Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Seseorang yang bermimpi berbuat sesuatu yang luar biasa untuk masyarakat dan negara-nya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kue Semprong Terbang

23 Februari 2023   11:14 Diperbarui: 23 Februari 2023   11:22 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Kompas.com 

"Mak, saya ingin makan kue semprong," pinta Robin kepada Mak-nya.

Mak dari Robin merupakan orang tua tunggal sejak suaminya lari entah ke mana. Selama bertahun-tahun ia dan anaknya hidup dari berjualan nasi dan mi tiaw goreng di sekitar Pasar Kemuning, Jalan Profesor Mohammad Yamin, Kota Pontianak.

Meski sekarang Robin sudah menjadi pengacara sukses, sang ibunda tetap saja menjalankan usaha tersebut mulai dari pukul tiga sore sampai sepuluh malam. Lelah Robin melarang si mak, tapi tetap saja tiada yang berubah.

"Besok saja. Mak lagi sibuk, nih," ujar mak sembari memotong sawi untuk campuran mi tiaw di dapur.

Jarak antara dapur dan ruang tengah tempat Robin sedang bersantai tidak terlalu jauh, jadi suara mereka tetap terdengar meski tak saling tatap muka. Robin sudah sering mengajak sang bunda pindah ke rumahnya yang baru, lebih besar dan mewah. Tapi mak menolak tegas, katanya rumah lama mereka menyimpan kenangan yang tak bisa dinilai menggunakan uang.

"Sudah saya bilang. Mak perlu uang berapa? Saya transfer ini. Tak perlu capek-capek lagi jualan di pasar. Sekarang banyak begal, Mak! Kalau ada apa-apa, saya juga yang susah!"

"Mak tak perlu uang kau. Mak sudah kerja begini dari masih gadis. Jangan kau ganggu kesenangan aku!"

Jawaban itu sudah berkali-kali mengemuka setiap mereka berdebat soal pensiun jualan di pasar. Robin menarik nafas panjang saja. Ia sanggup menang adu argumentasi dengan siapa pun di pengadilan, tapi tetap tak bisa menang melawan mak-nya sendiri. Robin sebenarnya benar-benar tak tega membiarkan sang ibu tetap bekerja di usia yang sudah senja.

Pernah suatu kali Robin ngotot berdebat melawan mak, tapi si mak hanya bilang begini: "Sudah pandai kau bicara, ya? Kau pikir siapa yang mengajarkan kau sampai jago cakap seperti ini?"

Mendengar perkataan itu, Robin tak berani melawan. Ia tahu, mak telah melewati banyak penderitaan finansial sejak ditinggal pergi si bapak yang tak punya malu. Robin ingat betul ketika masih kecil, ia dan mak dibentak para penagih utang, diambil paksa harta benda-nya tanpa bisa melakukan perlawanan.

Masa lalu menjadi motivasi terbesar Robin agar menjadi pengacara sukses di kemudian hari. Hari ini, semua telah terbukti. Ia telah meraih kesuksesan berkat usaha dan doa dari mak.

"Malam ini saja libur, Mak. Tolong buatkan aku kue semprong. Ini aku transfer lima juta, ya?"

Mata mak melotot mendengar kata-kata Robin. Ia kemudian berbalik memandangi anak semata wayangnya tu. "Kau pikir mak tak punya uang? Jaga mulut kau anak muda!"

"Dahlah ...." Robin kembali berbaring di ruang tengah sambil menonton TV.

Mak diam-diam tersenyum, karena sebenarnya ia sangat senang dengan fakta bahwa sang anak memperhatikan dirinya.

"Mending duit itu kau sedekahkan saja. Banyak sedekah banyak rezeki."

Robin diam saja mendengar kalimat ibunya itu. Ia sedang mengingat kapan terakhir bersedekah kepada orang yang belum beruntung.

***

Sejak awal Januari 2023, santer kabar aksi begal yang meresahkan warga Kota Pontianak. Kota ini seperti tempat lainnya, ada masalah kriminal yang terjadi di dalamnya seperti pencurian, perampokan, dan sejenisnya. Namun pembegalan adalah kasus yang sangat jarang. Gosip yang beredar menyatakan bahwa pelaku begal itu bukanlah orang dari Provinsi Kalimantan Barat.

Para pedagang yang beraktivitas di malam hari mulai resah. Oleh karena itu, Robin menyempatkan diri menemani ibunya berdagang ketika senggang.

Robin mendorong gerobak dari rumah ke lokasi ibunya biasa berdagang, persis ketika ia masih remaja dulu. Sementara mak mengikuti dari belakang sembari membawa sejumlah kantong plastik berisi sayuran.

"Mak, tak capek setiap hari begini?" tanya Robin, nafasnya naik-turun. Kehidupan kantor membuatnya tak sekuat dulu.

"Kalau saya lelah. Siapa yang akan memberi kau makan?"

Robin menoleh ke belakang. "Sekarang saya bisa cari makan sendiri, Mak. Saya pengacara sekarang, Mak! Anakmu ini sudah punya duit!"

Mak tertawa. Robin langsung manyun.

Sampai di tempat dagangan, Robin langsung membereskan segalanya. Mak hanya perlu mempersiapkan dirinya untuk memasak saja. Anak beranak itu sudah siap berjualan nasi dan mi tiaw goreng yang lezat.

Sekitar seratus meter dari gerobak. Robin melihat seorang remaja yang kira-kira berumur sembilan belas tahun duduk di permukaan trotoar. Di sampingnya terdapat keranjang berwarna merah berisi kue-kue.

"Mak, saya lapar," ujar Robin.

"Mau nasi goreng?" Mak langsung berdiri bersiap memasak.

"Tidak. Saya mau makan kue saja di sana. Saya sudah tiap hari makan masakan-nya mak."

"Apa kau bilang?" Emak mengayunkan spatula panjang.

Robin langsung kabur sambil tertawa terbahak-bahak. Setelah itu ia menghampiri pemuda yang sedang menunggu pembeli itu.

"Jual kue apa, Dik? Ada kue semprong?"

Dari kegelapan, si penjual kue menoleh ke arah Robin. Pengacara tersebut merasa heran kenapa orang di hadapannya mengenakan kacamata hitam di malam hari.

"Ada, Bang. Satu bungkus harganya lima ribu."

"Boleh. Saya borong kue semprongnya. Hanya kue semprong, ya."

Pemuda itu tampak meraba-raba barang dagangannya dengan Gerakan yang sangat hati-hati. Akhirnya Robin paham mengapa ia menggunakan kacamata hitam di malam yang kelam.

"Siapa nama kau?" tanya Robin.

"Skot Musim Panas, Bang."

Skot kemudian menyerahkan beberapa bungkus kue semprong dalam satu kantong plastik hitam besar kepada Robin.

"Nama yang unik. Jarang orang sini yang punya nama seperti itu," ujar Robin. Ia membayar sejumlah uang kepada Skot. "Ambil saja kembaliannya."

"Terima kasih. Memangnya nama Abang siapa?"

"Namaku?" Robin tampak ragu menyebutkan namanya. "Tapi kau harus berjanji jangan tertawa."

"Baik."

"Namaku Robin Anak Betmen."

Langsung saja Skot tergelak, namun segera ditahan meski mulutnya bergetar menahan. Sementara Robin manyun saja, ia sudah menduga reaksi itu.

"Bukankah nama kita sama uniknya, Bang? Siapakah yang memberimu nama itu?"

"Ibuku. Seorang wanita perkasa yang baik hati. Dialah yang memberiku nama yang terdengar agak konyol ini."

"Luar biasa. Aku diterlantarkan kedua orang tua sejak kecil. Aku tak tahu rasanya dikasihi oleh seorang ibu. Kau diberkati Tuhan, Bang!"

Robin tersenyum dan berpikir tentang betapa seorang remaja di hadapan-nya memiliki vibrasi positif meski keadaannya tak bisa dibilang baik.

"Baiklah, kalau begitu aku kembali menemani mak-ku dulu, ya. Bisa marah dia nanti kalau kutinggal lama-lama."

"Baik. Terima kasih atas Borongan-nya. Saya bisa pulang lebih awal malam ini." Skot membungkukkan sedikit badan-nya.

Baru beberapa langkah Robin meninggalkan Skot, terdengar suara gemuruh motor dari arah berlawanan. Ketika menoleh ke belakang, Robin mendapati puluhan motor dengan pengendara yang serampangan.

Mereka menyebar ke kanan-kiri jalan. Hampir semua dari mereka membawa senjata tajam berbagai jenis. Robin menilai mereka merupakan satu kelompok besar begal yang terkoordinasi dengan baik, karena pergerakan dan cara mereka beraksi sangat sistematis kecuali cara berkendara yang terlalu ekstrim.

Para pembegal itu menyerang para pedagang demi merampas sejumlah uang dan barang yang bisa dijual lagi. Mak-nya Robin tampak ketakutan saat melihat dua penjahat mengacungkan pedang katana ke arahnya.

Robin yang sangat terlatih bela diri muay thai langsung menghajar kedua orang itu hanya dengan beberapa gerakan. Sayangnya pembegal-pembegal itu menang jumlah. Robin terkena sabetan parang di punggungnya oleh seseorang yang muncul entah dari mana.

Tepat ketika sabetan kedua mengarah ke leher Robin, muncul Skot berdiri membelakangi Robin dan ibunya. Sontak pembegal yang akan menyerangnya berhenti sejenak.

Skot membuka kacamata hitamnya. Tampak bentuk matanya memang kurang sempurna. Seperti sedang terpejam.

"Pergilah! Apa kau mau mati?" teriak Robin kepada Skot.

"Kau lihat ini, Bang!"

Dari kedua mata Skot, muncul cahaya merah membentuk garis lurus yang langsung melelehkan pedang dan parang yang dibawa oleh pelaku begal. Kemudian ia mengarahkan ke kepala, badan, dan anggota tubuh lain dari penjahat yang sedang beraksi.

Sejumlah besar pelaku aksi begal mati di tempat tanpa bisa melawan. Sisa-nya lari kocar-kacir entah ke mana.

Semua orang yang berada di lokasi dibuat takjub oleh Skot, seorang pemuda dari antah-berantah yang berjualan kue.

Setelah kondisi aman. Dari langit muncul sebuah benda seperti pesawat yang berbentuk kue semprong, tapi berwarna hitam mengkilap. Robin melihat Skot ditarik naik ke atas benda tersebut menggunakan cahaya berwarna biru.

Skot tampak melambai kepada Robin, ia kemudian berteriak: "Kita akan bertemu lagi, Bang! Jaga ibumu baik-baik!"

Mak-nya Robin langsung menjawab, "Nasi goreng gratis untukmu, Nak!"

Skot menunjukkan jempol tangan kanan-nya, tanda senang.

"Ukuran jumbo!" tambah Robin.

Skot tertawa sembari perlahan menghilang ke dalam "pesawat", melintasi langit malam Pontianak.

----

Dicky Armando, S.E. - Pontianak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun