Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Negara Mesti Membuat Sistem Pensiun Layak dengan Kondisi Zaman

23 Februari 2024   17:30 Diperbarui: 23 Februari 2024   19:30 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para ASN yang akan pensiun mengikuti acara pembekalan (KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

Penghasilan yang dimaksud adalah gaji pokok ditambah tunjangan istri ditambah tunjangan anak. Di samping itu, ASN juga dikenakan iuran sebesar 2 persen dari penghasilan peserta setiap bulan untuk membayar iuran program kesehatan. Sistem dana pensiun hingga kini membuat APBN menjadi tertekan karena dana yang ditanggung berubah-ubah bergantung pada jumlah pegawai atau ASN yang pensiun setiap tahunnya.

Sejak pemerintah memutuskan pembayaran pensiun kembali lagi menjadi 100 persen beban APBN atau sesuai dengan sistem pay as you go murni, maka seluruh beban dana pensiun ditanggung penuh oleh pemerintah. Agar tidak terlalu menekan APBN sebaiknya pemerintah merancang sistem pendanaan pensiun dengan pola "current cost financing" yaitu metode gabungan pay as you go dengan sistem funded dalam rangka pemberdayaan akumulasi iuran peserta program pensiun.

Untuk pekerja swasta, termasuk pekerja BUMN, skema dana pensiun, baik itu dana pensiun pemberi kerja (DPPK ) maupun dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) yang diberlakukan selama ini belum menguntungkan pihak pekerja. Lemahnya pengawasan, salah urus dan maraknya modus korupsi terhadap pengelolaan dana pensiun mesti cepat dituntaskan. Sistem mapan pasti menjadi sistem iuran pasti seperti yang telah dilakukan beberapa BUMN memang lebih terlihat akuntabilitasnya. Tetapi jika beban-beban yang ada belum terselesaikan maka akan sulit diterapkan sistem tersebut.

 Postur lembaga penyelenggara dana pensiun kini dikategorikan menjadi tiga, terdiri atas lembaga dana pensiun pemberi kerja berupa program pensiun manfaat pasti (PPMP), dana pensiun pemberi kerja berupa program pensiun iuran pasti (PPIP), dan dana pensiun lembaga keuangan.

Hingga saat ini dana pensiun pemberi kerja masih lebih banyak menempatkan dananya pada instrumen investasi yang aman seperti surat berharga negara, obligasi korporasi, dan deposito. Padahal, industri dana pensiun pemberi kerja sebaiknya menginvestasikan dananya pada instrumen jangka panjang yang lebih memberikan imbal hasil tinggi.

Transformasi pengelolaan dana pensiun juga memungkinkan penyelenggaraan program pensiun iuran pasti dapat membayarkan sendiri manfaat pensiun secara bulanan. Dan pada saat tertentu (misalnya sampai dengan pembayaran manfaat pensiun kepada peserta selesai ), selanjutnya untuk pembayaran manfaat pensiun janda /duda dan anak sebaiknya diberikan secara anuitas, karena karakteristik PPIP tidak dapat menanggung risiko umur panjang dan risiko investasi, yang menjadi wajib pungut pajak atas manfaat pensiun adalah perusahaan asuransi jiwa.

Menteri BUMN Erick Thohir mendorong pemerintah dan DPR merevisi UU Dana Pensiun. Revisi itu perlu sinergi dengan Kemenkeu dan OJK. Hal itu untuk memperbaiki pengelolaan dana pensiun yang selama ini mengandung kelemahan.

Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun yang selama ini diberlakukan mengandung kekurangan. Perlunya revisi terkait optimasi besaran manfaat pensiun. Mestinya faktor fleksibilitas sudah terwujud seperti besarnya faktor penghargaan per tahun masa kerja, besaran manfaat pensiun, besaran iuran tidak perlu dibatasi.

Pengelolaan dana pensiun selama ini menjadi krusial karena sering diwarnai dengan salah urus hingga skandal keuangan. Kebijakan tentang dana pensiun bisa menyebabkan negara terjebak oleh krisis hutang. Seperti yang pernah terjadi di negara Yunani, Spanyol, Italia dan Portugal.

Protes perubahan sistem JHT (ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)
Protes perubahan sistem JHT (ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)

Menggugat Pembayaran JHT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun