Mohon tunggu...
Arin
Arin Mohon Tunggu... Amatir

Menulis adalah bekerja untuk keabadian~ Pram

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sayap-Sayap Patah

9 Maret 2025   11:47 Diperbarui: 11 Maret 2025   17:04 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto seorang perempuan (pixabay.com)

Melainkan kombinasi perasaan antara sedih, marah dan terluka, sampai-sampai tenggorokan nyaris menolak meloloskan nasi dan lauk yang dikunyah lama, sebab sesak terlanjur menguasai relung dada. Kalau saja tahu begini aku menyesali mengurungkan niat menginap di Panti Asuhan. 

Meskipun tak ada keinginan melempar pandang ke sebrang, aku tidak bisa melipur kenyataan bahwa di sana adikku duduk berhadapan denganku, setelah hampir dua bulan absen lantaran tinggal di rumah mertuanya. Hatiku nyeri tak terperi, nyatanya tetaplah sukar menerima ia sudah menikah, menikahi perempuan di sebelahnya yang telah mengandung empat bulan. Miris, harusnya mereka masih fokus belajar di kelas 12 SMA mempersiapkan ujian dan masuk universitas. 

Adik yang gagal, kusematkan padanya tanpa perhitungan dan belakangan baru terpikirkan itu terkesan tidak adil, sebab aku pun bisa dikatakan gagal dalam mendidiknya. Hari ke hari sibuk bekerja dan Ibu yang sakit-sakitan memiliki keterbatasan melakukan pengawasan pergaulannya.

Namun, mau bagaimana lagi. Kami ditinggal Ayah dalam kondisi finansial kritis. Dua tahun masa pengobatan kanker darah yang Ayah jalani menghabiskan banyak dana. Keterbatasan ekonomi saat itu memaksaku cuti kuliah selama setahun lebih, yang hanya menyisakan dua semester lagi.

Jeda kuliah aku pontang-panting mencari pekerjaan, setelah ekonomi keluarga dirasa cukup stabil aku melanjutkan studi sambil tetap bekerja. Tak lama seusai lulus aku diterima di perusahaan tempatku bekerja saat ini. Aku mempertaruhkan masa depanku sendiri untuk Ibu dan adikku, aku ingin Ibu bangga dan menyekolahkan adikku setinggi mungkin. Apalah daya kami malah dirundung cobaan yang menghancurkan hati dan sangat memalukan.

Jari-jemariku mencengkram bawahan piyama satin yang kukenakan. Menguatkan diri agar tidak sampai menangis di hadapan mereka. Kupikir air mataku akan habis terkuras efek terlalu sering menangis. Nyatanya tidak. 

"Zizan! Kak Asna, sampai enggan menikah karenamu!" 

Aku yang hendak undur diri lantaran sudah tak tahan sontak dibuat tercengang oleh ucapan Ibu yang tanpa tedeng aling-aling. Zizan dan istrinya, Miska, bergeming. Aku tahu mereka terlalu sungkan menatapku.

Aku menelan ludah kasar, langsung merespon tak sabaran. "Bukan begitu, Bu. Bahkan jika aku dilangkahi nikah dengan cara yang wajar sekalipun, itu takkan jadi soal besar," kataku, mengambil jeda agar lebih tenang, "yang membuatku enggan menikah, selain fakta bahwa aku satu-satunya orang yang merawat Ibu, mencari nafkah dan masih akan menanggung beban Zizan, sebelum ia punya penghasilan yang bahkan tanpa Ijazah SMA. Aku juga merenungkan banyak hal dari apa yang terjadi di sekelilingku. Salah satunya apa yang sering kulihat di Panti Asuhan, Ibu pasti tahu. Kuharap Ibu mengerti."

Mata Ibu sudah basah, tampak sangat terpukul. Ia menggeleng keras dan bertutur, "Ibu mau lihat kau menikah dan punya anak. Ibu nggak ridho, anak gadis Ibu hidup melajang. Apa kata orang-orang nanti?" Ia terisak, punggungnya melesak ke belakang dan bergetar.

"Untuk menikah saja sulit, apalagi punya anak, Bu. Sementara di luar sana banyak anak-anak bernasib kurang mujur yang butuh uluran tangan kita. Aku pribadi berusaha nggak mempedulikan stigma sosial, nggak nikah itu bukan aib. Jangan khawatir bagaimana aku di masa depan, jangan dikasihani, aku sehat dan bekerja. Cukup support dan doakan yang terbaik. Aku mohon."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun