan North Amerika dengan peran tingkat dan tingkat kepentingan Non SOE lebih besar.

Korporasi Jargon

Saat pembahasan anggaran 2015 di DPR, terkait dengan permintaan tanggaran PMN (Penyertaan Modal Negara) bagi BUMN Perusahaan Persero (PP) dan BUMN PPT, telah diingatkan tentang masalah tata kelola (Good Corporate Governance) dan perhatian pada dukungan untuk pengembangan usaha kecil milik rakyat. Bahkan DPR menyatakan keberatannya jika PMN diberikan kepada BUMN-BUMN yang memiiki kecukupan modal dan telah berstatus perusahaan publik (go public).

Dalam perjalanannya sebagai pemegang tampuk komando BUMN, Menteri BUMN kerap menyebut bahwa BUMN sebagai Agen Pembangunan yang Profesional. Pada kesempatan lain, terinspirasi dari model Singapore, disebutkan keinginan agar BUMN menjadi Agen Perubahan. Belum cukup dengan berbagai jargon, muncul lagi gugahan dari Menteri BUMN agar Aktivitas BUMN dari Hulu ke Hilir untuk Hasilkan Devisa yang kemudian menjadi inspirasi seorang penulis yang mengusulkan agar meniru Tiongkok dan SOE-nya untuk menjadikan BUMN Jangkar Perekonomian Nasional.

Betapa peliknya memahami peran BUMN; jika merujuk ulang pada Undang-Undang dengan latar belakang keberadaan BUMN serta peranannya berkaitan dengan harkat hidup masyarakat; sementara mengejar keuntungan menjadi ukuran keberhasilan. Kompleksitas permasalahan kian bertambah akibat tuntutan mewujudkan peran sebagai agen pembangunan, agen perubahan, hingga peran sebagai jangkar ditengah gugatan dalam disiplin tata kelola korporasi (Good Corporate Governance) dan peran pemberdayaan dan pengembangan usaha kecil milik rakyat. Sementara, hingga saat ini belum pernah terdengar visi atau wawasan masa depan (foresight perspective) yang disusun secara komprehensif dan terintegrasi sehingga membentuk "Kolaborasi BUMN" yang bersinergi. Segala jargon yang disampaikan terkesan sebagai buah pemikiran sporadis tanpa kajian dan tujuan yang utuh.

Skema B2B

Tidak cukup dengan jargon. Dalam kondisi gejolak perekonomian yang penuh ketidakpastian dan tingkat kompleksitas masalah yang dihadapi serta multitafisr akan situasi (VUCA : Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity), berkembang skema B2B (Business to Business) dalam proyek High Speed Train (HST) Bandung Jakarta. Menteri BUMN menyatakan skema B2B akan berbentuk konsorsium dengan mengkolaborasikan 4(empat) BUMN (PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga, PT Kereta Api Indonesia, serta PT Perkebunan Nusantara VIII) dan China SOE (dipimpin China Railway Corporation (CFC)). Dalam penjelasannya, skema B2B tidak akan membebankan APBN dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab para SOE (yang dimiliki negara). Inisiatif dan kegigihan Menteri BUMN untuk mewujudkan HST (yang konon kelak tidak berjalan dengan kecepatan penuh), layak diberikan apresiasi. Walaupun tanpa ada perencanaan yang diturunkan dari tujuan dan pemerian masalah (problem statement).

Melihat keinginan menggebu akan proyek HST, dengan berbagai jargon sporadis tanpa wawasan masa depan yang dibebankan kepada BUMN, serta gugatan Good Corporate Governance yang disampaikan DPR, apakah sudah layak BUMN melangkah menuju pola konsorsium dengan "financial arrangement" yang tinggi kompleksitasnya.

Proyek HST hanyalah salah satu. Jika melihat trend dan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang diberikan di atas, apakah memang menginginkan trend pertumbuhan perekonomian masa depan yang menurun mengikuti China ?

Teringat akan artikel : Pilihan Q-Marks pada High Speed Train Bandung-Jakarta yang diterbitkan pada 2 September 2015. Mungkin lebih tepat judul pada bagian paling atas menjadi : Big Q-Marks SOE Consortium !

Seorang temen bilang ... HST bikin deg-degan terus !

 

(*) Fallacy : Kekeliruan

Arnold Mamesah - Akhir pekan pertaman Oktober 2015

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun