Mohon tunggu...
Arinatus Sakia
Arinatus Sakia Mohon Tunggu... Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Menulis dan membaca merupakan hal yang menyenangkan untuk saya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kemiskinan dan Sistem Peradilan: Ketika Kebutuhan Hidup Berujung pada Masalah Hukum

2 Maret 2025   12:07 Diperbarui: 2 Maret 2025   12:07 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemiskinan merupakan permasalahan sosial yang kompleks dan tidak sekedar berdampak pada kesejahteraan ekonomi individu, melainkan juga dapat berimplikasi pada permasalahan hukum yang serius. Kelompok masyarakat yang hidup dalam kondisi kemiskinan seringkali terjebak dalam sistem hukum yang kurang mempertimbangkan latar belakang sosial dan ekonomi mereka, sehingga membuat mereka lebih rentan terhadap sanksi dan penahanan.

Kemiskinan dan Sistem Peradilan: Apa yang telah Terjadi?

Kemiskinan sering kali dipandang sebagai salah satu penyebab utama terjadinya ketidaksetaraan dalam sistem hukum. Hal ini menunjukkan bahwa individu yang hidup dalam kemiskinan lebih cenderung terlibat dalam kegiatan ilegal, seperti pencurian, penipuan, atau bahkan kekerasan, karena mereka merasa tidak memiliki pilihan lain untuk bertahan hidup.

Dalam konteks ini, terdapat banyak kasus di mana kemiskinan secara langsung berdampak pada tindakan hukum. Di Indonesia, laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, sekitar 9,54% dari total penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Meskipun angka tersebut menunjukkan adanya penurunan dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya, angka ini tetap mencerminkan keadaan rentan sebagian besar masyarakat terhadap masalah sosial dan hukum.

Selain itu, kemiskinan sering kali mengakibatkan individu terjebak dalam lingkaran kesulitan ekonomi yang sulit untuk diatasi. Banyak orang yang hidup dalam keadaan miskin merasa tidak memiliki alternatif lain selain melakukan tindakan ilegal untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi ini menciptakan situasi yang sangat rentan bagi mereka untuk terjerat dalam sistem peradilan, di mana mereka sering kali diperlakukan tanpa mempertimbangkan latar belakang sosial dan ekonomi mereka.

Salah satu faktor yang memperburuk keadaan ini adalah kurangnya akses terhadap layanan hukum yang memadai. Masyarakat yang kurang mampu sering kali kesulitan untuk mendapatkan bantuan hukum yang tepat, baik disebabkan oleh keterbatasan finansial, kurangnya informasi, maupun kurangnya pemahaman mengenai hak-hak hukum yang mereka miliki. Hal ini menjadikan mereka lebih rentan untuk menerima sanksi yang tidak sebanding dengan tindakan yang mereka lakukan.

Kasus Kemiskinan yang Berakhir dengan Hukum antara lain:

1. Kasus Pencurian sebagai Upaya Bertahan Hidup

Pencurian merupakan salah satu bentuk kejahatan yang sering dianggap dengan kondisi kemiskinan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia pada tahun 2020 menunjukkan bahwa lebih dari 60% pelaku pencurian yang ditangkap berasal dari latar belakang ekonomi yang rendah. Dalam banyak situasi, motif di balik tindakan pencurian tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupan, seperti makanan dan pakaian.

Salah satu contoh yang mencolok terjadi di Jakarta, di mana seorang ibu rumah tangga yang hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem terpaksa melakukan tindakan pencurian untuk mendapatkan makanan bagi anak-anaknya yang sedang mengalami kelaparan. Meskipun motivasi yang mendasari tindakannya dapat dipahami dalam konteks upaya untuk bertahan hidup, ia tetap dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun setelah ditangkap oleh aparat penegak hukum. Dan sudah seharusnya aparat hukum mempertimbangkan konsep keadilan sosial yang lebih holistic (melihat dari berbagai sisi), yang mana tidak hanya fokus pada hukuman, tetapi juga pada akar penyebab dari tindakan tersebut. Dalam hal ini, kemiskinan ekstrem dan kebutuhan mendesak untuk bertahan hidup menjadi faktor yang seharusnya dipertimbangkan dalam proses hukum.

2. Kasus Pengemis yang Dikenakan Sanksi Hukum

Di Bandung, pada tahun 2021, seorang pria berusia 50 tahun yang mengemis di jalanan di pusat kota tertangkap oleh petugas Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) dalam operasi penertiban pengemis. Pria tersebut mengaku mengemis untuk mencukupi kebutuhan keluarganya setelah kehilangan pekerjaan sebagai buruh pabrik akibat dampak pandemi COVID-19. Ia menghabiskan hari-harinya dengan berdiri di persimpangan jalan sambil meminta uang dari pengendara yang lewat.

Meskipun motivasinya adalah untuk bertahan hidup, pria tersebut dikenakan sanksi berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung yang melarang aktivitas mengemis di tempat umum. Pria tersebut dijatuhi hukuman kerja sosial di balai kota selama tiga bulan sebagai bagian dari upaya untuk membersihkan kawasan kota dari pengemis.

Kasus ini menyoroti bagaimana ketegasan hukum dalam menanggulangi pengemis sering kali tidak memperhitungkan latar belakang sosial dan ekonomi mereka. Meskipun begitu hukuman yang diberikan berupa kerja sosial, banyak pihak yang berpendapat bahwa hukuman semacam itu tidak cukup memberikan solusi jangka panjang bagi pengemis yang sebenarnya membutuhkan dukungan sosial dan ekonomi untuk memperbaiki kondisi hidup mereka.

3. Kasus Pencurian karena Ketidakmampuan untuk Membayar Utang

Kemiskinan sering dikaitkan dengan kesulitan keuangan di mana seseorang dapat melakukan kejahatan untuk menutupi hutang. Dalam laporan Komisi Hak Asasi Manusia Nasional (Komnas HAM) tahun 2021, lebih dari 20% pelaku pencurian Indonesia terlibat dalam kejahatan tersebut karena mereka tidak dapat membayar hutang mereka atau memenuhi kewajiban keuangan mereka.

Misalnya, dari kasus seorang pria dari Bandung melakukan pencurian kecil untuk mendapatkan uang guna membayar hutung yang menggunung. Tindakannya dilatarbelakangi kesulitan ekonomi, tetapi ia akhirnya dijatuhi hukuman penjara karena pencurian.

Aparat hukum seharusnya mempertimbangkan latar belakang sosial dan ekonomi para pelaku dalam menjalankan penegakan hukum. Dalam kasus pria yang melakukan pencurian akibat kesulitan ekonomi, aparat hukum seharusnya mengeksplorasi alternatif penyelesaian lain yang lebih berorientasi pada kemanusiaan, seperti rehabilitasi, pengawasan, atau pemberian bantuan sosial. Penegakan hukum tidak hanya berfokus pada pengenaan hukuman, tetapi juga harus memperhatikan upaya untuk mengatasi akar penyebab permasalahan tersebut, dalam hal ini adalah kemiskinan.

4. Kasus Perdagangan Anak yang Berakar dari Kemiskinan

Perdagangan anak merupakan masalah serius yang banyak terjadi di wilayah yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi. Laporan dari Save the Children Indonesia (2020) menunjukkan bahwa sekitar 18% dari kasus perdagangan anak di Indonesia berakar dari kemiskinan ekstrem. Banyak orang tua terpaksa menjual anak-anak mereka sebagai akibat dari kesulitan ekonomi, yang pada akhirnya mengarah pada tindakan kriminal yang melanggar hak asasi manusia.

Pada tahun 2019, terdapat sebuah kasus di Jawa Timur yang melibatkan pasangan suami istri yang menjual anak-anak mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Meskipun mereka berada dalam situasi terdesak akibat kemiskinan, pasangan tersebut dijatuhi hukuman penjara yang cukup lama akibat tindakan ilegal yang dilakukan.

5. Kasus Pemerasan dan Penipuan oleh Orang Miskin

Pemerasan dan penipuan sering kali terjadi di kalangan masyarakat yang kurang mampu, yang merasa terjebak dalam situasi tanpa pilihan lain selain melakukan tindakan ilegal untuk memperoleh uang dengan cepat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia pada tahun 2021, hampir 30% dari pelaku penipuan dan pemerasan yang tertangkap berasal dari golongan masyarakat miskin, yang terkadang terpaksa melakukan tindakan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup atau melunasi utang.

Di Jakarta, seorang pria yang hidup dalam keadaan miskin dan mengalami kesulitan finansial ditangkap karena melakukan pemerasan terhadap seorang pengusaha kecil dengan mengancam akan merusak reputasi bisnisnya. Meskipun tindakan tersebut jelas merupakan pelanggaran hukum, latar belakang sosial dan ekonomi yang mendasari keputusannya untuk melakukan pemerasan tersebut sering kali tidak mendapatkan perhatian yang cukup dalam proses penegakan hukum.

Faktor-faktor yang Menyebabkan Kemiskinan Berujung pada Masalah Hukum:

1. Keterbatasan Akses terhadap Pendidikan dan Pekerjaan

Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap kemiskinan dan berujung pada permasalahan hukum adalah kurangnya akses terhadap pendidikan yang berkualitas serta pekerjaan yang mampu memberikan penghasilan yang memadai untuk mempertahankan kelangsungan hidup.

2. Kurangnya Perlindungan Hukum bagi Masyarakat yang Berada dalam Kondisi Miskin

Masyarakat yang hidup dalam keadaan miskin sering kali tidak memiliki akses yang memadai terhadap layanan hukum, baik dalam konteks pembelaan di pengadilan maupun dalam memperoleh bantuan hukum yang kompeten, hal itu karena keterbatasan mereka untuk membayar pengacara dan kurangnya pengetahuan tentang hak-hak hukum mereka.

3. Diskriminasi Sosial

Diskriminasi sosial terhadap individu yang berada dalam keadaan miskin dapat memperburuk kondisi mereka. Mereka cenderung menjadi sasaran dari sistem hukum yang lebih keras, sering kali dianggap paling rendah dan tanpa mempertimbangkan latar belakang sosial yang mendasarinya.

 

Kesimpulan

Kemiskinan dapat menyebabkan timbulnya masalah hukum yang serius. Meskipun banyak individu yang terjerat dalam masalah hukum akibat tindakan kriminal yang dipicu oleh kebutuhan untuk bertahan hidup, selain itu sistem hukum sering kali tidak cukup mempertimbangkan latar belakang sosial-ekonomi mereka. Oleh karenanya, reformasi dalam sistem peradilan yang lebih memperhatikan konteks sosial dan ekonomi, serta peningkatan akses terhadap keadilan bagi masyarakat miskin, merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa kemiskinan tidak selalu berujung pada hukuman yang tidak proporsional atau memperburuk kondisi sosial mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun