Mohon tunggu...
Arman Batara
Arman Batara Mohon Tunggu... Editor - Penggiat Literasi Media

Tak ada manusia yang mampu menghindari dari kematian. Lantas, apa yang akan kamu sombongkan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Corona Hampir Merenggut Teman dan Kecerianku

29 Agustus 2020   09:58 Diperbarui: 29 Agustus 2020   10:07 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Galuh.id)

"Udah bosen belajar mulu dirumah, gak asyik, udah cepet-cepet pengen ketemu temen-temen,"

Celotehan Itulah yang saya dengar dari kemenakanku Irvan, ia baru duduk di bangku Sekolah Dasar Negri (SDN) tepatnya kelas empat. Saat itu kulihat tampang yang tidak mengasyikan dari wajahnya, cemberut, masih ileran, maklum dia baru bangun tidur. Tidur bangun diatas jam enam pagi sesuatu rutinitas Irvan semenjak belajar dari rumah (online).

"Om lama banget nih Corona" ia bertanya kepadaku sambil memperlihatkan muka kebosanan. "Om gak kerja" ia bertanya yang kedua kalinya. 

"Tau, Om pun gak tau sampai kapan nih Corona," jawabku singkat, ya, begitu akupun sedang dilanda kegundahan. "Iya nih Om gak kerja-kerja, lagi gak ada kerjaan," aku pun menjawab pertanyaan Irvan yang kedua kalinya.

Berlangsung lama obrolan antara seorang bocah yang hampir patah semangat, dan seorang pria dewasa yang sedang dilanda kegundahan Seakan akan kami berdua mengalami nasib yang sama, sama-sama bosen dengan keadaan yang saat ini.

Aku berpikir hanya aku saja yang saat ini yang sedang diserang monster kebosanan, dalam pikirku aku seoarang pria dewasa yang memiliki anak dan istri. Ternyata, bocah kecil aja memiliki pemikiran yang sama pada saat ini. Apa semua ini epek Corona? Mungkin, kami sama-sama terjebak dengan keadaan.

Tiba-tiba dari rumah sebelah kudengar seorang perempuan memamggil Irvan oh, ternyata ibunya Irvan. "Irvan masuk, cepat mandi udah jam tujuh lewat," panggilnya dengan nada agak ditinggikan. "Iya" sahut Irvan, masih dengan raut wajah yang tidak enak dipandang.

Selang beberapa menit kemudian aku lihat Irvan sudah memakai baju kebesarannya, baju putih dan celana pendek berwarna merah dengan gaya khas rambutnya belah pinggir, sambil menenteng meja belajar yang sudah terlihat butut. Maklum itu meja belajar jaman masih Taman Kanak-Kanak (TK). Akupun masih duduk sambil tak bosen memainkan gawai (gedget) ku.  aku dirumahkan aku harus pintar-pintar cari tambahan. Propesi yang kujalankan gak mungkin aku kerjakan seperti biasa (bertatap muka). 

Kuperhatikan, Irvan duduk manis didepan meja belajar yang diatas nya tertata rapi buku pelajaran, ia duduk diteras depan yang kebetulan bersebelahan dengan rumahku. Ibunya berdiri setengah membungkuk lalu mengeluarkan hand phone dari sakunya, kulihat dia membidik Irvan dengan kamera gedget nya jekrekk, jekrek, "Senyum, semangat dong Van," ibu irvan memberikan sugesti saat ia difoto agar tatkala ia memulai pelajaran dengan keadaan penuh semangat.

Aku tadinya agak terheran tatkala Irvan diambil gambar oleh ibunya. Lalu pikiran liar ku pun meraba-raba "buat di upload ke facebokk kali, apa ke instagram nya," pikirku. Tetapi aku pun langsung mementahkan pikiran negatif ku dengan bertanya langsung ke ibu Irvan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun