Mohon tunggu...
Riena Armaini
Riena Armaini Mohon Tunggu... Education Lover

Pendidikan bukan sekadar ruang kelas, melainkan perjalanan hidup. Ia mengajarkan kita untuk berpikir, berbuat, dan menjadi manusia yang lebih baik. Setiap ilmu yang kita bagi adalah cahaya yang akan terus menyala, bahkan ketika kita tiada. Karena sejatinya, pendidikan adalah warisan paling mulia untuk masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya "Beli" Laki-Laki di Ranah Minang

1 Maret 2012   15:43 Diperbarui: 5 September 2025   14:25 21682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BUDAYA “BELI” LAKI-LAKI DI RANAH MINANG

 

Ada yang menggelitik (akhir-akhir ini saya suka sekali menggunakan istilah ini) ketika saya berkenalan dengan seseorang.  Kenalan baru saya itu pasti bertanya, Aslinya mana? (pernah saya tulis di KOMPASIANA BLOGSHOP dengan judul ORANG MANA?)  dan saya menjawab, saya orang Bandung, tapi keturunan  Padang. Lalu kenalan saya tersebut pasti langsung bertanya. Kalau di Padang laki-laki dibeli yah? hmm..

Ketika pertama kali saya mendapat pertanyaan itu adalah saat saya masih SMP kelas satu. Saat itu tentu saya hanya bingung, karena saya tidak mengerti apa maksudnya? Respon saya saat itu adalah bengong. Hahaha.. Pertanyaan yang tadi itu, selalu menyertai saya sampai saat ini, ketika menginjak kuliah, saya coba untuk studi literature di beberapa buku budaya minang diantaranya dengan judul budaya Minangkabau  dan tentu saya juga berusaha mengorek keterangan dari ayah dan ibu saya yang asli orang sana.

 

Dari penelitian yang saya dapatkah ( hehe.. lebay.com) dan juga jawaban ayah dan ibu, istilah adat tersebut bukan disebut membeli  tapi namanya uang penjemput

Nah lho… apa sih itu??  Uang penjemput itu maksudnya (menurut penjelasan  secara sederhana  yang diuraikan oleh ayah dan ibu )  bahwa keluarga perempuan harus menjemput laki-laki dengan semacam bawaan atau uang. Lho… kenapa harus begitu kataku saat itu. Itu untuk menghargai keluarga pihak laki-laki yang telah melahirkan dan membesarkannya,  sehingga ketika anak atau kemenakan (Red: keponakan) mereka menikah dan meninggalkan rumah, mereka tidak merasa kehilangan ( Hmm… mungkin karena alasan itulah, maka ada istilah dibeli, padahal siapa sih yang mau jual anaknya.. hahahaha…). Itu uraikan dari ayah dan ibuku.

Nah… saya kemudian membaca beberapa buku. Di sana diterangkan bahwa keluarga perempuan harus memberikan semacam oleh-oleh untuk menjemput laki-laki dengan maksud karena biasanya seorang anak laki-laki adalah tumpuan harapan dari keluarganya, sementara ketika  mereka menikah menjadi tumpuan harapan keluarga perempuan….bener gak sih???

Budaya ini mungkin pernah anda dengar juga di kebudayaan India, dimana pihak perempuan juga harus memberikan sesuatu  kepada pihak laki-laki. Dalam film-film India, malah diceritakan si pihak laki-laki selalu meminta hal yang sangat berlebihan sehingga kadang-kadang pesta pernikahan itu menjadi batal.

  Sebetulnya, tidak semua suku minang memberlakukan sistem ba japuik (uang penjemput) ini, hanya di nagari pariaman  aja (salah satu daerah di Sumatera Barat). Memang kebetulan ayah dan ibu saya adalah orang Pariaman. Ayah dan ibu saya juga terkena adat tersebut hehe. . . . .

Secara akal sederhana, tentu kita protes… kok gitu sih… biasanya juga perempuan yang dikasih. Bukan laki-laki.. kok bisa begitu? Berpikir sederhana tentu  saja tapi mari kita pelajari maksudnya.

Saya pikir budaya seperti itu sangat baik sekali, pendapat tersebut dipikirkan berdasarkan beberapa alasan yakni; 

Alasan pertama, karena memang seperti biasanya ketika seorang laki-laki  menikah  dengan perempuan, maka dia menjadi milik pihak keluarga  perempuan  disadari atau tanpa tanpa disadari. Dalam kehidupan keluarga, istri memegang peranan yang cukup besar baik dari segi ekonomi maupun dalam segi lainnya.  Apa yang dikemukakan, yang dirunding,  dan yang diputuskan untuk urusan pengelolaan rumah tangga itu menjadi urusan pihak istri ( anda boleh protes… tapi begitulah adanya.. hehe).

Biasanya dalam sebuah keluarga,  yang menentukan peran dan mengatur segalanya adalah ibu, sementara ayah biasanya hanya mencari nafkah dan membiarkan ibu yang mengatur segalanya. ( Hahaha… terus terang saya juga seperti itu,  jika anda tidak yaa . . mungkin itu yang dinamakan kekecualian).

Alasan yang kedua, biasanya sebagai perempuan kita harus menunggu disunting orang agar bisa menikah, tapi di Pariaman …hahaha jangan salah… kita lho yang mencari jodoh, ya memang bukan kita pribadi biasanya diwakilkan oleh ninik mamak  (paman) kita, nanti dicari laki-laki  yang kiranya cocok dengan keluarga kemudian,  mereka bertanya pada kita, mau tidak atau jika pilihannya banyak,,, kita bisa memilih lho.. hahahah. 

Nah… setelah kita memilih, para ninik mamak akan berunding untuk pergi kekeluarga laki-laki  tersebut untuk melamar… setelah itu,  memang sih pada akhirnya gimana laki-laki tersebut apa mau atau tidak pada kita. Ya sebetulnya sama aja ketika ada laki-laki yg melamar perempuan tentu bisa berjalan kalau perempuannya mau. Nah biasanya sih mereka minta photo kita, dan coba menjajaki. By the way… kita bisa memilih dan jangan takut gak laku… karena kita.. perempuan yang menentukan.

Alasan ketiga,  kenapa saya suka dengan adat ini adalah kita bisa memilih laki-laki mana yg kita suka.. wew… keren banget (dgn catatan.. tentu kalau laki-lakinya juga suka ama kita. Hehehe. ) gak masalah. Makanya.. kalau sekarang ada orang yang bertanya hal tersebut, saya akan langsung mengiyakan dan setuju.

Bagaimana jika laki-laki tersebut mintanya yg macam?... 

 

Biasanya besarnya uang penjemput itu  sudah seperti ditentukan oleh mufakat keluarga  minang, misalnya kalau petani sekian… kalau dokter sekian.. tentu berbeda… tidak mungkin sama.  Makanya… jika ingin dijemput mahal harus sekolah dan bekerja  yang bagus hehehe…

Saat ini budaya tersebut masih ada karena memang suku minang sangat kuat sekali memegang adat. Kami pun, walaupun hidup diperantauan tidak melupakan adat.  Dalam pelaksanaannya, untuk dapat menjalankan adat biasanya bisa dilakukan banyak hal. Misalnya, jika ada pasangan yang  sudah mengenal terlebih dahulu, karena sama-sama  suka maka mereka berdua yg berkerja sama untuk menyedakan uang penjemputnya atau bahkan laki-laki  yang memberikan  dulu untuk menjemput dirinya sendiri ( hahaha . . .) Atur-atur  sajalah,  gampang kok, gak usah ribet, karena biasanya uang penjemput itu tidak dibagikan di keluarga pihak laki-laki  tapi digunakan untuk biaya pesta di keluarga  laki-laki atau bahkan dikembalikan pada pasangan tersebut untuk modal mereka berumah tangga /dagang /beli rumah dsb.

Oleh karena itu, kita tidak boleh memandang jelek suatu adat karena mungkin ada hal lain dibalik itu semua. Ini hanya opini saja boleh setuju tidakpun  its ok, yang penting peace….. 

13306161251595100242
13306161251595100242

Bandung, 01 maret 2012

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun