Mohon tunggu...
Arif Rochman
Arif Rochman Mohon Tunggu... -

Komite dan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)SMK Ma'arif 2 Gombong, Kebumen, Jateng. Mahasiswa S.2 Pasca sarjana Magister Pendidikan Islam (M.Pd.I)Universitas Sains Al- Qur'an (UNSIQ)Jawa Tengah di Wonosobo. Pemerhati masalah Politik,Sosial, Pendidikan, Hukum, Budaya, dan Wacana- wacana Ke- Islam- an, Hubungan antar agama, Mutikulturalisme. Penceramah dan Motivator progresif. Aktivis Muda Nahdlatul Ulama (NU)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Konsep Pendidikan Sufistik Abdurrahman Wahid

28 Maret 2013   23:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:03 1185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BAB  I

A.  Latar Belakang Masalah

Abdurrahman Wahid atau yang akrab dan lebih dekenal sebagai Gus Dur ini merupakan sosok seorang tokoh yang banyak memiliki berbagai macam sebutan dan julukan yang masing- masing memiliki kualitas yang menonjol dari mulai seorang Pemimpin organisasi besar NU, Politisi, aktivis LSM, Kolumnis, Budayawan, Pengamat sosial, sampai pengamat sepak bola. Semua hampir terdapat pada diri Gus Dur. Dari masing- masing yang melekat pada diri Gus Dur hampir- hampir bisa dikatakan memiliki kualitas yang mendalam. Sebagai contoh sebagai seorang praktisi politik Gus Dur menempati posisi yang berpengaruh dalam peta politik yang ada di negeri ini, dimulai sebagai ketua Dewan Syuro PKB sampai menjadi seorang Presiden Indonesia. Sebagai seorang budayawan Gus Dur juga mampu memberikan berbagai analisa- analisa dan wacana- wacana kebangsaan yang menjadi perhatian elemen Bangsa, sebagai seorang Cendekiawan Muslim atau Ulama Gus Dur mampu memberikan tafsir dan nilai- nilai pencerahan didalam kehidupan beragama, seperti halnya bagaimana Agama (Islam) harus bisa saling toleran, menghormati dan menghargai didalam pergaulan, bermasyarakat dan berbangsa antar seagama dan antar umat beragama.

Nilai- nilai keberagaman dan perhatian Gus Dur dalam kehidupan umat manusia menjadi cerminan sosok Gus Dur yang mendekati utuh sebagai seorang hamba Tuhan yang mendapatkan amanah sebagai seorang pemimpin (Kholifah fil ard), sebagaimana memang disebutkan dalam ayat Al- Qur'an bahwa setiap orang adalah pemimpin (Kholifah), yang harus kita tafsiri sebagai pemimpin dirinya sendiri, pemimpin untuk keluarga, pemimpin masyarakat, atau pemimpin bangsa.

Peran Gus Dur di masyarakat lebih dikenal sebagai seorang Pemimpin sebuah orgnisasi besar NU, Presiden (mantan) ke 4, Tokoh Politik, Budayawan, aktifis LSM, pembela golongan minoritas dan Tokoh Ulama. Dari sekian apa yang ada pada diri Gus Dur hampir bisa dikatakan merata, namun yang paling menonjol adalah sebagai seorang Tokoh Politik dan Tokoh Agama.

Dalam Proposal Tesis ini penulis berupaya untuk menjelaskan Konsepsi Pendidikan Sufistik dalam perannya sebagai seorang Tokoh Agama. Menjelaskan Gus Dur dari sisi aktifitas peranan perhatian Gus Dur dalam bidang politik, wacana kehidupan bernegara dan berbangsa, wacana kehidupan beragama, wacana- wacana  penyegaran kehidupan beragama adalah hal yang biasa dilakukan oleh para peneliti, namun menjelaskan Gus Dur dari sisi kehidupan spiritualitas kesufian dalam pandangan penulis belumlah ada yang secara sungguh- sungguh secara mendalam untuk menjelaskannya dalam sebuah karya yang utuh, maka untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menjelaskan sisi Sufistik tindakan Gus Dur yang berimplikasi pada aspek nilai- nilai Pendidikan Sufistik.

Ada beberapa alasan mengapa penulis meneliti permasalahan ini, diantaranya adalah: Pertama, Gus Dur adalah tokoh besar dengan gagasan besar, dengan sendirinya dia merupakan sosok yang layak untuk dikaji karena pikirannya dan tindakannya menjadi bahan perbincangan dan wacana yang selalu menarik perhatian publik. Kedua, sebagai seorang yang menjadi pelaku sejarah dari kehidupan beragama (islam) yang menempati posisi sentral dalam masanya, bahkan sampai akhir hidupnya, yang banyak memiliki pengikut dan pendukung (Jama'ah). Ketiga, sebagai seorang tokoh agama yang bergaul dan berkecimpung dalam banyak sektor kehidupan.

Peran Gus Dur yang luas itulah sehingga Gus Dur banyak memiliki para sahabat, pendukung, dan pengikut yang tersebar dimana- mana yang jelas secara otomatis banyak diikuti dan ditiru oleh para pengikutnya baik dalam sikap maupun dalam berpikir, sehingga Gus Dur mendapatkan julukan sebagai seorang Guru Bangsa yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dan mendidik umatnya agar menjadi manusia yang baik dan benar. Disamping peran Gus Dur yang luas dalam kehidupan berbangsa baik nasional maupun internasional, sejatinya Gus Dur merupakan seorang Pendidik, namun peran sebagai seorang pendidik kurang begitu disorot oleh media sehingga Gus Dur lebih dikenal sebagai seorang Tokoh Politik, Tokoh Agama, Pejuang Demokrasi, dan lain sebagainya. Sedangkan penelitian ini mencoba untuk mengungkap peran Gus Dur sebagai seorang Pendidik dimana awal karir Gus Dur dimulai, baik Pendidik secara formal maupun kultural sebagai seorang Guru maupun Kyai yang harus mendidik Umatnya. Penelitian ini mengkonsentrasikan pada pembahasan Konsep Pendidikan Sufistik Abdurrahman Wahid.

B.  Rumusan Masalah

Abdurrahman Wahid lebih dikenal sebagai seorang Tokoh Politik, Tokoh Agama, Pemimpin Organisasi, Pejuang Demokrasi dan lain sebagainya. Namun peran Gus Dur dalam wilayah Pendidikan kurang begitu disorot oleh khalayak, apalagi khususnya dalam wilayah pendidikan Tasawuf dan lebih dikenal sebagai halnya diatas yang sudah penulis sebutkan. Untuk itu penulis mencoba untuk merumuskan peran Gus Dur dalam wilayah Pendidikan Sufistik:

1. Bagaimana Biografi Abdurrahman Wahid.

2. Menjelaskan esensi nilai- nilai pendidikan Sufistik dari sikap dan pemikiran dan perbuatan.

3. Apakah Abdurrahman Wahid memiliki peranan yang signifikan dalam mendidik Masyarakat untuk beragama yang baik dengan menerapkan nilai- nilai ke- sufi- an yang menjadi esensi agama Islam.

4. Sikap dan tindakan serta pemikiran seperti apa yang mengandung nilai- nilai pendidikan sufistik dari Abdurrahman Wahid.

5. Sejauh mana tingkat pengaruh pendidikan kesufian Abdurrahman Wahid dalam kehidupan beragama pada Umat Islam.

C.  Tujuan Penelitian

Tujuanpenelitian ini adalah sebuah upaya untuk menganalisa, menggambarkan dan menjelaskan keterlibatan peran, sikap- sikap dan pemikiran Abdurrahman Wahid dalam Pendidikan Sufistik kepada umat Islam. Beberapa tujuan dari penelitian ini akan penulis jabarkan menjadi sebuah bentuk pernyataan sebagai berikut:

1. Menjelaskan peranan Abdurrahman Wahid dalam nilai- nilai Pendidikan Sufistik.

2. Menjelaskan sikap- sikap dan pemikiran Abdurrahman Wahid yang mengandung nilai- nilai pendidikan Sufistik

3. Mengetahui sejauh mana pengaruh Abdurrahman Wahid dalam nilai- nilai Pendidikan Sufistik.

4. Menjelaskan Abdurrahman Wahid bukan hanya saja sebagai seorang Tokoh Politik, Tokoh Agama, Tokoh Demokrasi dan simbol lain yang melekat pada dirinya, namun juga yang lebih penting dalam penelitian ini adalah menjelaskan Abdurrahman Wahid sebagai seorang Pendidik umat yang mengajar dan mendidik umat dengan sikap dan pemikiran nilai- nilai sufistik.

D.  Manfaat Penelitian

Penelitian ini yang berjudul "Konsep Pendidikan Sufistik Abdurrahman Wahid" memiliki beberapa manfaat dan kegunaan baik secara literal kepustakaan maupun konseptual dalam dunia pendidikan pada umumnya dan khususunya dalam masalah kesufian yang di jelaskan dengan sikap dan pemikiran dari Abdurrahman Wahid. Adapun kegunaan penelitian ini penulis perinci diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui peranan Gus Dur bukan hanya sebagai Tokoh Politik, Pejuang Demokrasi, Tokoh Agama, DLL, namun mengetahui peranan Gus Dur dalam dunia pendidikan, khususnya peranan Gus Dur dalam Pendidikan Sufistik.

2. Mengenal Abdurrahman Wahid sebagai seorang Tokoh Pendidik Umat (Guru Bangsa) yang mendidik dan mengajarkan nilai- nilai kesufian dalam sikap- sikap dan pemikirannya.

3. Memperkaya tentang kajian dan kepustakaan konsepsi pendidikan nilai- nilai Sufistik.

4. Memahami nilai- nilai pendidikan Sufistik sikap dan pemikiran Abdurrahman Wahid.

E.  Telaah Pustaka

Penelitian tentang Abdurrahman Wahid sudah banyak dilakukan baik oleh para Akademisi, penulis, pemerhati, intelektual, dan ilmuwan baik dalam maupun luar negeri. Adapun studi tentang Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang pernah dilakukan dari sekian itu diantaranya adalah:

1. Penelitian Arif Rochman (2005) yang berjudul " Konsepsi Pendidikan Kepemimpinan Nahdlatul Ulama: Studi analisis pola kepemimpinan Abdurrahman Wahid dan Hasyim Muzadi" yang membahas tentang. Pertama, sepak terjang kepemimpinan Abdurrahman Wahid dan Hasyim Muzadi selama memimpin Nahdlatul Ulama yang dilihat dari perspektif pemikiran, pernyataan dan tindakan yang mengandung nilai- nilai kependidikan kepemimpinan. Kedua, perbedaan karakter pendidikan kepemimpinan diantara Abdurrahman Wahid dan Hasyim Muzadi. Abdurrahman Wahid lebih menonjol pada gerakan pendobrak dari pemikiran- pemikiran yang konservatif, memodernkan pemikiran dan gerakan organisasi Nahdlatul Ulama, sedangkan Hasyim Muzadi pada wilayah penataan organisatoris sehingga NU menjadi sebuah organisasi yang memiliki manajemen organisasi yang baik.

2. Penelitian Muhammad Rifai (2010) yang berjudul " Gus Dur: KH. Abdurrahman Wahid Biografi singkat 1940- 2009", kajian ini membahas tentang: Pertama, penelitian ini membahas tentang sejarah kehidupan, dari masa kecil, masa pendidikan, sampai masa perjuangan baik itu sebelum di NU, ketika memimpin NU, ketika di LSM, di Partai PKB, sampai menjadi Presiden bahkan tatkala setelah tidak lagi menjadi Presiden. Kedua, penelitian ini membahas tentang pemikiran- pemikiran dari mulai tentang pluralisme, humanisme, kebudayaan, agama sampai demokrasi. Ketiga, membahas sekitar tentang beberapa kontraversi pemikiran dan pernyataan, dan juga ada pembahasan tentang masalah dunia Tasawuf dan Sufistiknya. Keempat, sekitar pandangan- pandangan para tokoh multi kalangan tentang sosok Gus Dur, dari mulai kalangan pesantren, akademisi, politisi, hingga kalangan artis.

3. Penelitian Al- Zastrouw Ng (1999) yang berjudul "Gus Dur siapa sih sampeyan: Tafsir teoritik atas tindakan dan pernyataan Gus Dur", kajian ini membahas tentang: Pertama, penafsiran atas pernyataan- pernyataan dan tindakan Gus Dur yang berkaitan dengan permasalahan pembelaan terhadap orang- orang yang tertindas. Kedua, menjelaskan Gus Dur dalam keterlibatan Reformasi dan Demokratisasi yang sedang berjalan dan berproses di Indonesia. Ketiga, menjelaskan Gus Dur dalam mensikapi permasalahan politik era reformasi yang sedang terjadi. Keempat, menjelaskan keterlibatan Gus Dur dalam memahami sebuah agama yang substantif kontekstual yang dibuktikan dengan sikap- sikapnya dan pernyataannya dalam mensikapi keadaan Indonesia.

4. Penelitian Ahmad Suaedy dan Ulil Absor Abdalla (Editor: 2000) yang berjudul " Gila Gus Dur: Wacana pembaca Abdurrahman Wahid", penelitian ini membahas lebih terkonsentrasi pada wilayah sepak terjang Gus Dur dalam mensikap berbagai macam kondisi bangsa Indonesia yang sedang terjadi dari mulai isyu- isyu politik, kenegaraan, sosial, budaya, demokrasi, puralisme, hingga hubungan antara umat dan golongan, seperti bagaimana memformat hubungan antar umat beragama yang saling toleran, saling menghormati, dan saling tolong menolong yang mewujudkan diri menjadi substansi nilai- nilai agama.

5. Penelitian MN. Ibad dan Akhmad Fikri AF (2012) yang berjudul "Bapak Tionghoa Indonesia" penelitian ini membahas. Pertama, menjelaskan Gus Dur dari sisi silsilah dan geneologi keturunan yang berhubungan dengan bangsa Tionghoa yang tepatnya dari keturunan Marga Tan Kim Han. Kedua, pembelaan- pembelaan Gus Dur terhadap kalangan minoritas dan dalam penelitian ini adalah pembelaan Gus Dur pada warga Tionghoa untuk disejajarkan hak dan kewajibannya dengan masyarakat yang lain dalam berbagai bidang, adapun bukti-nya adalah ketika menjadi Presiden Gus Dur mencabut Inpres no. 14 th 1967 yang melarang semua bentuk ekspresi keagmaan dan adat Tionghoa dimuka umum, bahkan mengumumkan bahwa Tahun Baru Imlek menjadi Hari Libur Nasional sebagaiman hari- hari libur lainnya. Ketiga, penelitian ini berbicara tentang pandangan kebangsaan Gus Dur dimana setiap warga negara berhak mendapatkan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama dari negara. Bahwa warga negara tidak boleh terjebak pada pengkotak- kotakan ras, suku, agama, dan keyakinan, semuanya harus hidup saling tolong menolong, toleran, bekerja sama, tidak saling curiga, semata- mata demi kedamaian bermasyarakat, bernegara dan berbangsa.

6. Penelitian Gus Nuril Soko Tunggal dan Khoirul Rosyadi (2010) yang berjudul "Ritual Gus Dur dan Rahasia Kewaliannya" yang membahas tentang. Pertama, penafsiran terhadap beberapa sepak terjang Gus Dur dalam perspektif nalar spiritual Sufistik keterlibatannya dalam permasalahan kontemporer bangsa. Kedua, dunia mistik yang melingkupi dalam sepak terjang Gus Dur baik dari awal sejarah sampai akhir sejarah. Ketiga, beberapa hal tentang seputar status Kewalian Gus Dur dalam merespon setiap permasalahan bangsa yang bukan hanya dipecahkan hanya sebatas menggunakan rasionalitas saja, namun ada sisi- sisi nilai spiritualitas sufisme dan mistik.

Dari sekian penelitian yang dilakukan oleh banyak kalangan baik oleh peneliti, akademisi, penulis, intelektual dan pemerhati tentang Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ternyata lebih banyak berbicara tentang Abdurrahman Wahid sebagai seorang Tokoh Politik, Budayawan, Cedekiawan, Tokoh Agama, dan sepak terjang Abdurrahman Wahid sebagai Tokoh NU, LSM sampai sebagai seorang Presiden, sebagaimana contoh penelitian yang penulis sampaikan diatas, padahal Abdurrahman Wahid adalah seorang tokoh besar dan banyak memiliki gagasan besar. Untuk itu penulis mencoba untuk meneliti sikap, pernyataan dan perbuatan Abdurrahman Wahid dalam Perspektif dunia Pendidikan yang berdampak pada nilai- nilai Pendidikan Sufistik, dengan lebih tepat berjudul "Konsep Pendidikan Sufistik Abdurrahman Wahid ".

F.  Kerangka Teori

1.  Teori Pendidikan

Menurut Muri Yusuf sebagaimana dikutip oleh Sembodo Ardi Widodo bahwa Secara etimologis, pendidikan berasal dari kata "didik" yang mempunyai arti mengasuh anak, membimbing kearah yang lebih baik, memajukan mental, perkembangan moral ataupun keindahan fisik.

Menurut Abdul Choliq yang mengutip dari Mansur bahwa pendidikan adalah pemberdayaan manusia dan disamping itu pendidikan merupakan suatu upaya mewariskan nilai yang akan menjadi penolong dan penuntun dalam menjalani kehidupan, sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia.

Menurut Nana Sudjana yang dikutip oleh Abdul Choliq bahwa Pendidikan adalah upaya manusia untuk memanusiakan manusia, pada dasarnya adalah untuk mengembangkan kemampuan dan potensi manusia sehingga bisa hidup layak, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan juga bertujuan mendewasakan anak, kedewasaan tersebut mencakup pendewasaan intelektual, sosial, dan moral tidak semata- mata kedewasaan dalam arti fisik. Pendidikan adalah proses sosialisasi untuk mencapai kompetensi pribadi dan sosial sebagai dasar untuk mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya.

Dalam bukunya yang berjudul Ilmu Pendidikan Islam Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir menjelaskan pengertian pendidikan Islam dengan mengutip dari beberapa tokoh- tokoh dunia pendidikan Islam, seperti diantaranya adalah;

a. Muhammad al- Toumi al- Syaibani mendefinisikan pendidikan islam dengan: "Proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan sebagai profesi diantara profesi- profesi asasi dalam masyarakat.

b. Muhammad Javed al- Sahlani dalam al- Tarbiyah wa al- Ta'lim Al- Qur'an al- Karim mengartikan pendidikan Islam dengan "Proses mendekatan manusia kepada tingkat kesempurnaan dan mengembangkan kemampuannya.

Tujuan umum pendidikan ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa harus dapat tergambar pada pribadi seseorang yang sudah dididik, walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkat- tingkat tersebut.

2.  Teori Sufistik

Sufisme atau Tasawuf sendiri adalah salah satu bentuk spiritualitas Islam, yang diakui memiliki andil yang sangat besar dalam berbagai bidang pengembangan umat Islam di dunia, sepeninggalan Rasulullah dan para sahabat khulafau al- Rasyidin. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang datang kemudian, setelah fiqih dan kalam. Dikatakan demikian, sebab Tasawuf menempatkan dirinya pada posisi terdalam dibalik praktek- praktek ritual yang di- syariat- kan, kemudian menjadi tindak lanjut amaliah, dari sekedar fiqh dan pemikiran kalam, yang diamalkan secara nyata dalam kehidupan sehari- hari seorang muslim. Jika dilihat dari garis besar ajaran Islam, maka Tasawuf masuk dalam bidang Ihsan, setelah Iman dan Islam itu sendiri.

Istilah Sufi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai dengan (n) ahli ilmu Tasawuf; ahli ilmu suluk (Tim Penyusun KKBI, 2008: 1382). Sedangkan kata "tasawuf" selalu diperdebatkan asalnya. Para ahli bidang tasawuf, belum menemukan kesepakatan dalam merumuskan definisi dan batasan tegas berkaitan dengan pengertian tasawuf. Hal ini disebabkan terutama karena kecendrungan spiritual terdapat pada setiap agama, aliran filsafat dan peradaban (Alwi Shihab, 2001: 27).

Beberapa pengertian tentang Sufi atau tasawuf dari para tokoh adalah sebagai berikut:

a. Syaikh Prof. Dr. Ali Jum'ah, Mufti Mesir, dalam al- Bayan berkata: " Tasawuf adalah sebuah metode tarbiyah jiwa (ruh) dan suluk yang dijadikan jalan untuk meniti tangga derajat maqam ihsan sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah.

b. Sedangkan secara terminologi, Zakaria al- Anshari berkata, tasawuf adalah ilmu yang dengannya diketahui tentang pembersihan jiwa, perbaikan budi pekerti serta pembangunan lahir dan batin untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi (Abdul Qadir Isa, 2005: 4).

c. J. Spencer Trimingham mendefinisikan seorang sufi atau ahli tasawuf merupakan orang yang bisa berhubungan langsung dengan Tuhan (Trimingham, 1971: 1).

d. Abu Hasan Asy- Syadzili mendefinisikan tasawuf untuk melatih jiwa agar tekun beribadah dan mengembalikannya kepada hukum- hukum ketuhanan (Abdul Qadir Isa, 2005: 4).

e. Ibnu Ujabah mengartikan, tasawuf sebagai ilmu yang dengannya diketahui cara untuk mencapai Allah, membersihkan batin dari semua akhlak terpuji. Bahkan Ibnu Ujabah membagi tasawuf dalam 3 kategori, awalnya tasawuf merupakan Ilmu, tengahnya merupakan Amal dan akhirnya merupakan Karunia. Jadi seorang sufi merupakan orang yang hati dan interaksinya murni hanya untuk Allah, sehingga Allah memberinya karomah (Abdul Qadir Isa, 2005: 4).

Definisi tasawuf dari sudut al- bidayah, antara lain dikemukakan oleh:

1) Ma'rufah-Karkhy (w200H), bahwa tasawuf adalah Mencari yang hakikat, dan putus asa terhadap apa yang ada ditangan makhuk. Barang siapa yang belum bersungguh- sungguh dengan kefakiran, maka berarti belum sungguh- sungguh dalam bertasawuf.

2) al- Nakhsyaby (w 245) menyatakan bahwa Seorang sufi itu tidak terkotori (hatinya) oleh sesuatu, dan segala sesuatu menjadi jernih.

3) Sahal al- Tustury (w 283) mendefinisikan tasawuf dengan Seorang sufi ialah orang yag hatinya jernih dari kotoran penuh pemikiran, terputus hubungan dengan manusia, dan memandang antara emas dan kerikil.

4) Abu Muhammadal- Jariri mengartikan tasawuf dengan Masuk kedalam akhlak mulia dan keluar dari semua akhlak yang hina.

5) Al- Kanany mengatakan bahwa Tasawuf itu adalah akhlak mulia, barang siapa yang bertambah baik akhlaknya, maka bertambah pula kejernihan hatinya.

6) Al- Nuri yang mengatakan bahwa tasawuf adalah Bukan yang disebut tasawuf itu sekedar tulisan dan ilmu,  tetapi ia adalah akhlak yang mulia. Sekiranya ia hanya sekedar tulisan, maka dapat diusahakan dengan sungguh-sungguh, seandainya ilmu tentu akan boleh dengan belajar, namun ia adalah berakhlak dengan akhlak Allah. Kaeadaan ini tidak bisa diperoleh dengan tulisan dan ilmu.

Secara substansial, tasawuf memiliki beberapa ajaran yang berdimensi sosial, antara lain Futuwwah dan Itsar. Apabila Ibn al- Husain al- Sulami (1992) mengartikan futuwwah (kesatria) dari kata fata (pemuda), maka untuk masa sekarang maknanya bisa dikembangkan menjadi seorang yang ideal, mulia, dan sempurna. Atau bisa juga diartikan sebagai seorang yang ramah dan dermawan, sabar dan tabah terhadap cobaan, meringankan kesulitan orang lain, pantang menyerah terhadap kedhaliman, ikhlas karena Allah SWT, dan berusaha tampil kepermukaan dengan sikap antisipatif terhadap masa depan dengan penuh tanggung jawab. Adapun arti al- Itsar, yaitu lebih mementingkan orang lain dari pada diri sendiri (al- Hasyr/ 59: 9).

3.  Teori Interaksionisme Simbolik

Ada beberapa hal yang perlu ditegaskan dalam mengawali pembicaraan tentang interaksi simbolis ini. Pertama, interaksi simbolisme membawa makna bahwa teori ini menitik beratkan kemampuan manusia untuk menciptakan simbol- simbol dan mempergunakannya. Kedua, manusia mempergunakan simbol- simbol tertentu untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Ketiga, dengan menginterpretasikan sibol-simbol yang diberikan oleh pihak lain seorang individu akan berprilaku tertentu sebagai tanggapan terhadap adanya simbol yang ia terima (Zamroni, 1992: 54- 55).

Istilah teori interaksionisme simbolis berasal dari Herbert Blumer yang mempelajari bagaimana setiap individu berkembang secara sosial sebagai akibat dari partisipasinya dalam kehidupan bermasyarakat.

Premis yang dikemukakan blumer mengenai interaksi simbolik. Pertama, interaksi simbolik merujuk pada karakter interaksi khusus yang berlangsung antara manusia. Aktor tidak semata- mata bereaksi terhadap tindakan yang lain tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain. Respon aktor baik secara langsung maupun tidak selalu didasarkan atas penilaian makna tersebut. Oleh karenanya, interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol- simbol penafsiran atau dengan menemukan makna tindakan orang lain. Kedua, manusia itu memiliki "kedirian" (self). Ia dapat membuat dirinya sebagai objek dari tindakannya sendiri, atau ia bertindak menuju pada dirinya sendiri. Adapun indikasi kedirian itu kita sebut dengan keseluruhan kesadaran. Kesadaran individu itu bertingkat- tingkat dari denyut jantung sampai pada makna yang rumit, semuai ini merupakan indikasi kedirian, dan kehidupan kesadaran manusia mengalir pada indikasi kedirian. Lebih jauh lagi, kedirian (self) dan bentuknya itu dijembatani oleh bahasa yang mendorong manusia yang mengabstraksikan sesuatu yang berasal dari lingkungannya, dan memberikan makna (membuatnya menjadi suatu objek). Objek itu bukan hanya merupakan rangsangan tetapi ia dibentuk oleh disposisi tindakan individu. Dengan pengertian semacam ini, maka manusia cenderung membangun dan memperbaharui tindakannya dan dunianya (Zeitlin, 1998: 331- 332).

Menurut blumer, sebagaimana dikutip poloma (2000: 258), bahwa interaksionisme simbolis bertumpu pada tiga premis; yaitu:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna- makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka.

2. Makna tersebut berasal dan "interaksi sosial seseorang dengan orang lain".

3. Makna- makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial berlangsung.

Teori interaksionisme simbolis merujuk pada karakter interaksi khusus yang berlangsung antar manusia. Aktor tidak semata- mata beraksi terhadap tindakan yang lain, tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain, tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain. Respon aktor secara langsung maupun tidak, selalu didasarkan atas penilaian makna tersebut. Oleh karena itu, interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol- simbol penafsiran atau dengan menemukan makna tindakan orang lain.

Dalam konteks itu, menurut blumer, aktor akan memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan dan mentransformasikan makna dalam kaitannya dengan situasi dimana dan kemana arah tindakannya. Sebenarnya, interpretasi harus tidak dianggap hanya sebagai penerapan makna- makna yang dipakai dan disempurnakan sebagai instrumen bagi pengarahan dan pembentukan tindakan. Blumer mengatakan individu bukan dikelilingi oleh lingkungan objek- objek potensial yang mempermainkannya dan membentuk prilakunya. Gambaran yang benar ialah dia membentuk objek- objek itu.

Dalam pada itu, individu sebenarnya sedang merancang objek- objek yang berbeda, memberinya arti, menilai kesesuaiannya dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian tersebut. Inilah yang dimaksud dengan penafsiran atau bertindak berdasarkan simbol- simbol.

Dengan begitu, manusia merupakan aktor yang sadar dan reflektif, yang menyatukan objek- objek yang diketahuinya melalui apa yang disebut Blumer sebagai self- indication. Self- indication adalah proses komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna itu. Proses self- indication ini terjadi dalam konteks sosial dimana individu mencoba "mengantisipasi" tindakan- tindakan  orang lain dan menyesuaikan tindakannya sebagaimana dia menafsirkan tindakan itu.

4.  Teori Hermeneutika

Ada tiga aliran utama Hermeneutika yang memiliki definisi sebagai berikut:

1. Aliran obyektivis: aliran yang lebih menekankan pada pencairan makna asal dari obyek penafsiran (teks tertulis, teks diucapkan, prilaku, simbol- simbol kehidupan, dll). Jadi penafsiran adalah upaya merekontruksi apa yang dimaksud oleh pencipta teks. Diantara yang bisa digolongkan dalam aliran ini adalah pemikiran Scheleiermacher dan Dilthey.

2. Aliran subyektivis: aliran yang lebih menekankan pada peran pembaca/penafsir dalam pemaknaan terhadap teks. Pemikiran-pemikiran yang tergolong dalam aliran ini beragam. Ada yang sangat subyektivis, yakni 'dekontruksi' dan reader response criticism, ada juga agak subyektivis, yakni poststrukturalisme, dan ada juga yang kurang subyektivis, yakni strukturalisme.

3. Aliran yang berada di tengah-tengah antara dua aliran di atas. Yang bisa dimasukkan dalam kategori ini adalah pemikiran Gadamer dan Gracia. Aliran ini memberikan keseimbangan antara makna asal teks dan peran pembaca dalam penafsiran.

Berikut adal beberapa pengertian Hermeneutika dari beberapa tokoh:

a. Friedrich Schleiermacher mengatakan bahwa hermeneutika adalah seni memahami', yang terbagi kedalam tiga tingkatan:

1) Pemahaman 'mekanik' dalam kehidupan keseharian

2) Pemahaman yang didasarkan atas pengalaman

3) Pemahaman artistik terhadap ungkapan dan tulisan yang sulit dipahami.

Friedrich Schleiermacher mengatakan secara eksplisit bahwa hermeneutika yang dibangunnya adalah Hermeneutika gramatikal dan Hermeneutika Psikologis. Hermeneutika gramatika adalah penafsiran yang didasarkan pada analisa bahasa. Oleh karena itu seorang penafsir harus menguasai aspek- aspek bahasa. Sedangkan Hermeneutika Psikologis adalah bahwa seorang tidak bisa memahami sebuah teks hanya dengan semata- mata memperhatikan aspek bahasa saja, melainkan juga dengan memperhatikan aspek 'kejiwaan' pengarangnya, seorang penafsir harus memahami seluk- beluk pengarangnya.

b. Menurut Hans Georg Gadamerbahwa setiap pemahaman selalu merupakan sesuatu yang bersifat historik dialektik, pemahaman sangat terkait dengan sejarah dalam pengertian bahwa pemahaman itu  merupakan fusi dari masa lalu dengan masa kini. Menurutnya sejarah adalah sebuah perjalanan tradisi yang ingin membangun visi dan horison kehidupan di masa depan. Setiap manusia dan setiap generasi adalah anak kandung dan sekaligus pewaris sebuah tradisi. Sebuah tradisi akan berbicara kepada kita ketika secara kritis kita interogasi yang kemudian melahirkan sebuah persahabatan yang diikat oleh keinginan untuk berbagi pengalaman dan gagasan antar generasi. Pendekatan seperti ini disebut Gadamer sebagai  Effektive History.

c.Habermas berpendapat bahwa pemahaman hermeneutik melibatkan tiga kelas ekspresi kehidupan, yaitu : linguistik, tindakan, dan pengalaman. Memahami pada dasarnya membutuhkan dialog, sebab proses memahami adalah proses kerjasama dimana pesertanya saling menghubungkan diri satu dengan lainnya secara serentak di dunia kehidupan (lebenswelt).Lebenswelt mempunyai tiga aspek, yaitu dunia objektif, dunia sosial, dan dunia subjektif. Dunia objektif adalah totalitas semua entitas atau kebenaran yang memungkinkan terbentuknya pernyataan-pernyataan yang benar. Jadi, totalitas yang memungkinkan kita berpikir secara benar tentang semua hal, termasuk manusia dan binatang. Dunia sosial adalah totalitas semua hubungan interpersonal atau antar pribadi yang dianggap sah dan teratur. Dunia subjektif adalah totalitas pengalaman subjek pembicara atau sering juga disebut “duniaku sendiri”, pengalamanku sendiri. Menurut Habermas, pemahaman dalam hermeneutik mempunyai tiga momen, yaitu : pertama, pengetahuan praktis-reflektif yang mengarah pada pengetahuan diri, dengan cara membaur diri dengan masyarakat.Kedua, Pemahaman yang kaitannya dengan kerja dan tindakan yang nyata (praksis). Ketiga, pemahaman yang global, yang mengandaikan adanya tujuan khusus, dapat ditentukan secara independen, dengan tujuan akhirnya kehidupan sosial.

d.  Prinsip- prinsip hermeneutika Heidegger dalam suatu prosedur penafsiran adalah sebagai berikut.Pertama, biarkan fakta-fakta berbicara sendiri, hal ini berarti manusia harus sadar bahwa selama ini manusia selalu bicara dengan penuh kepentingan, asumsi, kehendak, harapan tentang fakta-fakta. Kedua, tidak ada fakta telanjang tak terinterpretasi, fakta selalu relatif terhadap latar belakang konseptual-teoritis yang kita miliki.

e. Jorge J. E. Gracia mengatakan bahwa hermeneutika merupakan interpretasi terhadap sebuah penjelas atau penterjemah. Interpretatio juga diartikan dengan 'translation' (penerjemahan); jadi menterjemahkan sebuah teks kedalam bahasa lain disebut dengan interpretatio. Terakhir, istilah tersebut dipakai untuk menunjukkan makna 'explanation' (penjelasan), dan dengan arti ini interpretasi berarti menjelaskan sesuatu yang tersembunyi dan tidak jelas, membuat sesuatu yang tidak teratur menjadi teratur, yang menyediakan informasi tentang sesuatu atau yang lainnya.

G.  Hipotesis

Hipotesis ini merupakan kesimpulan sementara dari penelitian ini yang berjudul "Konsep Pendidikan Sufistik Abdurrahman Wahid". Diantara Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bahwa Abdurrahman Wahid disamping memiliki berbagai macam kompetensi sebagai seorang tokoh Politik, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Intelektual, beliau juga seorang Pendidik Masyarakat atau dalam kontek penelitian ini adalah seseorang yang melakukan aktivitas Pendidikan terhadap masyarakat dalam bidang Sufistik, hal itu dibuktikan dengan sikap- sikap, pemikiran dan perbuatan untuk selalu mengedepankan nilai- nilai Sufisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti Pantang menyerah didalam memperjuangkan kebenaran, merespon keadaan sosial masyarakat, mengajarkan nilai- nilai toleransi, tidak mementingkan diri sendiri dan membantu serta menolong kaum yang tertindas, yang itu merupakan aktualisasi nilai- nilai Sufisme dalam masyarakat modern.

2. Konsep pendidikan sufistik yang ditawarkan oleh Abdurrahman Wahid bertumpu pada pemahaman dan pengamalan nilai- nilai ajaran Islam yang substansial yang di aktualisasikan dalam pemikiran, pernyataan dan tindakan sebagai perwujudan dari ekspresi Sufisme dunia modern sehingga secara otomatis mempengaruhi pihak- pihak, individu, maupun masyarakat yang lain, sehingga secara langsung maupun tidak hal ini adalah nilai- nilai pendidikan yang dilakukan oleh Abdurrahman Wahid.

3. Abdurrahman Wahid memiliki tingkat pengaruh yang luas didalam proses pendidikan penyadaran, penyebaran nilai- nilai Sufistik dalam dunia modern, yang hal tersebut bisa dilihat dari hasil- hasil perjuangan, seperti perubahan paradigma masyarakat didalam memandang kehidupan dunia, dan memandang keadaan lingkungan sekitar dan apresiasi dari berbagai golongan masyarakat yang lain atas perjuangannya, yang sebenarnya hal tersebut merupakan bentuk dari nilai Sufisme.

H.  Metode Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan berbagai macam metode- metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dan menggunakan jenis penelitian Kualitatif, karena dalam penelitian ini peneliti akan mengumpulkan data, mengkaji Kepustakaan tentang Sufisme, Pendidikan, Kajian Pustaka tentang Abdurrahman Wahid, mengolah data- data yang berkaitan, memahami, menafsirkan, dan menganalisis- nya. Penelitian ini adalah penelitian Literature (Library Research).

"Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara yang kuantifikasi lainnya."

"Menurut Anselm Strauss dan Juliet Corbin penelitian kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang temuan- temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya."

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini mengacu pada judul penelitian ini adalah "Konsep Pendidikan Sufistik Abdurrahman Wahid", sehingga subyek pembahasannya pada sekitar masalah Pendidikan, Sufisme, dan Sejarah hidup, pemikiran, pernyataan dan tindakan Abdurrahman Wahid dalam kontek Konsep Pendidikan Sufistik.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan beberapa cara untuk diolah menjadi bahan- bahan penelitian:

a. Library Research

Library Research atau lebih mudah kita artikan sebagai penelitian kepustakaan, kajian kepustakaan, dengan menelusuri reverensi- reverensi yang berkaitan dengan pengertian Pendidikan, Pengertian Sufisme atau Tasawuf, dan kepustakaan yang membahas tentang Sejarah, pemikiran, pernyataan dan tindakan- tindakan Abdurrahman Wahid yang ditinjau dari konsep Pendidikan Sufisme.

b. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal- hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya (Lexy Moleong, 2004).

Dalam penelitian ini penulis akan mengumpulkan dokumentasi materi yang berkaitan dengan pengertian pendidikan, Sufisme, dan sejarah pemikiran, pernyataan, dan tindakan Abdurrahman Wahid. Baik itu seperti Surat Kabar, majalah, transkrip, catatan, hasil- hasil penelitian, buku- buku yang menunjang dengan judul penelitian ini.

c. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Seperti wawancara dengan sahabat Gus Dur yaitu Muhammad AS Hikam, kalangan Ulama seperti KH. Mukhotob Hamzah, KH. Faqih Muntaha, KH. Yusuf Chudori, Kalangan Pesantren lainnya, kalangan praktisi pendidikan, Serta menampilkan wawancara yang sudah ditampilkan oleh hasil- hasil penulisan dan penelitian yang terdahulu.

I.  Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan yang akan peneliti lakukan sebagai langkah- langkah dan proses penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan bahan- bahan penelitian seperti hasil penelitian, majalah, surat kabat, buku- buku yang berkaitan dengan pendidikan, sufisme, dan pemikiran, pernyataan dan perbuatan Abdurrahman Wahid untuk selanjutnya di interpretasikan dan di analisis.

2. Melakukan wawancara dengan tokoh- tokoh yang pernah bersinggungan dengan Abdurrahman Wahid seperti Muhammad AS Hikam, KH. Yusuf Chudori, KH. Faqih Muntaha, KH. Mukhotob Hamzah, Melakukan wawancara dengan praktisi pendidikan.

3. Melakukan dan membangun konstruksi penelitian serta analisa dan interpretasi terhadap data- data yang telah dikumpulkan lalu menuliskannyai menjadi kalimat yang tersusun dengan sistematis, argumentatif sebagai hasil dari sebuah penelitian.

4. Mengaitkan dan menghubungkan proses- proses penelitian, pengolahan data- data yang ada dengan kerangka teori yang peneliti sajikan, kemudian diproses dan dikonstruksi menjadi hasil penelitian berdasar kerangka teori yang penulis sajikan.

J.  Daftar Pustaka

Al-mirzanah, syafaatun dan Sahirin Syamsudin. (2011). Pemikiran Hermeneutika dalam Tradisi Barat. Yogyakarta: Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga

Al-Zastrauw Ng. ( 1999). Gus Dur, Siapa sampeyan? Tafsir Teoritik atasTindakan dan Pernyataan Gus Dur. Jakarta: Erlangga.

Arifin, Muzayyin. (2009). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Choliq MT, Abdul. (2012). Diskursus Manajemen Pendidikan Islam. Semarang: Rafi Sarana Perkasa.

Daradjat, Zakiah. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara

J.Meleong Lexi. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. (Rev.ed). Bandung: PT Rosdakarya

Muhammad, Nurhidayat. (2012). Lebih dalam Tentang NU Telaah Tentang Amaliah Nahdliyin serta Menyingkap Fatwa, Manhaj dan IdeologibUlamadan Tokoh salafi Wahabi.Surabaya: Bina ASWAJA.

MN. Ibad Ahmad Fikri AF.(2012). Bapak Tionghoa Indonesia. Yogyakarta: LKis Group.

Rifai, Muhammad. ((2010). GUS DUR Biogr afi Singkat1940-2009. Yogyakarta: Garasi Hous O Book

Samsudin, Sahiron. (2009). Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur'an.Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press.

Sodiq, Muhammad. (2004).Dinamika Kepemimpinan NU Refleksi Perjalanan KH. Hasyim Muzadi. Jawa Timur: Lajnah Ta'lif wa Nasry.

Soko Tunggal, Gus Nuril dan Rosyadi Khoerul. (2010). Ritual Gus Dur dan RitualKewaliannya.Yogyakarta: Galang Press.

Staruss, Anselm dan Juliet Corbin. (2003). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, alih bahasa Muhammad Shodiq dan Imam Muttaqien. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suady, Ahmad dan Ulil Abshar. (2000). Gila Gusdur Wacana PembacaAbdurrahman Wahid. Yogyakarta: LKiS

Suyanto. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Medi Group.

Syukur, Amin. (2003). Tasawuf Kontekstual Solusi Problem Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

. (2011). Sufi Healing Terapi dalam Literatur Tasawuf. Semarang: Walisongo Press.

. (2012). Tasawuf Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

. ((2012). Menggugat Tasawuf Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

. (20101). Pengantar Studi Islam.Semarang: Pustaka Nuun.

Syukur, Amin dan Masyharudiddin. (2012). Intelektualitas Tasawuf. Semarang: Pustaka Pelajar.

UNSIQ. (2012). Pedoman Penulisan Tesis Magister Pendidikan Islam MagisterStudy Islam Program Pasca Sarjana Universitas Sains Al-Qur'an. Wonosobo

Widodo, Sembodo Ardi. ( (2009). Pendidikan Islam di Indonesia Dasar Pemikiran dan Implementasi. Yogyakarta: Pustaka Felika

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun