Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nasib Guru Sepanjang Masa

19 Mei 2023   19:48 Diperbarui: 19 Mei 2023   20:09 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berlindung (Sumber:Gerd Altmann-Pixabay.com)

Guru. Hidup sebagai guru itu tidak mudah. Ketika tuntutan profesionalisme selalu begitu kuat menekan cara hidup setiap guru, penghargaan terhadap kompetensi guru unggul hanya menjadi sebuah rencana tanpa aksi. 

Sepanjang kemerdekaan Indonesia terjadi, pemikiran-pemikiran akan penyediaan guru yang profesional dihadirkan dalam beragam aturan. Meski kini gaji guru tidak lagi seperti cerita-cerita zaman lalu, tetapi profesi guru tetap saja menjadi profesi kelas dua yang selalu dianggap tak bermakna.  Apalagi ketimpangan mungkin saja terjadi dengan pembedaan guru negeri dan guru swasta. 

Nasib guru yang semakin lama semakin baik dengan usaha pemerintah yang terus-menerus memperbaiki taraf hidup guru ternyata tidak serta merta menjadikan guru hadir sebagai profesi yang mulia dan diimpikan generasi muda. Profesi guru bukan pilihan. Profesi guru menjadi profesi yang dinomorduakan. 

Anggaran untuk Guru

Jumlah guru yang hampir mencapai tiga juta lima ratus dan tersebar di seluruh Indonesia memang bukan jumlah yang kecil. Pemerintah pun harus mengeluarkan dana ekstra untuk membantu guru-guru di berbagai tempat di pedalaman. Maka, alokasi anggaran untuk pendidikan yang mencapai 20% salah satunya untuk pengembangan guru di Indonesia. 

Memang anggaran untuk pendidikan sungguh besar, tetapi kemajuan dan profesionalisme guru masih saja berjalan di tempat. Meski usaha terus dilakukan, tetapi menciptakan guru yang berkulitas masih terhalang kerena berbagai faktor, misalnya  tempat tugas, tingkat pendidikan, pengalaman, dan kesempatan kerja. Namun, pemerintah telah menunjukkan komitmen untuk meningkatkan status dan kesejahteraan guru. 

Meski usaha terus dilakukan, tetapi masalah-masalah berkaitan dengan guru masih saja terjadi. Status sosial guru di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Bukan hanya status sosial, gaji pun masih sangat rendah di banyak wilayah. Apalagi jika dibandingkan dengan guru negeri, guru swasta selalu ditempatkan sebagai guru kelas dua. 

Beberapa daerah di Indonesia masih kekurangan fasilitas seperti buku pelajaran, akses internet, dan laboratorium, sehingga guru kesulitan dalam menyajikan bahan ajar yang bermutu. Kurangnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat juga dapat menghambat pengembangan profesionalisme guru.

Pendidikan di Indonesia masih memiliki berbagai masalah, seperti kualitas guru yang belum merata, kurangnya penguasaan materi ajar, dan tidak adanya standar nasional yang konsisten. Hal ini dapat mempengaruhi efektivitas pembelajaran dan akhirnya mengurangi kualitas pendidikan.

Guru di Indonesia sering kali memiliki beban kerja yang berat, karena harus mengajar di beberapa sekolah atau kelas, mengikuti pelatihan, dan melaksanakan tugas tambahan lainnya. Beban kerja yang berlebihan ini dapat mengganggu kesehatan fisik dan mental guru, serta mempengaruhi kualitas pengajaran.

Mempertahankan Martabat Buru

Tantangan menjadi guru memang masih sangat banyak. Apalagi ketika pendidikan tidak mempunyai otoritas dan kemampuan mendidik manusia secara merdeka. Beragam tekanan dan penjajahan akan martabat dan profesi guru masih saja terjadi. 

Sularno, guru honorer di SD Negeri Sungai Naik, Desa Sungai Naik, Kecamatan BTS Ulu, Kabupaten Musi Rawa dilaporkan ke polisi oleh keluarga muridnya. Laporan tersebut dipicu Sularno yang disebut menghukum muridnya, KV yang dianggap di luar batas kewajaran. Ia mengatakan selama mengajar di SD Sungai Naik, guru Sularno hanya bergaji Rp 500.000 per bulan.  Kelalaian Sularno harus ditebus dengan mendekam dalam sel penjara. Sebuah perjuangan yang  jelas itu tidak sebanding dengan pengabdiannya. (1)

AM (16), pelajar yang melakukan  penganiayaan terhadap guru SMK Negeri 2 Makassar, Dasrul (52),  diancam pidana selama tujuh tahun penjara. Sidang kembali digelar di Pengadilan Negeri Makassar, setelah upaya mediasi tidak tuntas. JPU Rustiani Muin menyatakan bila terdakwa telah terbukti melakukan penganiayaan terhadap gurunya sendiri, sehingga mengakibatkan korban menderita luka yang cukup parah. Terdakwa terbukti melakukan penganiayaan secara bersama-sama, sehingga terdakwa dikenakan pasal 170 ayat KUHP tentang pengeroyokan. Tersangka juga diganjar pasal 351 ayat (1) Jo pasal 55 KUHP. (2)

Kisah getir dialami Husein Ali Rafsanjani (27), guru muda di Kabupaten Pangandaran yang memilih mengundurkan diri sebagai PNS usai melaporkan praktik pungli. Kejadian bermula pada 2020 saat Husein yang baru menerima surat tugas sebagai PNS di Kabupaten Pangandaran harus mengikuti latihan dasar di Kota Bandung. Namun, ia mendadak harus membayar uang transportasi sebesar Rp 270.000, padahal biaya kegiatan sudah dianggarkan. Kemudian pada saat latihan dasar berjalan, para peserta juga kembali diminta bayaran sebesar Rp 310.000 yang entah peruntukannya. Saat itu, ia berkeberatan dengan pungutan tersebut. Terlebih lagi, kala itu gajinya masih belum cair selama tiga bulan (dirapel). Bahkan, ia sempat memperlihatkan isi rekeningnya yang pas-pasan untuk kebutuhan hidup. (3)

Sikap kritis guru ternyata berakibat fatal. Padahal, Kurikulum Merdeka menuntut guru untuk mendidik setiap siswanya berpikir, berbicara dan bertindak kritis. Ketika guru sendiri bertindak kritis, banyak guru harus berhadapan dengan hukum bahkan harus menebus dengan hilangnya pendapatan dan ekonomi keluarga. 

Pelecehan Profesi Guru 

Guru memang profesi yang sangat rentan akan berbagai masalah perundungan dan pelecehan. Meski beragam jenis pelecehan terhadap profesi guru masih seringkali terjadi, penindakan terhadap beragam peristiwa terdsebut terkadang tak memuaskan. Bukan hanya dalam bentuk pelecehan verbal, terkadang pelecehan fisik dan psikologis pun seringkali dilakukan oleh murid atau orang tua murid.

Pelecehan verbal dalam bentuk  penghinaan, ancaman, atau ucapkan kata-kata kasar dan intimidasi seringkali harus diterima guru. Bahkan pelecehan fisik dalam bentuk serangan  atau pukulan terhadap guru masih sering kita dengar dan menghiasi beberapa media.
Pelecehan psikologis berupa  intimidasi, pengucilan, atau pengabaian seringkali  mempengaruhi kesejahteraan dan kesehatan mental guru. Tentu saja, beragam bentuk pelecehan terhadap guru dan profesi guru pada akhirnya akan membuat guru trauma,  tidak aman, dan kehilangan motivasi dalam mengajar. 

Tragedi yang menimpa Pak Achmad Budi Cahyanto beberapa hari yang lalu membuat kita semua berduka. Guru muda SMA Negeri 1 Torjun Sampang yang dikenal santun dan berbakat itu harus meregang nyawa di tangan siswanya sendiri. Kasus tersebut semakin menambah panjang daftar tindakan kekerasan yang diterima guru dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang pendidik. (4) 

Tiga siswa SMA Negeri 1 Fatuleu, Kabupaten Kupang, NTT, menganiaya gurunya.  Penganiayaan terjadi di dalam ruang kelas XII IPS 4 SMAN 1 Fatuleu. Pengeroyokan itu dilakukan tiga siswa kelas XII IPS 4 berinisial CYT (19), YC (17), dan OB (19). Kejadian itu bermula saat sang guru, YM (45) mengawasi ujian semester pelajaran Matematika di kelas itu, Senin (2/3/2020). (5)

Seorang wali santri di Muara Enim dilaporkan ke pihak kepolisian usai melakukan penyerangan kepada guru pondok pesantren Darussa'adah, Air Lintang, Muara Enim, Sumatra Selatan. Tindakan kekerasan yang dialami guru bernama Abizar itu terjadi pada Kamis (9/3/2023) malam. Kala itu, orangtua santri berinisial FA membawa senjata tajam saat menyerang guru tersebut. (6)

Guru memang bukan profesi yang bebas terhadap beragam masalah sosial, hukum dan keadilan. Sebagai sebuah profesi yang dituntut jutaan masyarakat untuk menjadikan seorang anak berhasil dan sukses dengan masa depannya, profesi guru selalu saja dianggap sebagai kambing hitam atas kegagalan jutaan murid. 

Melindungi Profesi Guru

Namun, ketika pendidikan harus ditempatkan sebagai muara perbaikan karakter; kejujuran, kedisiplinan, pantang menyerah, kerajinan, tanggung jawab, perkembangan moral, dan ketaqwaan justru kehadiran guru seolah dianggap sebagai biang kegagalan peserta didik. Maka, terkadang ketidakpuasan peserta didik, orang tua dan sebagian masyarakat terhadap guru memunculkan sinisme yang berlebihan. 

Bagaimanapun guru hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari beragam kekurangan. Sebaik apapun dan seprofesional apapun, jika profesi guru hanya dipandang sebagai pekerjaan kuli pendidikan niscaya pelecehan, penghinaan bahkan menghadapkan guru di balik jeruji penjara akan terus terjadi. 

Ketika pelecehan dan kekerasan seorang anak terhadap guru terjadi, seringkali seorang anak akan begitu nyaman dengan berlindung di balik UU Perlindungan Anak. Namun, ketika kekerasan dan perundungan terjadi terhadap seorang anak, seringkali guru tidak akan mengelak dan harus menyerah di dengan hukum pidana. Guru akan begitu mudah menyerah dan terhukum secara sosial dan ekonomi.  

Jika ini terjadi terus-menerus, kepercayaan terhadap pendidikan di negeri ini pun akan semakin luntur dan tenggelam. Cita-cita sekolah sebagai sebuah lembaga pengembangan karakter hanyalah slogan dan impian kosong. Selayaknya kesadaran untuk menciptakan  pendidikan sebagai arena membanguan karakter  anak bangsa tetap dilindungi. Ini tidak akan terjadi jika aturan perlindungan profesi guru hanya sebatas ada. 

Sebenarnya guru terlindungi  dengan Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Namun, nyatanya Undang-Undang ini tidak cukup ampuh melindungi profesi guru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun