Thrifting adalah kegiatan berbelanja barang bekas atau second hand dengan tujuan menghemat pengeluaran sambil mendapatkan barang unik dan berkualitas. Istilah ini berasal dari kata thrift dalam bahasa Inggris yang berarti hemat atau berhemat. Dalam konteks modern, thrifting bahkan sudah berkembang menjadi gaya hidup, terutama di kalangan anak muda.
Fenomena thrifting sedang ramai di Indonesia. Aktivitas belanja barang bekas ini digemari anak muda karena harganya murah, barangnya unik, dan sering jadi event di berbagai kota. Namun tren ini menimbulkan polemik ketika pemerintah gencar melakukan pemusnahan pakaian bekas impor ilegal. Lalu, apakah thrifting itu sebenarnya dilarang oleh hukum?
Thrifting Boleh, Impor Pakaian Bekas yang Dilarang
Secara hukum, thrifting tidak dilarang. Kegiatan jual-beli barang bekas di dalam negeri bahkan masuk dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Nomor 47742.
Yang dilarang adalah impor pakaian bekas dari luar negeri. Dasarnya jelas:
- Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang telah diubah dengan Pasal 47 Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 (Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU). Bunyi pasalnya: "Setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru."
- Pasal 2 ayat (1) Permendag No. 24 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang dalam Keadaan Tidak Baru dan Limbah Non-Bahan Berbahaya dan Beracun, juga menegaskan hal yang sama: "Importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru."
Dengan dasar hukum tersebut, thrifting barang impor bekas otomatis dilarang.
Alasan Hukum dan Kebijakan
DPR RI dalam Info Singkat (Maret 2024) menegaskan bahwa larangan impor pakaian bekas bukan tanpa alasan. Pakaian bekas impor dikategorikan sebagai limbah yang bisa membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia, sekaligus merusak lingkungan.
Selain itu, larangan ini bertujuan melindungi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri, terutama UMKM. Harga pakaian bekas impor yang murah bisa mematikan pasar produk lokal. kondisi ini berpotensi membuat produsen tekstil lokal, khususnya UMKM, gulung tikar.
Larangan impor pakaian bekas juga sejalan dengan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GNBBI) yang mendorong masyarakat mencintai produk dalam negeri.
Tantangan Penegakan Hukum