“Kami pergi ya, tante.”
“Ya. Jangan sampai kemalaman, ya.”
Setelah berpamitan dengan ibunya Heru, Donni tancap gas menuju jalan raya. Keluar dari jalan Sandang Pangan, keduanya sudah menetapkan tujuan ke sekolah untuk meminta keterangan mengenai kejadian yang dilihat Heru tadi sore.
“Don, pelan-pelan. Jarak rumahku dari sekolah dekat kok.” kata Herudari belakang jok sepeda motor. Ia terlihat sedikit ketakutan melihat cara Donni membawa sepeda motor yang cukup menantang. Donni menaikkan gas hingga kecepatan 70 kilometer per jam, melewati jalan dengan beberapa persimpangan.
Keduanya memilih lewat dari halaman belakang sekolah. Namun, gerbang belakang juga sudah dikunci. Mau tak mau, mereka harus memanggil pak Payino yang berada di dalam area sekolah.
“Mas Payino... mas Pay... mas...” keduanya berulang kali memanggil masPayino, berharap agar dia mendengar.
“Ada apa ya, bang?” sebuah suara perempuan menyahut panggilan mereka. Dari samping mushola, seorang perempuan berambut panjang dengan jerawat lumayan banyak, menghampiri mereka.
“MasPayino ada di rumah?”
“Ada bang. Baru saja selesai mandi.”
“Tolong buka gerbangnya, kami berdua punya urusan penting dengan pak Payino.”
Mendengar apa yang dikatakan mereka, perempuan itu undur diri dari hadapan mereka. Perempuan itu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun, membuat kedua laki-laki itu bingung. Apakah dia mengizinkan mereka masuk atau tidak.