Mohon tunggu...
Arini Saadah
Arini Saadah Mohon Tunggu... Penulis - Suka nulis, tapi tidak tahu apa yang hendak ditulis.

Pernah menjadi mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi di Ponorogo.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Intip Chatting dan Hak Atas Ruang Personal

18 November 2019   19:56 Diperbarui: 19 November 2019   10:48 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi WhatsApp (Ist via Kompas.com)

Pernah tidak, ketika kita meninggalkan handphone di meja karena kita hendak mengerjakan sesuatu yang mendesak, atau datang kerepotan yang harus segera diatasi, tiba-tiba teman kalian membuka handphone anda dan membuka chatting di watsapp kita? 

Pasti sering kan? Kecuali bagi mereka yang memberi password atau mengunci akses menuju aplikasi chatting tersebut.

Anehnya, aktivitas kepo terhadap privasi orang ini menjadi hobi sebagian orang. Baik untuk sekAdar tahu, atau pun mereka akan mendapatkan kepuasan dari pengetahuan akan privasi orang tersebut. Entah apa yang merasukimu!

Beberapa di antara kita mungkin biasa-biasa saja dengan fenomena sosial tersebut. Bahkan sebagian orang menganggapnya sebagai fenomena budaya yang "ganjil". 

Bagaimana tidak ganjil, mereka mengetahui sesuatu yang sengaja disembunyikan oleh orang lain dengan alasan remeh "biasa aja, sama temen sendiri saja kog." Akan tetapi tahukah Anda sebagian mereka ternyata sangat membenci aktivitas membuka privasi orang lain tersebut, dengan alasan apapun.

Chatting merupakan pembicaraan kita dengan seseorang melalui gadget dengan beragam aplikasi, baik sekedar basa-basi, hingga pembahasan yang serius dan bisa juga bersifat rahasia. 

Apabila hal itu diketahui orang lain, bisa saja sesuatu yang tak ingin dipublish ke orang lain, gara-gara Anda membuka chatting orang lain, membuat orang lain terganggu secara psikologis, mulai perasaan tidak nyaman, harga diri, dan lain sebagainya.

Sebelumnya, kita kaji terlebih dahulu pengertian privasi menurut studi ilmu psikologis. Ternyata, di dalam kajian psikologis ada tiga istilah yang berhubungan dengan privasi, yaitu privasi, personal space, dan teritorialitas. 

Privasi menurut Ibyo Hartono (1986), merupakan tingkat interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. 

Tingkatan privasi yang diinginkan menyangkut keterbukaan dan ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai orang lain.

Dalam hal ini, seseorang berhak memutuskan apakah ia akan bercerita atau memberitahukan sesuatu yang ada pada dirinya kepada orang lain termasuk keluarga, teman dan sahabat, atau memilih untuk menutup diri dan membiarkan sesuatu yang ada pada dirinya hanyalah dirinya saja yang berhak mengetahui. 

Karena, di dalam kehidupan yang kompleks, seseorang pasti memiliki banyak relasi dengan lingkungan sekitar. Sehingga ia menjadi tergantung di dalam suatu lingkungan tersebut. 

Akan tetapi, dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, seseorang pasti memiliki beberapa atau pun banyak hal yang menjadi privasi, dengan kata lain sesuatu yang ada pada dirinya tidaklah untuk dipublish dan dipertontonkan kepada orang lain.

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi seseorang memutuskan untuk menyembunyikan privasinya. Pertama adalah faktor personal, adanya perbedaan dalam latar belakang pribadi mengakibatkan seseorang cenderung akan memutuskan apakah ia akan membuka privasi atau menutupinya. 

Sumber: trak.in
Sumber: trak.in
Perbedaan latar belakang personal ini seperti perbedaan tradisi, budaya, ideologi, agama, kepercayaan, dan yang menyangkut pemahaman akan pandangannya terhadap dunia. Faktor ini berpengaruh besar pada perilaku privasi individu.

Faktor kedua adalah faktor situasional. Marshall menjelaskan terdapat istilah setting rumah, maksudnya adalah seberapa sering penghuni rumah melakukan interaksi satu sama lain, jarak antar rumah, dan banyaknya tetangga di sekitar rumah. Hal ini tentu berdampak besar terhadap perilaku privasi seseorang.

Seringkali, orang yang memiliki tingkat hubungan personal lebih intens cenderung akan membuka privasi yang dimiliki. Keterbukaan ini dipicu oleh faktor kepercayaan yang tinggi terhadap lawan interaksi tersebut. 

Biasanya seorang remaja, lebih terbuka kepada sahabatnya daripada dengan orangtua. Karena faktor umur ternyata menjadi hal yang penting untuk menciptakan kenyamanan dalam berhubungan.

Faktor-faktor itulah yang menyebabkan seseorang akan membuka privasinya untuk orang lain, atau mengambil jarak supaya orang lain sukar mencapai privasi yang ia miliki. 

Sementara itu, fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah bagaimana seseorang dapat mengatur interaksi antara dirinya dengan suatu kelompok di dalam sebuah lingkungan masyarakat dimana ia tinggal.

Apabila seorang individu mendapatkan kenyamanan dalam hal privasi dirinya, seperti yang ia inginkan, maka hal ini akan dapat menjadi reminder kapan ia harus berhubungan dengan orang lain dan kapan ia harus sendiri. Karena, menurutnya, banyak hal yang tidak bisa ia lakukan dengan orang lain.

Baiklah, selain istilah privasi, di dalam studi ilmu psikologis juga terdapat personal space atau ruang personal. Ruang personal itu adalah sebuah ruang yang merupakan batas-batas yang jelas antara seseorang dengan orang lain. 

Personal space ini sesungguhnya berdekatan dengan diri kita sendiri, loh. Selain itu, personal space itu sebuah proses dinamis kemungkinan membawa kita keluar darinya sebagai sebuah perubahan situasi.

Biasanya, ketika ada orang lain yang melanggar personal space ini, akan mengakibatkan stres dan cemas pada diri seseorang yang menjadi "korban" personal space tersebut. Bahkan bisa berujung perseteruan dan perkelahian. 

Meskipun, sebenarnya di antara keduanya memiliki kedekatan personal yang baik. Akan tetapi perlu diingat, ya reader, bahwa sedekat apapun Anda dengan seseorang, Anda tentu tetap tidak berhak atas privasi orang lain itu.

Sehingga, hal inilah yang membuat banyak orang melakukan privasi terhadap fitur-fitur medsos di gawai masing-masing. Dengan tujuan tidak menginginkan privasi yang menjadi hak pribadi, dirampas oleh orang lain. 

Karena, sebagian orang dengan sifat kepo-nya seringkali usil dengan melihat privasi orang lain melalui chatting pada gawai lawan interaksinya.

Akan tetapi sebagian orang lebih memilih untuk tidak mengunci akses menuju media sosial yang mereka gunakan. Bukan karena tidak memiliki privasi, akan tetapi lebih memberikan kepercayaan kepada temannya, atau sahabatnya, bahwa setiap orang berhak untuk menyimpan kehidupan pribadinya.

Sepertinya, pemahaman orang akan tendensi perilaku privasi tersebut masih minim di kalangan masyarakat. Sehingga kita masih sering menyaksikan orang di sekitar membuka gawai kita dengan seenaknya tanpa mempertimbangkan psikologis si pemilik gawai tersebut. 

Hal ini tentu tidak boleh dianggap remeh. Pasalnya kita tidak mengetahui seberapa rela orang lain akan terbuka kepada kita. Dan yang paling parah, hal yang sering kita anggap remeh ini berakibat pada kondisi mental seseorang yang di-kepo-in gadgetnya.

So, berhenti kepo adalah cara menghargai privasi temanmu, sebagaimana kamu juga ingin menjaga masalahmu dari penglihatan orang lain. Karena, ada kalanya kita berbagi, dan tentu saja ada kalanya sesuatu itu dianggap privasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun