Mohon tunggu...
Arman Syarif
Arman Syarif Mohon Tunggu... Guru - Pencinta kopi dan sunyi

Lahir di Togo-togo, Jeneponto, Sul Sel. Instagram : arman_syarif_

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Dibunuh Bayangan Masa Lalu

19 Maret 2019   16:01 Diperbarui: 19 Maret 2019   23:29 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ia yang kukenal hebat berpidato di depan massa, menggebu-gebu, pandai memainkan emosi, sedih bahagia pendengar ada di ujung lidahnya. Kini terkulai lemas setiap kali mataku menatap wajahnya, tanpa keceriaan, tanpa kata-kata yang berapi-api.

Ia pula yang menjadi inspirasi dan teladanku dalam tulis menulis. Dulu ia kerap menghiasi rubrik berbagai media dengan karya romantisnya. Kini tak pernah lagi kulihat karyanya. Sekonyong-konyong jemarinya menganggur dan lebih banyak murung. Pikiran kritisnya pun sudah tumpul.

Siang ini aku bersamanya menyeruput kopi hitam, ia tumpahkan segalanya. Bahwa dunia literasinya yang mundur seribu langkah tak lain dan tak bukan, pemicunya karena dibunuh bayangan masa lalu.

Bayangan masa lalunya yang penuh duri hadir kembali menyapa, membuatnya tertawan sulit menemukan jalan keluar. Sosok-sosok yang pernah ia lukai datang membayang merengek di wajahnya. Dan sulit memberi kata maaf. Bahkan ia pun tak bisa memaafkan dirinya sendiri.

Aku membatin, lalu bergumam;
Jangan remehkan bayangan masa lalu. Ia bisa membunuh nama besar dan kegemilangan seseorang.

(Catatan langit, 19/03/19)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun