Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Seseorang yang bermimpi berbuat sesuatu yang luar biasa untuk masyarakat dan negara-nya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sepatu Buaya

2 September 2019   21:18 Diperbarui: 4 September 2019   11:37 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini tentu akan lebih parah lagi, mengenakan sepatu yang bisa menganga seperti buaya, Kasri akan berjalan lebih pelan dari bayang-bayang masa lalu para jomlo: tanpa suara tapi bisa sangat menyakitkan.

Benar saja, ketika sampai di depan pintu kelas, sejumlah murid ketahuan masih bermain game online, padahal jam pelajaran nyaris dimulai.

Alih-alih marah besar, Kasri hanya menepuk pelan pundak murid-murid nakalnya itu, tanda saatnya mulai belajar.

Ini yang membuat sebagian besar murid senang kepadanya. Kasri tak pernah membuat malu seseorang. Guru-guru lain pun segan, sikapnya jauh lebih dewasa daripada orang lain yang sebaya.

“Baik. Siapa mau maju duluan?” tanya Kasri tanpa basa-basi.

***

Sudah dua kelompok yang maju ke depan ruang kelas, menjelaskan tentang sejarah Kesultanan Pontianak dan pejuang Kalimantan Barat yang bernama Bardan Nadi.

Kasri tersenyum puas. Presentasi para murid menarik untuk disimak, ringan nan informatif. Kini dalam kepalanya terbayang wajah Ahmed Muhiddin Piri, pelaut ulung dari Kesultanan Utsmaniyyah yang sedang tertawa lepas di hadapan samudra luas.

Tapi sejarah selalu berulang, kalau dulu saat zaman perjuangan terdapat pengkhianat yang memberikan informasi kepada penjajah Belanda. Maka di kelas pun sama, setiap tahun selalu ada “tipe murid perusuh” yang mengkhianati kegiatan belajar.

Di meja paling belakang, bagian tengah kelas, seorang siswa bernama Yondu sedang asyik tertawa sembari menatap gawai, seolah tidak menghargai sama sekali kerja keras rekannya dalam melestarikan sejarah bangsa. Ia semakin kurang ajar dengan mengajak beberapa siswa lain—yang otaknya juga terkotori game online—untuk bermain, ketika kelompok ketiga sedang menjelaskan tentang sejarah Kerajaan Tanjungpura.

Murid-murid lain juga merasa terganggu. Seisi kelas sudah paham bahwa kumpulan makhluk di barisan belakang kelas itu bukan kemauan belajarnya yang keras, melainkan jempol tangan kanan-kiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun