Mohon tunggu...
Arif RahmatTriasa
Arif RahmatTriasa Mohon Tunggu... Editor - Islamic Studies (Concentration in Islamic Educational Psychology)

Aktivis Cinta dan Pluralisme

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

NDP Perspektif Keperempuanan

13 Juli 2022   23:38 Diperbarui: 13 Juli 2022   23:43 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dalam ranah sosial budaya, dalam hal ini kajian gender lebih banyak berkonsentrasi dalam kajian sosial, budaya, psikologi, dan aspek-aspek non biologis. Kajian gender lebih menekankan kepada aspek maskulinitas dan feminitas seseorang.

Dalam diskursus gender, peran perempuan mengalami pergeseran sehingga menjadi pembicaraan dalam kajian ilmu pengerahuan. Pelibatan perempuan dalam berbagai aktifitas kehidupan mengalami tantangan dan hambatan dengan masih mendominasinya laki-laki dalam segala aktifitas kehidupan. 

Setidaknya problem gender yang dihadapi perempuan menurut Mansour Fakih ada lima faktor: pertama yaitu marginalisasi terhadap perempuan berupa pemiskinan perempuan dalam kehidupan sosial, politik, budaya, dan ekonomi. 

Kedua yaitu subordinasi berupa pergeseran peran perempuan dari yang memiliki peran di ranah publik, kemudian dibatasi hanya dalam ranah privat saja. Ketiga Stereotipe berupa pelabelan negatif kepada perempuan. Keempat kekerasan terhadap perempuan. Dan kelima adalah beban ganda yang dialami perempuan dalam menjalani kehidupan.

Perempuan dalam wacana kontemporer menjadi sebuah perspektif epistemologi yang mesti di bahas. Problematika perempuan dalam diskursus gender melahirkan gerakan perempuan yang sadar akan pembatasan dirinya dan menolak ketidakadilan yang terjadi dan berusaha membangun sistem gender yang lebih adil dengan mengoptimalkan peran perempuan dalam segala aspek kehidupan. 

Perkembangan pemikiran zaman sekarang menuntut adanya pembaharuan sosial berupa perbaikan peran perempuan.

Pada saat ini, fenomena gerakan perempuan ini merambah kedalam pemikiran Islam. Ajaran Islam yang tertulis di dalam al-Qur'an secara tegas menjelaskan bahwa perempuan dan laki-laki di hadapan Allah adalah sama kedudukannya (Q.S 49:13), terutama dalam melakukan perbuatan baik (Q.S 16:97). 

Dalam hal ini, Islam menyatakan bahwa perbedaan manusia hanya pada amal baik yang dilakukannya, sehingga perempuan dan laki-laki dituntut untuk selalu berusaha melakukan kebaikan tanpa melihat perbedaan. 

Bahkan usaha untuk mendekati Allah dalam pemikiran tasawuf dapat ditempuh seseorang ketika seseorang mampu menguatkan dimensi feminim/jamaliyah, dan mengendalikan dimensi maskulinitas/jalaliyah dalam diri manusia.

Dalam pemikiran Islam, setidaknya ada tiga golongan pemikiran yang dapat kita tipologikan dalam melihat problem perempuan dalam Islam berdasarkan epistemologi kajiannya. Pertama golongan ideal-formalistik yang mengedepankan nalar berpikir bayani, yaitu kerangka pemikiran yang berpijak pada otoritas teks yang diijtihadkan, sehingga melahirkan tafsir dan hukum-hukum dalam Islam. 

Sebagaimana kita ketahui, rata-rata para mujtahid merupakan laki-laki yang dalam proses pemikirannya menggunakan pendekatan pengalaman maskulin, dan jarang memperhatikan pengalaman feminin yang menurut Fatima Mernissi dan Amina Wadud cenderung melahirkan pemahaman yang misoginis terhadap perempuan. 

Dan juga nalar berpikir irfani, yaitu nalar berpikir yang mengedepankan pengalaman spiritual dalam memahami sebuah masalah. Golongan ideal-formalistik ini  bisa kita lihat dalam gerakan Islam Fundamentalis dan Konservatif.

Kedua golongan transformatif yang mengedepankan nalar berpikir burhani, yaitu nalar berpikir yang berpijak pada realitas yang kemudian diabstraksi dalam menjawab problem yang ditemui. Pemahaman ini cenderung liberal dan sekuler karena menepikan al-Qur'an sebagai teks yang otoritatif dalam Islam, yang menjadi sumber dan pedoman manusia dalam menjalani kehidupan. 

Kemudian yang ketiga adalah golongan reformatif yang menyintesiskan tiga nalar epistimologi tersebut sehingga dapat menjawab berbagai tantangan dan hambatan yang dialami perempuan tanpa adanya benturan antara realitas dan al-Qur'an.

Keperempuanan merupakan isu kritis dalam kehidupan manusia, bahkan dalam kehidupan organisasi. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai salah satu organisasi yang memiliki visi menyelaraskan kehidupan keummatan dan kebanggasan mesti menelaah isu ini dalam isu menejerial organisasi. 

Organisasi tentunya merupakan kumpulan identitas-identitas yang jelas sangat berpengaruh oleh kualitas maskulin dan feminin dalam pengalaman organisasi. HMI merupakan organisasi yang menyatakan diri sebagai organisasi yang berasaskan Islam. 

Oleh karenanya, HMI mencoba menafsirkan Islam yang selaras dengan realitas keindonesiaan yang menjadi misi yang diemban kader-kadernya dalam sebuah teks yang menjadi dokumen resmi HMI yaitu Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP). NPD, yang dirumuskan oleh Nurcholis Madjid (Cak Nur), merupakan intisari dari al-Qur'an dan Hadits yang berisi pokok-pokok pikiran tentang Ideologi Islam tentang kehidupan yang ideal. 

Tema-tema yang dibahas dalam NDP dirumuskan dalam delapan bab ini menjawab berbagai problem kehidupan peradaban manusia, sehingga mampu menghasilkan solusi untuk memajukan peradaban. 

Isu sentral dalam NDP adalah Tauhid sebagai basic value merupakan teologi pembebas manusia dari segala problem dengan membebaskan diri dari nilai-nilai tradisional yang menghambat kemajuan peradaban, yang mengarahkan kepada modernisasi nilai-nilai kehidupan.

Dalam sejarah gerakan Islam, upaya memodernisasi mengalami puncaknya ketika kekalahan bangsa Arab pada perang enam hari di tahun 1967. Isu-isu demokrasi, kesetaraan dan hal-hal yang menunjang hadirnya masyarakat civil society sebagai hal yang akan membangkitkan bangsa Arab digaungkan. 

Isu keperempuanan dalam Islam merupakan hal yang menjadi kajian dalam modernisasi nilai tersebut. Lahirnya tokoh seperti Fatima Mernissi di Maroko memberikan angin segar kajian perempuan yang progresif sehingga memberikan angin perubahan yang reformatif dalam kajian tentang keperempuanan dalam pemikiran Islam.

Refleksi perjalanan Cak Nur ke Timur Tengah pada tahun 1968 sebagaimana dalam penuturannya, yang menghasilkan NDP tentunya sangat berpengaruh dengan gejolak pemikiran yang terjadi di Bangsa Arab ketika itu.

 Secara eksplisit, Cak Nur tidak menuliskan dengan gamblang problem-problem yang dialami perempuan dalam peradaban Islami, akan tetapi NDP hanya membahas problem-problem peradaban secara umum. Tetapi secara implisit kita dapat menjawab problem keperempuanan dalam Islam, terkhusus bagaimana gerak perubahan sosial yang akan HMI lakukan, ketika kita mengaji NDP dengan perspektif keperempuanan.

Dalam NDP, ketidakadilan dalam kehidupan sosial terjadi karena adanya kehidupan kelas yang ditentukan lewat kekuatan ekonomi yang menciptakan golongan kaya dan miskin. Sehingga melahirkan kelas mustakbirin (penindas) yang berposisi sebagai thagut/tirani, dan kelas mustad'afin (tertindas). 

Posisi perempuan tentunya bisa kita masukkan dalam kondisi kelas musta'afin. Faktor yang menjadikan perempuan berada dalam posisi yang tertindas dikarenakan pemiskinan terhadap perempuan. 

Hal ini yang menyebabkan perempuan menjadi rentan terhadap kekerasan dan penindasan dalam peradaban. Menjadi sebuah pertanyaan kita adalah mengapa pemiskinan perempuan ini terjadi, yang menyebabkan kezaliman terhadap perempuan?

Menjawab pertanyaan di atas, bahwa akar segala kezaliman menurut NDP adalah kesyirikan. Syirik merupakan sikap seseorang menciptakan berhala, atau tempat bergantung selain kepada Allah, yang menyebabkan dia bergantung kepada berhala yang diciptakannya tersebut. Berhala tersebut bisa berupa keinginan-keinginan manusia yang mementingkan dirinya saja. 

Hal ini akan menjauhkan manusia dari fitrah kemanusiaannya yang senantiasa melakukan kebaikan sebagai wujud pengabdian dirinya kepada Allah. 

Sehingga tauhid menjadi sebuah nilai dasar yang membebaskan manusia dari segala belengu-belengu berhala tersebut dan mengarahkan manusia kepada fitrahnya sebagai manusia (Q.S 30:30) yang memahami bahwa tujuan dia diciptakan hanya semata-mata beribadah kepada Allah SWT (Q.S 43:56).

Dari pandangan singkat yang kami paparkan tentang NDP diatas kita dapat pahami problem kemanusiaan, termasuk didalamnya problem keperempuanan, merupakan hasil dari tirani maskulinitas yang menyebabkan aspek feminitas mendapat perlakuan penindasan. 

Dan dengan memahami tauhid yang benar, kita dapat membebaskan perempuan dari belengu penindasan dengan memberi ruang gerak kepada perempuan untuk bersama-sama dengan laki-laki untuk menciptakan peradaban yang dicita-citakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun