Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aretha (You Are My Real Dream)

10 Juli 2019   14:23 Diperbarui: 10 Juli 2019   14:36 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: tabloidnyata.com

            Ayah dan Ibu baru saja keluar dari kamar tidur mereka. Mereka menampakkan diri mereka dengan air muka yang masih terlihat lelah. Ada yang perlu kau ketahui dari mereka. Wajah mereka terlihat tak pernah tua dimakan usia.  Itu fakta. Ayahku sudah berusia 51 tahun dan Ibu 48 tahun. Mungkin, dengan uang yang mereka miliki, mereka bisa memperlambat kekuatan penuaan dengan merawat diri mereka. Tapi satu hal yang tidak bisa mereka lakukan dengan uang mereka. Merawat kami dengan kasih sayang. 

            Kau tahu, kami sudah lama tinggal di panti asuhan selama 7,5 tahun. Rata-rata teman-temanku di panti asuhan sudah menemukan orang tua asuh mereka. Kudengar kabarnya, mereka begitu disayang oleh orang tua asuh mereka. Mereka disayangi secara lahir batin. Mereka dipenuhi segala sesuatu yang mereka inginkan.

            Aku dan Aretha ialah makhluk malang yang cuma bisa iri melihat cerita-cerita kebahagiaan mereka. Kami ingin orang tua. Kami ingin merasakan kasih sayang seperti teman-temanku yang sudah mendapatkan orang tua asuh mereka.

            Tuhan sepertinya sudah menjabah doa kami. Setelah penantian yang begitu lama, sepasang suami istri dengan tampilan orang-orang kaya pada umumnya, datang menemui pemilik panti asuhan kami dan menyatakan, bahwa mereka ingin mengadopsi sepasang anak laki-laki dan perempuan dari panti asuhan ini. Dan pemilik panti asuhan menyodorkan kami untuk dijadikan anak angkat mereka.

            Begitu kami dibawa ke rumah mereka, awalnya kami diperlakukan istimewa. Kami diberikan pakaian baru. Diberikan makanan enak bahkan kami juga diberikan handphone. Aku cukup senang bisa berada di keluarga ini. Begitu juga Aretha. Tapi semuanya tidak berlangsung lama. Cuma berselang dua minggu dari peristiwa itu.

            "Kami akan pergi selama tiga tahun tiga bulan untuk kontrak kerja di Singapura. Kami menitipkan apa yang ada di rumah ini pada kalian. Ini juga sebagai bentuk balas budi kalian kepada kami. Jika kalian perlu uang, kalian bisa menghubungi kami," jelas ayah angkat kami pada kami berdua.

            Aku mengambil kesimpulan kalau mereka berdua mengadopsi kami hanya untuk dijadikan 'asisten rumah tangga' sekaligus mengusir rasa sepi di rumah besar mereka. Benar-benar tidak masuk akal. Tidak rasional jika kurenungkan perkataan mereka saat itu pada kami. Sampai saat ini aku masih tidak bisa menolerasi alasan mereka. Itulah awal mula kebencianku pada mereka.      

***

            Aku menyingkap sedikit daun pintu kamarku. Aku menampakkan sebelah mataku. Untuk melihat apakah mereka bertiga sudah tak lagi di sekitaran kamarku. Begitu keadaan kondusif, aku melebarkan pelan-pelan pintu kamarku lalu mengeluarkan badanku seluruhnya. Aku sudah menyiapkan sebilah pisau bermata satu di balik punggungku. Aku sudah memutuskan kalau mereka berdua harus mati dan kami berdua harus pergi meninggalkan rumah ini.

            Aku melihat mereka bertiga sedang menikmati santapan makan malam. Namun tingkah laku Aretha yang mengundang perhatianku. Dia sesekali mengunyah nasi dalam mulutnya sambil kedua bola matanya melirik kedua orang tua angkat kami. Dia pasti sedang menyusun momen yang tepat menceritakan semua yang terjadi selama kami ditinggalkan selama 3 tahun. Namun dia tidak memperkirakan kalau aku akan datang menghentikannya.

            Pelan-pelan aku melangkah menuju meja makan. Mereka bertiga sudah menghabiskan makanan yang disediakan di atas piring mereka. Yang pertama mengetahui keberadaanku yakni ibuku lalu dia menyapa 'Alvaro, kamu ketiduran tadi ya? Padahal Ibu tadi sudah ketok-ketok kamarmu'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun