Probolinggo, dengan kekayaan budaya agraris dan masyarakat yang erat dengan tradisi, menyimpan fenomena kontroversial di balik gemerlap aktivitas sabung ayam dan adu merpati. Di balik kedok "hobi" atau "pelestarian adat", praktik ini telah berkembang menjadi bisnis gelap bernilai miliaran rupiah, melibatkan jaringan dari tingkat desa hingga lintas provinsi. Sabung ayam, yang awalnya merupakan bagian dari ritual adat dan hiburan rakyat, kini berubah menjadi arena judi yang merusak tatanan sosial masyarakat. Sementara itu, adu merpati yang dulunya sekadar kegiatan rekreasional, kini menjadi ajang taruhan dengan uang puluhan juta rupiah. Fenomena ini tidak hanya mengancam ketertiban umum, tetapi juga mencerminkan kegagalan sistem dalam menyediakan alternatif penghidupan yang layak bagi masyarakat.
Jika ditelusuri lebih dalam, praktik sabung ayam di Probolinggo memiliki pola yang terorganisir dengan rapi. Di Kecamatan Kraksaan, misalnya, pertandingan biasanya diadakan 2-3 kali seminggu di lokasi yang berpindah-pindah, seperti kebun tebu atau gudang kosong. Para bandar judi biasanya menggunakan sistem keamanan berlapis, dengan penjaga-penjaga yang berjaga di radius 500 meter dari lokasi untuk mengantisipasi razia. Taruhannya bervariasi, mulai dari Rp500.000 hingga Rp50 juta untuk pertarungan antar-jago. Ayam-ayam petarung yang memiliki reputasi baik bisa dihargai hingga Rp30 juta per ekor, menunjukkan betapa besarnya nilai ekonomi yang terlibat dalam kegiatan ini. Bahkan, ada pasar gelap khusus untuk perdagangan ayam aduan berkualitas, di mana transaksi dilakukan secara diam-diam melalui perantara terpercaya.
Sementara itu, adu merpati dengan sistem "pukul jatuh" marak di daerah Paiton, dengan taruhan mulai dari Rp200.000 hingga Rp5 juta per pertandingan. Yang lebih mengkhawatirkan, ada indikasi kuat penyelundupan merpati unggulan dari Madura menggunakan kapal nelayan, menunjukkan bahwa jaringan ini telah menjangkau lintas daerah. Modus operandi ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari penyelundup, pelatih merpati, hingga bandar taruhan yang memiliki jaringan luas. Tidak jarang, merpati-merpati unggulan ini diberi obat-obatan terlarang untuk meningkatkan performa bertarung, yang justru membahayakan kelangsungan hidup hewan tersebut.
Dampak sosial dari fenomena ini sangat luas dan kompleks. Di sektor ekonomi, banyak peternak ayam di Sumberasih yang beralih dari beternak ayam konsumsi ke ayam aduan karena keuntungannya yang lebih besar. Namun, di balik itu, muncul masalah baru berupa kecanduan judi di kalangan masyarakat. Sebuah kasus di Kotaanyar menunjukkan bagaimana seorang warga rela menjual sawah seluas 1 hektar untuk membayar utang taruhan. Tidak hanya itu, kekerasan juga kerap terjadi terkait utang judi, dengan catatan Polres Probolinggo mencatat setidaknya 5 kasus penganiayaan sepanjang 2023. Yang lebih memprihatinkan, anak-anak sering kali dieksploitasi sebagai "pengintai polisi" dengan upah hanya Rp50.000 per hari, menunjukkan bagaimana praktik ini telah merusak masa depan generasi muda.
Dampak lain yang tidak kalah serius adalah pada sektor pendidikan. Banyak anak usia sekolah yang bolos untuk membantu merawat ayam aduan atau bahkan berpartisipasi langsung dalam pertarungan. Beberapa sekolah di Kecamatan Krucil melaporkan peningkatan angka bolos sekolah pada hari-hari tertentu yang bertepatan dengan jadwal sabung ayam di daerah tersebut. Guru-guru mengaku kesulitan mengatasi masalah ini karena banyak orang tua yang justru mendukung anaknya terlibat dalam kegiatan tersebut dengan alasan tradisi dan kebutuhan ekonomi.
Respons hukum terhadap masalah ini ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Meskipun Polres Probolinggo telah melakukan 12 operasi gabungan bersama TNI pada 2023, hanya 20% yang berujung pada vonis pengadilan. Kendala utama terletak pada sulitnya mengumpulkan bukti dan minimnya kesaksian dari masyarakat, karena ancaman balik dari sindikat yang terorganisir. Selain itu, perkembangan teknologi telah memunculkan pola baru, yaitu sabung ayam virtual melalui platform seperti Telegram, yang semakin menyulitkan aparat dalam penindakan.
Fenomena ini sebenarnya mencerminkan konflik nilai yang mendalam dalam masyarakat Probolinggo. Di satu sisi, sabung ayam adalah bagian dari tradisi masyarakat agraris yang telah berlangsung turun-temurun, sering kali dikaitkan dengan ritual sedekah bumi. Namun di sisi lain, praktik ini telah terdistorsi menjadi bisnis kriminal yang merusak tatanan sosial. Survei di Kraksaan menunjukkan bahwa 65% warga menganggap sabung ayam sebagai "hiburan wajar" dan enggan melaporkannya ke polisi, menunjukkan betapa mengakarnya persepsi ini dalam budaya masyarakat.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan berlapis. Pertama, dari sisi represif, pembentukan satgas khusus gabungan antara TNI, Polri, dan Dinas Sosial menjadi penting untuk memutus jaringan judi terorganisir. Kerja sama dengan Kominfo juga diperlukan untuk memblokir situs dan grup judi online. Kedua, pendekatan preventif harus fokus pada penyediaan alternatif penghidupan, seperti pelatihan peternakan ayam potong modern yang telah sukses di Desa Jabung. Revitalisasi gelanggang olahraga desa juga bisa menjadi sarana untuk mengalihkan minat pemuda pada kegiatan yang lebih positif. Ketiga, pendekatan kultural perlu melibatkan tokoh adat dan agama dalam kampanye anti-judi yang berbasis nilai-nilai lokal.
Pada akhirnya, fenomena sabung ayam dan adu merpati di Probolinggo adalah gejala dari masalah yang lebih besar: kemiskinan, kurangnya lapangan kerja, dan lemahnya penegakan hukum. Mereka yang terlibat dalam praktik ini bukanlah penjahat yang harus dihukum semata, melainkan korban dari sistem yang gagal memberikan penghidupan layak. Solusi jangka panjang harus menyentuh akar masalah dengan membuka akses ekonomi yang lebih baik sekaligus memperkuat penegakan hukum secara konsisten.
Perlu juga diperhatikan aspek kesehatan hewan dalam praktik ini. Banyak ayam dan merpati yang menjadi korban kekejaman, dipaksa bertarung hingga terluka parah atau bahkan mati. Organisasi perlindungan hewan setempat mencatat puluhan kasus penyiksaan hewan setiap bulannya terkait kegiatan ini. Ini menunjukkan bahwa masalah ini tidak hanya berdampak pada manusia, tetapi juga pada kesejahteraan hewan. Pemerintah daerah perlu bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan. Program-program pemberdayaan ekonomi harus disertai dengan pendampingan intensif dan akses permodalan yang mudah. Pendidikan masyarakat tentang dampak negatif judi juga perlu ditingkatkan, terutama melalui pendekatan budaya dan agama.