Globalisasi dan pasar bebas tenaga kerja telah membuka pintu masuk tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia. Terlebih dengan adanya skema investasi yang turut serta membawa tenaga ahli dari negara asal. Di satu sisi, kehadiran mereka juga membawa dampak baik berupa transfer ilmu dan teknologi. Namun, ini juga akan menjadi ancaman bagi tenaga kerja lokal yang saat ini sedang kesusahan untuk mencari pekerjaan.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah TKA di Indonesia pada 2023 mencapai 91.887 orang, dengan sektor dominan meliputi industri, konstruksi, dan teknologi informasi. China, Jepang, dan Korea Selatan menjadi tiga negara asal TKA terbesar. Mereka umumnya bekerja di posisi manajerial, teknikal, atau bidang spesifik seperti digital ekonomi dan infrastruktur. Angka ini terus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Kesenjangan Kompetensi dan Upah
Salah satu akar permasalahan TKA dengan tenaga kerja lokal kita adalah kesenjangan kompetensi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 53,3% tenaga kerja Indonesia hanya lulusan SMP ke bawah, sementara permintaan industri lebih banyak pada lulusan vokasi atau sarjana dengan keahlian spesifik. Akibatnya, perusahaan lebih memilih TKA yang dianggap lebih siap kerja dan memiliki keahlian khusus.
Selain itu, upah TKA seringkali lebih tinggi dibanding pekerja lokal di posisi serupa. Menurut survei dari Indonesia Labour Institute (2022), gaji TKA di sektor manufaktur bisa 2-3 kali lipat lebih besar daripada tenaga lokal dengan jabatan sama. Hal ini memicu ketidakpuasan dan kecemburuan di kalangan pekerja lokal. Hal ini terlihat dari kasus demo pekerja yang terjadi di Morowali, Sulawesi Tengah.Â
Regulasi Belum Optimal
Pemerintah sebenarnya telah mengatur kuota TKA melalui PP No. 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, yang mewajibkan perusahaan melakukan alih teknologi dan pelatihan untuk pekerja lokal. Namun, implementasinya masih belum maksimal. Banyak perusahaan hanya memenuhi syarat administratif tanpa benar-benar mentransfer keahlian.
Selain itu, pengawasan terhadap TKA ilegal masih minim. Diperkirakan 15-20% TKA bekerja tanpa izin resmi, terutama di sektor informal seperti perdagangan dan jasa. Mereka mengambil peluang kerja yang seharusnya bisa dikerjakan oleh UMKM atau buruh lokal.
Solusi: Pendidikan Vokasi dan Proteksi Berimbang
Agar tenaga kerja lokal tidak terus terpinggirkan, diperlukan langkah strategis:
Penguatan Pendidikan Vokasi - Kurikulum sekolah kejuruan dan pelatihan kerja harus diselaraskan dengan kebutuhan industri, termasuk digital skills dan bahasa asing.