Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tumbal Arwah Jelangkung - 7

25 Februari 2016   16:42 Diperbarui: 10 April 2016   19:14 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“ Dan kamu tahu, Don, kita semua akan bernasib sama seperti teman-teman yang lain!Kita akan—“

“Cukup Lina! Aku tak membiarkan kita mati sia-sia. Secepatnya,kita akan  mengakhiri semua teror ini.“ tukas Donni sambil mendekap erat pundak Lina. Ia menatap lekat mata Lina. Sekarang, Lina bisa sedikit menenangkan dirinya.

Pukul sebelas pagi. Mereka sudah pulang dari rumah duka kembali menujusekolah. Lina sudah turun dari jok belakang sepeda motor Donni, berjalan bersama teman-temannya. Donni mengerti bagaimana perasaan Lina yang begitu kehilangan Shanti.Hal yang sama dirasakannya ketika ia kehilangan Prakoso,sahabat dekatnya. Ia bertekad ingin segera menghentikan teror yang membuat teman-temannya terbunuh dan mungkin juga akan mengancam dirinya.

Sementara itu, raut kepanikan terpancar dari wajah Hendra begitu mendengar kabar kecelekaan istrinya itu di bandara Kualanamu. Ia terpaksa membeli tiket untuk kembali ke Medan. Untungnya, harga tiket tidak terlalu mahal meskipun sudah memasuki libur Natal dan Tahun Baru. Tak harus merogoh kocek terlalu dalam. Namun, rasa cemas dan khawatir tidak bisa disembunyikannya meskipun ia tetap berusaha tegar.

Setiap materi pelajaran yang diterima dari guru Fisikasekadar melintas saja di pikiran Lina. Jiwanya melayang jauh merenungi kepergian sahabatnya.

“Andai saja, waktu itu aku bisa mencegah mereka memainkan permainan itu, mungkin, mereka masih hidup sampai sekarang termasuk Shanti.“ ujar batin Lina. Wajahnya kusut. Ia membenamkan dirinya dalam lamunan sesaat setelah ia melihat handphone-nya menyala.

Lin, ini aku Donni. Nanti sore, kamu datang ya ke café Mang Kardi. Sekitar jam empat sore. Jangan lupa.

Lina sudah selesai membaca SMS dari Donni. Ia bingung darimana Donni bisa mendapatkan nomornya. Tapi itu tidak penting baginya. Lina hanya berpikir Donnipasti akan membicarakan sesuatu hal penting di sana.

Sepeda motor merah marun merayap di jalan raya yang cukup ramai. Lina dibonceng adiknya menuju tempat yang telah dijanjikan Donni untuk bertemu. Ia melirik jam tangannya—15.45. Tinggal 15 menit lagi, ia akan sampai ke sana. Lagipula, cafe itu tak jauh dari sekolahnya.

Tibalah mereka di muka café. Lina melihat dua lelaki sedang asyik mengobrol. Ia mengenali mereka—Donni dan Heru. Tapi, sudah lama Heru tak bersama dengan mereka sejak kejadian meninggalnya Prakoso.

“Hey, sudah lama menunggu?“ tegur Lina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun