Anak zaman tidak diminta menyalin heroisme masa lalu. Mereka diminta menulis teks baru, dengan bahasa zaman sendiri. Jika dulu barikade berupa spanduk dan megafon, hari ini ia bisa berupa timeline yang melintasi batas negara, feed yang menggetarkan solidaritas global, atau space digital yang jadi ruang konsensus baru.
Wiji Thukul pernah menulis dalam puisinya Peringatan: "Jika rakyat pergi ketika penguasa pidato, kita harus hati-hati..." Makna bait itu bertahan kuat hari ini. Tanpa kebenaran dan partisipasi rakyat, legitimasi kekuasaan dapat terpatahkan baik di dunia nyata maupun digital.
Vox Populi, Nadi Republik
Indonesia tidak menunggu penyelamat. Ia menunggu suara. Vox populi bukan sekadar jargon Latin. Ia adalah trending topic yang tak bisa dipadamkan algoritma.
Dan anak zaman, dengan segala keterbatasan, luka, dan keberanian, adalah content creator paling otentik dari republik ini. Mereka menulis, merekam, mengabadikan, dan menyalakan masa depan.
Mungkin, inilah warisan terbesar bangsa ini, yakni: keberanian untuk tetap berjalan di jalan yang tak pernah sepi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI