"Contohnya?"
"Misal, 'Selamat pagi, ibu. Semoga pagi ini sedang lowong ya waktunya.' Atau 'Selamat siang, ibu ... kalau waktu ibu sudah lowong mohon pesan saya bisa dibalas ya, bu ... ', bisa pakai kata-kata itu," jawab saya.
Lalu saya tambahkan, "Hindari kata-kata 'maaf', 'mengganggu', 'sibuk'. Gunakan kata-kata yang kita harapkan dia sedang dalam posisi tersebut. Kalau kita berharap dia sedang punya waktu lowong, ya gunakan kata-kata 'waktu lowong'."
"Jadi gak apa-apa, pak, gak perlu minta maaf?" Bunga masih ragu.Â
"Apa kesalahan kamu sehingga harus minta maaf?" tanya saya.
"Ya khawatir telah menggangu waktu dia ... " kilah Bunga.
"Kan dia sebagai mentor. Artinya dia sudah berkomitmen dong dengan tugas sebagai mentor. Apa pun kesibukannya. Coba bayangkan, kalau tidak ada kamu yang mengingatkan, apakah tugas atau komitmen dia sebagai mentor akan lancar jalannya? Seharusnya, bahkan sebaliknya, dia berterimakasih ke kamu," saya coba jelaskan.
Saya pun mencoba memahami perasaan dia. Selama tiga tahun dia sudah terbiasa dengan kata-kata itu, ya tidak mudah memang. Akhirnya saya tidak memaksa, tapi mencoba mengingatkan dia kata-kata motivasi "you are what you are thinking". Jadi, apa yang kita pikirkan, ya itulah yang terjadi. Bila kita berpikir kita telah mengganggu, ya kemungkinan besar kita benar-benar telah mengganggu. Begitu juga sebaliknya.Â
Jadi, saya sarankan dia untuk selalu berpikir apa yang kita mau  suatu hal terjadi. Bukan sebaliknya. Kalau kita mau seseorang ada waktu luang/lowong untuk kita, ya gunakan kata-kata itu. Bukan sebaliknya. That's it!
Semoga bisa membantu anak bimbingan kesayangan saya, dan juga semoga bermanfaat untuk para pembaca di sini, aamiiin ...Â
Â
Â