Mohon tunggu...
Arlini
Arlini Mohon Tunggu... Penulis - Menulis berarti menjaga ingatan. Menulis berarti menabung nilai kebaikan. Menulis untuk menyebar kebaikan

ibu rumah tangga bahagia, penulis lepas, blogger, pemerhati masalah sosial kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pelajaran dari Dialog Sebuah Drama

24 September 2019   22:25 Diperbarui: 24 September 2019   22:57 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Aku percaya selalu ada pelajaran baru yang akan diperoleh dari membaca buku yang sudah pernah ditamatkan. Begitupun tontonan. Kadang aku suka nostalgia mengenang masa lalu dengan nonton tayangan yang pernah aku tonton di masa itu.

Selain nostalgia, ternyata sama halnya dengan membaca buku berulang, aku juga mendapat pelajaran baru dari tontonan itu. Yaitu pelajaran yang dulu tak tertangkap olehku karena keterbatasan ilmu.

Tepatnya aku sudah lupa. Kira -- kira saat itu aku remaja, sekolah di tingkat menengah pertama. Ada satu drama Jepang yang ku suka. Judul Indonesianya "Rindu -- Rindu Aizawa".

Drama tersebut bercerita tentang gadis pra remaja bernama Suzu Aizawa. Dia gadis yang malang. Anak tunggal dengan seorang ayah yang jahat dan ibu yang lemah karena sakit jantung. Kehidupan Suzu cukup keras untuk anak seumuran dirinya. Dia selalu berjumpa dengan orang -- orang jahat. Orang baik pun akhirnya berkhianat padanya. Karena hidup yang keras dia tumbuh jadi gadis yang berpikir lebih dewasa dari usianya. Ditambah dengan kecerdasannya, alhasil dia cukup bijaksana dalam menghadapi masalah.

Kembali pada pelajaran baru, satu dialog dalam drama tersebut mengingatkanku pada buruknya sistem kapitalis sekuler hari ini. Dan ini baru kuperhatikan sekarang.

Di season ke 2 episode 8 drama tersebut ada dialog seperti ini, "Semua gedung di sekitar sini adalah milik keluarga Ichijo. Kami bisa menggerakkan politikus maupun polisi. Semua manusia bertekuk lutut di hadapan kami dari keluarga Ichijo. Konon aset yang kami miliki setara dengan aset negara. Kami memilih politisi, mengendalikan polisi dan media massa. Menggerakkan ekonomi. Singkat kata, negara Jepang bergulir demi keluarga Inchijo".

Meski cerita fiksi, namun inspirasi drama dibuat kebanyakan dari kisah nyata. Kecuali cerita fantasi yang kental khayalan. Maka dialog dalam drama tersebut bagiku suatu gambaran riil mengenai pola hidup kapitalis yang sedang merajai dunia saat ini. Kebebasan ekonomi ala kapitalisme memunculkan para konglomerat. Makin lama jumlah mereka makin sedikit tetapi menguasai harta sebagian besar dari penduduk yang ada. Dengan kekuatan modal, mereka memilih dan mengendalikan politisi. Pun kendali polisi dan media massa ada di tangan mereka.

Aku sungguh merasakannya hari ini. Uang menjadi pujaan manusia sekuler kapitalis. Sehingga dengan uang unit -- unit vital di sebuah negeri takluk. Bukti nyata yang bisa dirasakan, kebijakan penguasa tak berpihak pada rakyat. Bicara selalu tentang investasi, investasi dan investasi.

Kebutuhan publik seperti listrik dan bahan bakar minyak pun diswastanisasi atas nama undang -- undang investasi. Lalu rakyat dicekik dengan tarif yang melambung tinggi. Hal ini diperparah dengan media mainstream yang senang memberitakan 'hal -- hal positif" tentang kinerja penguasa. Meski dilapangan kebijakan penguasa terasa buruk oleh rakyat, tetap saja dicitrakan baik oleh media besar.

Ketika rakyat menuntut haknya, ketika rakyat minta keadilan pihak keamanan justru bertindak kasar. Padahal pihak keamanan disumpah untuk membela negara. Negara adalah seluruh rakyat bukan penguasa. Tapi kenyataannya polisi lembut pada penguasa dan brutal terhadap rakyat.

Ya, dialog dalam drama Rindu -- Rindu Aizawa sungguh sesuai dengan kenyataan dalam sistem kapitalis sekuler. Demokrasi cuma kambing hitam untuk menutupi dominasi kapitalis dalam mengendalikan jalannya sebuah negara. Berkeinginan melepaskan diri dari kendali kapitalis berarti harus berani mengganti sistem kapitalis sekuler dengan sistem hidup yang lebih barakah. Yaitu syariah Islam dalam naungan Khilafah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun