Mohon tunggu...
Ariza
Ariza Mohon Tunggu... Universitas Pendidikan Indonesia

Hanya Mahasiswa Biasa

Selanjutnya

Tutup

Games

"Ampun Puh Sepuh" dan Si Paling Humble: Ketika Gamer Berlomba Untuk Menjadi yang Paling Humble

14 Juni 2025   13:40 Diperbarui: 14 Juni 2025   13:37 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Games. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pernahkah kamu mendengar seseorang berkata "ampun sepuh" saat menang ranked game? Atau melihat streamer terkenal bilang "Siap puh" ketika dipuji viewernya? Di dunia gaming Indonesia, fenomena ini sudah jadi makanan sehari-hari. Tapi tunggu dulu—apa yang sebenarnya terjadi dibalik kata-kata "merendah" ini?

Teori di Balik Fenomena "Si Paling Humble"

Sebelum kita bahas lebih jauh, mari kita lihat dulu apa kata para ahli bahasa soal fenomena ini. Dalam ilmu pragmatik, ada yang namanya teori kesantunan atau politeness theory yang dikembangkan oleh Brown dan Levinson. Mereka bilang kalau manusia punya dua "muka" sosial: positive face (keinginan untuk dihargai) dan negative face (keinginan untuk tidak diganggu).

Nah, ketika seseorang bilang "ampun sepuh," mereka sebenarnya lagi melakukan apa yang disebut negative politeness—strategi untuk menunjukkan rasa hormat dengan cara merendahkan diri. Grice juga punya teori tentang implikatur—maksud tersirat di balik perkataan yang nggak langsung diucapkan.

Austin dan Searle juga punya konsep speech act theory yang menjelaskan kalau setiap ucapan itu punya tiga fungsi: apa yang dikatakan (locution), apa yang dimaksud (illocution), dan efek yang dihasilkan (perlocution). Jadi "ampun sepuh" bukan sekadar kata biasa, tapi punya maksud dan efek tertentu.

Kamus "Merendah" ala Gamer Indonesia

"Ampun Sepuh"

Ini mungkin yang paling populer. Sepuh sendiri dari bahasa Jawa yang artinya "tua" atau "senior." Biasanya dipakai ketika:

Baru aja clutch 1v5 di Valorant

Nge-carry tim tapi mau keliatan humble

Dipuji sama teman atau lawan

Maksud tersirat: "Gue emang jago sih, tapi gue humble aja."

"Siap Suhu"

"Suhu" di sini maksudnya guru atau ahli. Sering banget dipake sama content creator ketika:

Dikasih saran sama viewer

Dipuji kemampuannya

Mau menghindari kesan sombong

Maksud tersirat: "Gue terima sarannya, walaupun gue udah tau."

"Si Paling Sepuh"

Ini versi ironis dari "ampun sepuh." Biasanya:

Dipakai secara sarkastik

Mocking seseorang yang terlalu sombong

Self-deprecating humor

Maksud tersirat: Bisa beneran humble, bisa juga sindiran halus.

"Maaf Kalo Noob"

Klasik yang satu ini biasanya muncul ketika:

Habis melakukan play yang epic

Menang lawan yang lebih pro

Mau keliatan humble padahal bangga

Kenapa Gamer Suka "Merendah"?

1. Menghindari Backlash

Gaming community bisa brutal kalau ada yang keliatan terlalu sombong. Dengan "merendah," gamer bisa menunjukkan skill tanpa kena label "toxic" atau "arrogant."

2. Fishing for Compliments

Psikologi reverse psychology. Dengan bilang "maaf kalo noob," mereka sebenarnya mengundang orang lain untuk bilang "apa-apaan lu, itu jago banget!"

3. Budaya Humble Bragging

Ini fenomena global di era media sosial. Orang berlomba-lomba menunjukkan pencapaian sambil pura-pura merendah. "Ampun sepuh" adalah versi gaming dari "oh this old photo."

4. Social Bonding

Dalam komunitas gaming, menunjukkan kerendahan hati bisa jadi cara untuk tetap diterima dalam grup, meskipun skill-nya udah jauh di atas rata-rata.

Sisi Gelap dari "Humble Gaming"

Tapi tunggu, nggak semua yang berkilau itu emas. Fenomena ini juga punya sisi negatifnya:

1. False Modesty yang Menjengkelkan

Kadang "ampun sepuh" malah kedengeran kayak humble bragging yang berlebihan. Apalagi kalau diulang-ulang terus setelah setiap kill.

2. Menormalisasi Impostor Syndrome

Terus-terusan merendahkan diri bisa bikin orang nggak percaya sama kemampuan sendiri, bahkan ketika mereka emang udah bagus.

3. Menciptakan Standar Toxic
Gamer jadi merasa wajib "merendah" kalau nggak mau dianggap sombong. Ini bisa menciptakan tekanan sosial yang nggak sehat.

Pragmatik dalam Konteks Digital

Yang menarik, fenomena ini berkembang dalam konteks digital di mana:

  • Komunikasi lebih singkat dan to-the-point
  • Nada suara dan ekspresi wajah nggak keliatan
  • Audience lebih luas dan beragam
  • Respon real-time dari banyak orang

Makanya, gamer harus extra hati-hati dalam memilih kata. "Ampun sepuh" jadi semacam safety net untuk menghindari salah paham.

Tips: Kapan harus Humble, Kapan harus bangga?

Humble yang Sehat:

Mengakui kontribusi tim

Belajar dari kekalahan

Menghargai lawan yang bagus

Bangga yang Wajar:

Celebrate improvement yang genuine

Appreciate hard work sendiri

Inspire orang lain dengan pencapaian

Kesimpulan: Bahasa sebagai Cermin Budaya Gaming

"Ampun sepuh" dan kawan-kawannya bukan sekadar tren bahasa yang lucu. Mereka mencerminkan bagaimana komunitas gaming Indonesia menavigasi kompleksitas sosial di era digital. Ada keinginan untuk diakui, tapi juga takut dianggap sombong. Ada kebanggaan atas pencapaian, tapi juga kesadaran untuk tetap humble.

Yang penting, kita paham kapan waktunya genuine humble dan kapan waktunya proud of our achievements. Karena di balik setiap "ampun sepuh," ada cerita tentang bagaimana kita ingin dilihat dan diingat oleh komunitas kita.

Jadi, next time kamu dengar "ampun sepuh" di voice chat, inget deh—ada whole psychology dan pragmatics di balik dua kata itu. Dan mungkin, just maybe, kita semua bisa belajar jadi lebih authentic dalam cara berkomunikasi, baik di game maupun di kehidupan nyata.

Btw, artikel ini ditulis sama “si paling noob” dalam bahasa dan gaming. Ampun puh sepuh! 😄

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Games Selengkapnya
Lihat Games Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun