Mohon tunggu...
Arif Muhammad
Arif Muhammad Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Menulislah untuk keabadian

Selanjutnya

Tutup

Kurma

"Sahur On The Road", Bukan Lagi Ajang Berbagi Melainkan Unjuk Gigi

4 Juni 2018   18:44 Diperbarui: 4 Juni 2018   18:53 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Credit Image : breakingnews.co.id

Sahur On The Road, Bukan Lagi Ajang Berbagi,Melainkan Unjuk Gigi  

Saya kurang begitu mengetahui secara detail, bagaimana sejarah awal terbentuknya kegiatan sahur on the road (SOTR), yang sebagaimana kita tahu, beritanya cukup heboh, terutama yang terjadi di Jakarta selama Ramadhan ini. Entah, apakah di kota lain juga seheboh Jakarta. Yang jelas, beberapa hari terakhir, banyak sekali berita-berita yang meliput kegiatan SOTR yang berujung tindakan kriminal di ibukota.

Sahur On The Road sudah menjadi suatu 'tradisi' di bulan Ramadhan. Sejauh yang saya mengerti bahwa pada mulanya SOTR itu merupakan suatu gerakan sosial yang mana dalam kegiatannya diisi dengan membagi-bagikan makanan untuk sahur kepada orang-orang yang ada di jalanan. Target utama dari SOTR adalah mereka orang-orang jalanan, pengemis, tukang becak, pedagang asongan dan lain sebagainya. Intinya adalah membagikan makanan pada orang-orang yang dianggap pantas untuk menerimanya.

Dalam praktiknya memang para peserta seperti konvoi, baik itu kendaraan roda dua maupun empat. Walau begitu tidak ada tindakan ugal-ugalan yang menimbulkan keonaran. Berjalan tertib dan aman. Dan saya kira bukan masalah bila memang begitu motif utamanya. Justru sangat baik. Saling berbagi dan membantu satu sama lain.

Berujung Tindakan Kriminal

Pada perkembangannya, SOTR bukan menjadi ajang aksi sosial lagi, melainkan menjadi ajang kebrutalan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab yang kebanyakan adalah para remaja. Dari tawuran hingga vandalisme. Terakhir, saya membaca berita bahwa ada penyiraman air keras yang diduga dilakukan oleh peserta SOTR.

SOTR adalah topeng untuk menutupi motif asli para pelaku untuk melakukan tindak kriminal. Makannya tidak heran Polda Metro Jaya kerap melakukan pembubaran SOTR yang disinyalir berpotensi menjadi tindakan anarkis.

Credit Image : kompas.com
Credit Image : kompas.com
SOTR menjadi sarana unjuk gigi komunitas-komunitas yang ada, dan seakan-akan menjadi suatu legitimasi bahwa mereka bebas melakukan apa yang mereka mau, termasuk memicu keributan dan melakukan tindak kriminal. Ada pergeseran makna SOTR yang teramat jauh. Tidak ada lagi motivasi untuk berbagi, melainkan hanya ingin menunjukkan eksistensi. Itulah mengapa SOTR walau sudah terbukti menimbulkan banyak masalah dan keresahan, namun masih ada hingga kini. 

Tanggapan dari Dinas Sosial

Nada berbeda terdengar dari Dinas Sosial. Menurut mereka SOTR malah menjadi salah satu penyebab meningkatkan angka PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial)  yang ada di DKI Jakarta. SOTR dianggap sebagai magnet baru orang-orang datang untuk mengemis di Jakarta. Jelas yang demikian akan menimbulkan permasahan sosial yang baru dan mengganggu ketertiban umum.

Karena sebagaimana kita tahu, tidak semua pengemis itu adalah benar-benar pengemis. Ada yang sengaja menjadi pengemis hanya untuk mencari keuntungan pribadi melalui belas kasih dari orang lain. Jelas ini merupakan efek sosial yang buruk, dan tidak baik untuk mental masyarakat kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun