Jika sudah begitu apa untungnya coba. Pasti ada pihak tertentu yang menjala di air keruh. Tentu saja akan merugikan banyak pihak. Kegaduhan demi kegaduhan tak henti-hentinya.
Coba jika sedikit sabar, teliti ulang efek negatif dan manfaat positifnya banyak yang mana? Jika sudah dengan pertimbangan matang dengan kesabaran analisis. Jika pun nanti dilakukan niscaya akan berakibat baik.
2. Lawan dari Menantang Bahaya
Ada beberapa orang yang berkata, hidup tidak akan dinamis jika tidak ada bahaya di depan. Iya! Jika bahayanya itu tidak sampai membahayakan diri dan banyak korban.
Coba misalnya jelas-jelas ada lobang sangat besar di depan mata. Sementara kita sedang mengudikan motor. Kira-kira tabrak atau menghindar.
Tabrak! Tambah kecepatan dan terjang. Hasilnya, terjungkal berdarah. Masih bersyukur tidak merenggut jiwa.
Kebanyakan, sudah tahu ada bahaya mengancam tetap nekad menerjang. Katanya biar lebih mahir menangani komplik. Sampai semua jurus manajemen komplik dipelajari.
Padahal jalan lurus lebih kondusif dari pada jalan berliku. Bekerja dalam kondisi normal tentu lebih efektif dari pada bekerja dalam komplik.
Kalau sudah keluar kata-kata, biarlah nasi sudah jadi bubur gampang lebih enak dibuat bubur ayam. Kan jadinya lucu. Kalau bisa masak nasi pulen dengan tempe goreng nikmat. Apa harus dijadikan bubur baru diolah bubur ayam. Kalau ingin membuat bubur tentu dengan niat membiat bubur. Bukan karena akibat nasi jado bubur.
3. Lupa mengukur diri
Mengukur potensi diri menjadi sangat pentinf. Bukan untuk bersombong dan berbangga ria. Melainkan untuk mencari sisi lemah yang kita miliki. Kemudian secara bertahan ditutupi dengan mengkaji dan mempelajari kelemahan yang ada. Lantas diperbaiki. Belajar dan berlatih jadi modal utama.