Ketukan pintu terdengar lagi. Lina menyingkapkan selimutnya sebatas mata, tapi tidak sampai memperlihatkan wajah.
“Si-si-siapa di luar?” tanya Lina. Suaranya terbata-bata dihalangi selimut.
“Ini mama, nak. Mama bawa makanan kesukaan kamu—daging sapi rendang.”
Syukurlah, ibunya datang tepat waktu. Ia benar-benar tak bisa menahan rasa takutnya lebih lama. Mamanya tahu betul apa yang menjadi kesukaannya. Ia bisa bernapas lega sejenak. Lalu, Lina beringsut dari ranjang menuju depan pintu.
Langkah kakinya mengayun pelan. Tangannya sudah menjamah daun pintu. Diputarnya kunci ke kiri hingga menimbulkan bunyi ‘klek’. Pintu sudah dalam keadaan tidak terkunci. Lina sudah siap menyambut kedatangan mamanya.
Astaga!
Bukan ibunya yang berada di hadapannya sekarang melainkan sosok makhluk halus berwujud perempuan. Matanya membeliak. Bulir-bulir keringat dingin membanjiri wajahnya. Mulutnya menganga bak buaya menjebak mangsa. Ia tak bisa menggerakan badan. Bahkan, kedua kakinya bagai menyatu dengan lantai.
Air matanya meluruh bercampur keringat. Apa yang ditakutinya tadi siang kini sudah berada tepat di depan matanya. Ia tak bisa melakukan apa-apa—tamat sudah. Pelan-pelan tangan perempuan itu meraih leher Lina. Rongga matanya yang kosong, menatap nanar Linapenuh luapan dendam dan amarah. Tatapan itu berhasil menciutkan nyalinya, seolah ingin merebut semua yang dimilikinya.
“Mati kau! Mati kau!” desisan makhluk itu terdengar serak.
Jari-jari keriting perempuan itu menjerat lehernya begitu erat. Lina merasa oksigen yang tersisa di paru-parunya tak membuatnya bertahan lama. Napasnya tersengal. Dadanya terasa terbakar hebat. Pandangannya mulai berbayang-bayang kabur. Sementara itu, makhluk itu masih menyeringai seram. Seringainya begitu lebar hingga menyentuh telinga.
“Tu-tu-tuhan to-to-tolong...”