Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hentikan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)

25 September 2025   13:59 Diperbarui: 26 September 2025   18:39 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keracunan massal usai menyantap paket Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kec. Cipongkor, Kab. Bandung Barat, Jabar (Sumber:KOMPAS.com/BAGUS PUJI PANUNTUN)

Makan bergizi. Anak didik bukan objek eksperimen yang terus-menerus dikorbankan untuk membuka kesuksesan sebuah program. Program makan bergizi gratis bukan satu-satu program melahirkan generasi hebat. 

Ketika sebuah tujuan mulia memperbaiki anak-anak bangsa menggema terdengar diberbagai media, seakan jutaan orang terpana dan berharap munculnya genenasi unggulan di tengah-tengah kita. Jutaan rakyat miskin yang begitu merana dan tak berdaya dalam trauma kehidupan seolah terbangkitkan, seketika program makan bergizi gratis adalah malaikat penyelamat. Jutaan orang berharap, jutaan orang miskin seolah terlena dalam kesempurnaan nada-nada indah melelapkan tidur sesaat. Kita terpana program istimewa yang mengerogoti uang negara.  

Seolah direncanakan begitu hebat, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dimulai 6 Januari 2025. Menu-menu makanan dirancang dalam tatanan pemenuhan standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) harian, porsi makan pagi yang seharusnya  menyumbang 20-25% kebutuhan gizi harian dan makan siang yang seharusnya menyumbang 30-35%. Makanan disiapkan dalam nampan-nampan stainless steel begitu mewah harus menyasar wilayah terpencil Nusantara, bahkan terdepan dan terluar (3T) ujung negeri. Ribuan orang terlibat bergandengan tangan; pemerintah daerah, koperasi, dan pihak swasta. Seolah semuanya bekerja dalam satu tatanan apik nan memabukkan. 

Kini, dalam sembilan bulan program itu bergulir, bukan lagi sebuah kerinduan yang muncul tetapi kebencian yang terus saja memuncak. Program mulia itu mulai merenggut dan mengorbankan anak-anak. Makan bersama di kelas-kelas, di sekolah-sekolah yang seharusnya mengembirakan anak-anak, kini menjadi moster menakutkan yang mengancam jiwa gererasi muda. Anak-anak tidak hanya kehilangan harapan, tetapi hidup dalam monster makan bergizi gratis. 

Ribuan orang terlibat bergandengan tangan; pemerintah daerah, koperasi, dan pihak swasta. Seolah semuanya bekerja dalam satu tatanan apik nan memabukkan. 

Tujuan mulia memang tidak sebanding dengan usaha. Alih-alih menyediakan makanan bergizi atau berusaha mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pola makan sehat dan gizi seimbang, program itu kini menuai begitu banyak kontroversi. Bukan hanya dianggap sarat dengan bagi-bagi rezeki di kalangan penyedia dan pejabat, program ini pun dianggap jalur menuju resmi korupsi. 

Padahal dalam sembilan perjalanan, begitu banyak orang tua, orang hebat negeri ini mulai bicara. Namun, beragam gagasan dan ide sebagian orang tua dan sekolah seolah hanya menjadi hiasan dan tak pantas di dengar. Kita begitu tak sanggup mendengar dan begitu terpaku kepada keindahan bungkus sebuah produk; makan bergizi gratis. Kita lupa begitu banyak masalah yang seharusnya segera diselesaikan. 

Jutaan ransum yang harus disiapkan, sementara mitra tidak profesional. bertriliun dana digulirkan dan kita begitu asyik berbagi keuntungan. Ribuan menu harus disiapkan, sementara pekerja adalah kelas rumahan yang tidak punya pengalaman. Pada akhirnya makan bergizi gratis yang seharusnya memenuhi gizi anak-anak bangsa justru mengorbankan anak-anak bangsa dan harus tertidur pulas di berbagai rumah sakit negeri ini. Kini, makan bergizi telah merenggut senyum anak-anak yang seharusnya menyediakan hati dan pikiran untuk negeri ini. 

Pada akhirnya makan bergizi gratis yang seharusnya memenuhi gizi anak-anak bangsa justru mengorbankan anak-anak bangsa dan harus tertidur pulas di berbagai rumah sakit negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun