Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Trip

Satu Jam di Pantai Lagundi, Anyer

7 November 2022   16:49 Diperbarui: 7 November 2022   16:52 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata pantai adalah wisata murah meriah yang hampir ada di setiap wilayah di Indonesia. Namun, amat disayangkan kehadirannya tidak dibarengi dengan perawatan dan penyediaan fasilitas yang memadai. Sebagian pantai untuk turis lokal memang tidak seindah pantai untuk turis mancanegara. Menikmati milik sendiri pun harus kualitas nomor dua.

Perjalanan hari itu sebenarnya sungguh melelahkan. Setelah 4 jam dari ujung timur Jakarta, tepatnya di Bekasi, deru bus pariwisata mendarat perlahan di Pantai Lagundi. Pantai idola wisata lokal di ujung Anyer. Tepat pukul 16.00 WIB rombongan kami masuk ke Pantai Lagundi. Setelah bayar tiket masuk untuk bus seharga 800 ribu, bus pun perlahan memarkir. Kami pun turun.

Perlahan-lahan rombongan 56 orang dari satu lingkungan yang sama di Burangkeng, Setu ini pun mulai turun dari bus. Sebuah perjalanan yang melelahkan untuk menghabiskan akhir pekan bersama-sama dalam satu keluarga. Di antara kami ada anak-anak. remaja dan juga orang tua alias manula. Maka, kami pun menghabiskan waktu dengan cara berbeda-beda. 

Anak-anak secepat kilat berganti baju. Beberapa orang tua sibuk mengganti baju anak balita. Semantara anak yang lain sudah tidak sabar untuk segera menyelam.  Orang-orang tua begitu saja merebahkan di tenda yang memang sudah kami pesan seharga 150 ribu. Sebagian menyebar ke pantai;anak-anak ditemani orang tua dan remaja dalam kelompok yang berbeda. Sore itu kelompok kami menghabiskan waktu dengan apa yang kami suka. 

Sebagian ibu-ibu pun rela untuk berputar-putar mencari ikan asin sekadar untuk oleh-oleh di rumah atau untuk dimakan sendiri. Di sana terdengar suara-suara tawar-mewar antara pedagang ikan asin dan segerombolam ibu-ibu. Begitulah suasana begitu riuh ketika ada pertemuan gerombola ibu-ibu dan pedagang yang mencoba untuk melayani berbagai macam ibu-ibu. Kesabaran harus ekstra agar tidak ada kerugian yang menimpa pedagang-pedagang. Sementara segerombolan ibu-ibu pun harus berusaha keras untuk mendapatkan harga yang semurah mungkin. Keduanya beradu dalam suasana sore yang semakin syahdu. Sementara mulai terlihat matahari yang tadinya panas mulai mereda dan cahaya sore itu mulai meredup dalam keheningan. 

Anak-anak begitu asyiknya berbagi menikmati pantai. Suasana pantai memang begitu tenang. Anak-anak semakin jauh menceburkan diri di pantai. Banyak yang begitu saja menelan ar pantai. Banyak yang bermain-main dengan pasir. Sendau-gurau di pantai rasanya membaca pada kegembiraan kami. Kegembiraan kami adalah kegembiraan suarana pantai Lagundi. 

Dokpri
Dokpri

Pantai ini memang seperti halnya pantai-pantai di kawasan Anyer. Air yang tidak sejernih pantai-pantai lain di kawasan timur Indonesia. Tidak sejernah panyai mahal yang selalu diiklankan di televisi dan diulas media-media luar negeri, Sungguh berbeda. Bahkan terlihat air begitu keruh, kecoklatan. Di antara pasir-pasir pun begitu tampak kumuh bahkan terkesan begitu kotor. Apalagi ketika kami datang, sampah-sampah terlihat berserakan. Tidak ada kepedian dari pengunjung-pengunjung sebelumnya. Begitu saja meninggalkan sampah. Padahal begitu jelas, dibeberapa titik sudah jelas terlihat tempat sampah yang memang disediakan untuk itu. Begitulah sebuah peradaban yang tidak adab. Mentang-mentang sudah bayar, begitu saja seenaknya untuk tanah ini, untuk pantai ini. 

Sebagian kami memang enggan menghabiskan waktu di pantai. Selain memang air tidak jernih, sampai pinggir pantai pun  begitu banyak kumuh, sementara sampah-sampah berserakan menurunkan minat dan keinginan kami. Pada akhirnya, kami pun menghabiskan waktu sekadar memesan kelapa muda dan saling cerita, menghabiskan waktu menyusun suasana menjadi cerita. Perjalan satu jam sore itu memang begitu singkat. Namun, kami menemukan kegembiraan kami masing-masing apa adanya. 

Di pantai Lagundi, kami menemukan cerita panjang tentang kegembiraan yang bisa kami nikmati. Akhir pekan dalam sebuah keluarga. Seolah dalam keterpaksaaan kami harus cerita tentang pantai ini. Turis lokal memang cocok untuk menghabiskan waktu di pantai yang seperti ini. Jauh dari kesan indah dan terawat. Biasa saja sebagai tempat wisata. Begitu jauh perawatan dan penyediaan berbagai fasilitas dibandingkan dengan pantai-pantai berskala internsional, misalnya pantai di Bali. Di sana pantai begitu terawat dan fasilitas terbaik. Di sini. pantai biasa, penat dengan tatanan yang sungguh  tidak mengundang minat untuk datang kembali. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun