Di Bandung, pada tahun 2021, seorang pria berusia 50 tahun yang mengemis di jalanan di pusat kota tertangkap oleh petugas Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) dalam operasi penertiban pengemis. Pria tersebut mengaku mengemis untuk mencukupi kebutuhan keluarganya setelah kehilangan pekerjaan sebagai buruh pabrik akibat dampak pandemi COVID-19. Ia menghabiskan hari-harinya dengan berdiri di persimpangan jalan sambil meminta uang dari pengendara yang lewat.
Meskipun motivasinya adalah untuk bertahan hidup, pria tersebut dikenakan sanksi berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung yang melarang aktivitas mengemis di tempat umum. Pria tersebut dijatuhi hukuman kerja sosial di balai kota selama tiga bulan sebagai bagian dari upaya untuk membersihkan kawasan kota dari pengemis.
Kasus ini menyoroti bagaimana ketegasan hukum dalam menanggulangi pengemis sering kali tidak memperhitungkan latar belakang sosial dan ekonomi mereka. Meskipun begitu hukuman yang diberikan berupa kerja sosial, banyak pihak yang berpendapat bahwa hukuman semacam itu tidak cukup memberikan solusi jangka panjang bagi pengemis yang sebenarnya membutuhkan dukungan sosial dan ekonomi untuk memperbaiki kondisi hidup mereka.
3. Kasus Pencurian karena Ketidakmampuan untuk Membayar Utang
Kemiskinan sering dikaitkan dengan kesulitan keuangan di mana seseorang dapat melakukan kejahatan untuk menutupi hutang. Dalam laporan Komisi Hak Asasi Manusia Nasional (Komnas HAM) tahun 2021, lebih dari 20% pelaku pencurian Indonesia terlibat dalam kejahatan tersebut karena mereka tidak dapat membayar hutang mereka atau memenuhi kewajiban keuangan mereka.
Misalnya, dari kasus seorang pria dari Bandung melakukan pencurian kecil untuk mendapatkan uang guna membayar hutung yang menggunung. Tindakannya dilatarbelakangi kesulitan ekonomi, tetapi ia akhirnya dijatuhi hukuman penjara karena pencurian.
Aparat hukum seharusnya mempertimbangkan latar belakang sosial dan ekonomi para pelaku dalam menjalankan penegakan hukum. Dalam kasus pria yang melakukan pencurian akibat kesulitan ekonomi, aparat hukum seharusnya mengeksplorasi alternatif penyelesaian lain yang lebih berorientasi pada kemanusiaan, seperti rehabilitasi, pengawasan, atau pemberian bantuan sosial. Penegakan hukum tidak hanya berfokus pada pengenaan hukuman, tetapi juga harus memperhatikan upaya untuk mengatasi akar penyebab permasalahan tersebut, dalam hal ini adalah kemiskinan.
4. Kasus Perdagangan Anak yang Berakar dari Kemiskinan
Perdagangan anak merupakan masalah serius yang banyak terjadi di wilayah yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi. Laporan dari Save the Children Indonesia (2020) menunjukkan bahwa sekitar 18% dari kasus perdagangan anak di Indonesia berakar dari kemiskinan ekstrem. Banyak orang tua terpaksa menjual anak-anak mereka sebagai akibat dari kesulitan ekonomi, yang pada akhirnya mengarah pada tindakan kriminal yang melanggar hak asasi manusia.
Pada tahun 2019, terdapat sebuah kasus di Jawa Timur yang melibatkan pasangan suami istri yang menjual anak-anak mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Meskipun mereka berada dalam situasi terdesak akibat kemiskinan, pasangan tersebut dijatuhi hukuman penjara yang cukup lama akibat tindakan ilegal yang dilakukan.
5. Kasus Pemerasan dan Penipuan oleh Orang Miskin