Makan bergizi. Anak didik bukan objek eksperimen yang terus-menerus dikorbankan untuk membuka kesuksesan sebuah program. Program makan bergizi gratis bukan satu-satu program melahirkan generasi hebat.Â
Ketika sebuah tujuan mulia memperbaiki anak-anak bangsa menggema terdengar diberbagai media, seakan jutaan orang terpana dan berharap munculnya genenasi unggulan di tengah-tengah kita. Jutaan rakyat miskin yang begitu merana dan tak berdaya dalam trauma kehidupan seolah terbangkitkan, seketika program makan bergizi gratis adalah malaikat penyelamat. Jutaan orang berharap, jutaan orang miskin seolah terlena dalam kesempurnaan nada-nada indah melelapkan tidur sesaat. Kita terpana program istimewa yang mengerogoti uang negara. Â
Seolah direncanakan begitu hebat, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dimulai 6 Januari 2025. Menu-menu makanan dirancang dalam tatanan pemenuhan standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) harian, porsi makan pagi yang seharusnya  menyumbang 20-25% kebutuhan gizi harian dan makan siang yang seharusnya menyumbang 30-35%. Makanan disiapkan dalam nampan-nampan stainless steel begitu mewah harus menyasar wilayah terpencil Nusantara, bahkan terdepan dan terluar (3T) ujung negeri. Ribuan orang terlibat bergandengan tangan; pemerintah daerah, koperasi, dan pihak swasta. Seolah semuanya bekerja dalam satu tatanan apik nan memabukkan.Â
Kini, dalam sembilan bulan program itu bergulir, bukan lagi sebuah kerinduan yang muncul tetapi kebencian yang terus saja memuncak. Program mulia itu mulai merenggut dan mengorbankan anak-anak. Makan bersama di kelas-kelas, di sekolah-sekolah yang seharusnya mengembirakan anak-anak, kini menjadi moster menakutkan yang mengancam jiwa gererasi muda. Anak-anak tidak hanya kehilangan harapan, tetapi hidup dalam monster makan bergizi gratis.Â
Ribuan orang terlibat bergandengan tangan; pemerintah daerah, koperasi, dan pihak swasta. Seolah semuanya bekerja dalam satu tatanan apik nan memabukkan.Â
Tujuan mulia memang tidak sebanding dengan usaha. Alih-alih menyediakan makanan bergizi atau berusaha mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pola makan sehat dan gizi seimbang, program itu kini menuai begitu banyak kontroversi. Bukan hanya dianggap sarat dengan bagi-bagi rezeki di kalangan penyedia dan pejabat, program ini pun dianggap jalur menuju resmi korupsi.Â
Padahal dalam sembilan perjalanan, begitu banyak orang tua, orang hebat negeri ini mulai bicara. Namun, beragam gagasan dan ide sebagian orang tua dan sekolah seolah hanya menjadi hiasan dan tak pantas di dengar. Kita begitu tak sanggup mendengar dan begitu terpaku kepada keindahan bungkus sebuah produk; makan bergizi gratis. Kita lupa begitu banyak masalah yang seharusnya segera diselesaikan.Â
Jutaan ransum yang harus disiapkan, sementara mitra tidak profesional. bertriliun dana digulirkan dan kita begitu asyik berbagi keuntungan. Ribuan menu harus disiapkan, sementara pekerja adalah kelas rumahan yang tidak punya pengalaman. Pada akhirnya makan bergizi gratis yang seharusnya memenuhi gizi anak-anak bangsa justru mengorbankan anak-anak bangsa dan harus tertidur pulas di berbagai rumah sakit negeri ini. Kini, makan bergizi telah merenggut senyum anak-anak yang seharusnya menyediakan hati dan pikiran untuk negeri ini.Â
Pada akhirnya makan bergizi gratis yang seharusnya memenuhi gizi anak-anak bangsa justru mengorbankan anak-anak bangsa dan harus tertidur pulas di berbagai rumah sakit negeri ini.
Korban berjatuhanÂ
Sejak program MBG diluncurkan Januari 2025, kasus keracunan makanan terjadi di berbagai daerah. Jumlah korban mencapai lebih dari 5.360 anak hingga pertengahan September 2025. Salah satu kasus terjadi di Baubau pada 16 September 2025, saat makanan MBG datang terlambat dan disajikan dalam kondisi tidak layak. Akibatnya, 46 siswa keracunan, 37 di antaranya harus dirawat. Keesokan harinya, kasus serupa terjadi di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Sebanyak 157 siswa keracunan setelah makan ikan cakalang dari dapur SPPG. Dugaan sementara, pemasok ikan baru tidak memenuhi standar. Hari yang sama, di Garut, 194 siswa mengalami gejala mual dan muntah setelah mengonsumsi menu ayam woku dan tempe orek dari dapur lain. (1)
Setidaknya 1.376 anak sekolah diduga menjadi korban keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah. Pakar gizi masyarakat menyarankan agar program ini dihentikan sementara sambil menunggu evaluasi menyeluruh terhadap insiden keracunan yang terjadi di berbagai daerah. Hasil investigasi dinas kesehatan di Bandung, Bogor, dan Tasikmalaya di Jawa Barat serta Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir di Sumatra Selatan menemukan adanya kontaminasi bakteri Salmonella, E.coli, Bacilius cereus, Stapylococcus aereus, Bacillus subtilis, hingga jamur Candida tropicalis. Sejumlah orang tua yang ditemui BBC News Indonesia mengaku trauma dan melarang anak mereka menyantap makanan dari pemerintah itu. (2)
Sejumlah orang tua yang ditemui BBC News Indonesia mengaku trauma dan melarang anak mereka menyantap makanan dari pemerintah itu.
Reuters memberitakan kasus keracunan massal MBG dalam berita berjudul "Over 800 Indonesian students suffer mass food poisoning from government free meals", Sabtu (20/9/2025). Diberitakan, lebih dari 800 siswa jatuh sakit dalam dua kasus keracunan massal minggu ini setelah mengonsumsi makanan sekolah gratis yang disediakan oleh pemerintah, menurut pejabat setempat, Jumat, (19/9/2025). (3)
Kekhawatiran dan ketakukan kini tidak hanya melanda anak-anak yang seharusnya menikmati enaknya menu makan bergizi gratis, tetapi begitu banyak sekolah yang terhenti, dan bekerja keras  untuk merawat lebih banyak korban keracunan akibat menyantap menu makan bergizi gratis. Begitu banyak orang tua yang harus mengeluarkan biaya dan tenaga untuk menjaga kesehatan si buah hati yang terkolek lemas di berbagai rumah sakit di negeri ini. Selayaknya kekhawatiran dan katakutan ribuan murid, orang tua dan sekolah dijawab,  Menghentikan sementara program ini bukan berarti kita kalah mewujudkan mimpi negeri.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI