Mohon tunggu...
Bledhek
Bledhek Mohon Tunggu... Operator - ____________

Pengkhayal LEPAS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Kita Butuh Cermin?

17 Januari 2021   11:32 Diperbarui: 17 Januari 2021   11:39 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wajah buruk cermin dibelah

Berapa kali dirimu bercermin dalam sehari? Mengapa kamu bercermin? Manfaatnya apa?

Pertanyaan-pertanyaan di atas hanya layak dijawab oleh mereka yang memang sering bercermin. Bagi yang jarang atau bahkan tidak bercermin mungkin saja tak punya jawaban pasti.

Pertanyaan lain, bagaimana rasanya ketika seseorang yang sedang berbicara dengan kita, sambil berbicara ia menunduk menikmati layar gawainya? Atau ketika kamu berbicara dengan orang lawan bicaramu, apa yang kau tatap?

Baiklah, kita mulai dengan kata "melihat". Melihat adalah kata kerja transitif, butuh suatu hal lain untuk dilihat serta piranti untuk melihat. Saya hanya membayangkan bagaimana orang yang (maaf) buta berkomunikasi.

Dalam bahasa yang lain, hal yang dilihat adalah hal yang dicari, dan piranti untuk melihat di sini adalah pencari atau jalan lain yang berada di sekitarnya.

Bagaimana tak sedikit orang kemudian menutup wajahnya dengan bedak tebal. Menyisir rambut berkali-kali di depan cermin. Anda tahu setelahnya? Rambut yang begitu rapi ditutup kerudung atau jilbab. Demikian juga  wajah penuh lipstik yang terkunci dibalik cadar atau masker.

Lantas buat apa kita bercermin? Kaum adam dengan enteng akan mengatakan, "Saya bercermin adalah agar pantas dan enak dilihat." Memangnya siapa yang akan melihat? Kalau ternyata mereka sudah melihat, apa yang ingin kau harapkan? Pujian mungkin?

Kenikmatan lelaki yang memeluk patung batu dalam kegelapan, seraya berpikir bahwa yang dipeluk itu adalah kekasihnya sambil menangis dan meratap karena kerinduannya. Tentu saja kenikmatannya akan berbeda ketika lelaki tersebut memeluk kekasihnya yang sedang hidup.

Bukankah cermin hanya memantulkan apa yang ada di depannya? Cermin tak memberi penilaian atas objek yang berkaca. Orang yang berdiri di depan cermin itulah yang subyektif menilai.

Pernah suatu ketika, seorang lelaki begitu sedih ketika berdiri di depan cermin. "Aduhai! Alangkah banyaknya jerawat di mukaku."

Setelah selesai keluhan panjang di depan cermin yang ia sampaikan. Jerawatnya juga tak kunjung hilang. Maka ia ditanya, "Apa yang kau harapkan jika jerawatmu hilang, wajahmu mulut seperti orang lain?'

Ia berpikir sejenak kemudian menjawab, "Aku hanya tak ingin dengan jerawat yang ada di wajahku. Orang menganggapku sebagai penjahat. Lihatlah penjahat dengan wajah penuh jerawat."

Ia tak berharap pujian atas perubahan wajahnya terlepas dari belenggu jerawat. Yang ia inginkan hanyalah penilaian orang lain.

Katanya, bercermin mampu mengubah penampilan seorang yang mulanya kurang rapi menjadi rapi, yang mulanya kotor menjadi bersih, yang mulanya tidak percaya diri menjadi percaya diri, oleh karena itu bercermin menjadi sangat penting untuk melihat diri sendiri supaya dapat melakukan perubahan menjadi lebih baik dan enak dipandang.

Kisah lain, seseorang yang menurutnya amat jelek wajahnya. Setiap kali berada di depan cermin ia selalu menggerutu. Dalam kesehariannya minder, tidak percaya diri.

Semakin kesal berada di depan cermin bukannya malah meninggalkan cermin. Yang terjadi bahkan setiap kali ia kesal dengan siapa saja, tentang apa saja yang ia lakukan adalah berdiri di depan cermin dan mengeluarkan keluhan tentang jeleknya wajahnya. Tidak normal memang.

Ada yang memperinci tentang manfaat bercermin yaitu membuat lebih percaya diri, menjaga penampilan, membuat nyaman yang melihat, menjaga dari kotoran menempel, meningkatkan performace, gaul style, dan menarik. Semua berkaitan erat dengan apa yang dilihat. Sehingga timbul penafsiran cermin mampu melihat apa yang ada di hadapannya.

Terakhir! Setelah semua tujuan dari bercermin terpakai, seberapa kita disenangi oleh orang lain karena penampilan itu? Jawabnya tentu saja relatif. Cara pandang tiap orang pasti akan berbeda.

Bukankah begitu banyak orang yang memiliki wajah cantik dan gagah serta menarik dibenci dan dijauhi orang? Lantas jika demikian apa manfaat cermin untuk diri?

Setiap orang akan memiliki jawaban dan alasan yang berbeda sesuai dengan kematangan dan wawasan berpikirnya. Kalau saya, dan kita tentu saja berbeda. Lebih baik tidak usah bercermin jika hanya pujian dan perhatian orang lain diharapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun