Mohon tunggu...
Arif Khunaifi
Arif Khunaifi Mohon Tunggu... Administrasi - santri abadi

Manusia biasa dari bumi Indonesia .:. Ingin terus belajar agar bermanfaat bagi alam semesta... .:. IG & Twitter: @arifkhunaifi .:. Facebook: Arif Khunaifi .:.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Perjalanan dan Pengalaman Berkesan ke Kompas TV

12 Maret 2015   17:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:45 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="548" caption="Sampai di studio Kompas TV"][/caption]

Selasa pagi 10 Maret 2015, saya dan Ustadz Imam Royani bertolak menuju Jakarta melalui Bandara International Juanda Surabaya dengan diantarkan Mas Idrus dan Tsabit, teman saya ketika sama-sama masih mukim di pesantren bersama anaknya. Kami Check-in pukul 8.45 menuju Pesawat Citilink QB 802 melalui Gate 9. Take-Off sesuai jadwal pada pukul 9.40.

Pukul 11.15 kami sampai di Jakarta dengan selamat dan perjalanan lancar. Alhamdulillah. Sebelumnya Mas Dani sudah SMS saya sejak di Surabaya telah menjemput di Terminal C Bandara Soekarno Hatta. Awalnya saya mengira dia adalah seorang perempuan, karena beberapa kali sebelumnya yang menghubungi saya dari Kompas adalah perempuan.

[caption id="" align="aligncenter" width="548" caption="Ustadz Imam Royani menuju pesawat citilink. dok.pri"]

14261539222078687584
14261539222078687584
[/caption]

[caption id="attachment_372623" align="aligncenter" width="548" caption="Mas Dani menjemput di Bandara"]

14261539952092799929
14261539952092799929
[/caption]

(Pengalaman saya dengan Mas Dani ini saya tulis tersendiri saja di kanal Humor. Saya juga sedang menyusun nama-nama pria yang sering dikira perempuan dan sebaliknya... hehe... Anda boleh usul).

Dalam perjalanan dari bandara, kami disopiri oleh Pak Tanjung. Dari jarinya terlihat dia penggemar batu akik. Sama seperti ustadz Imam. Hehe... Namun melihat akiknya yang sudah usang, itu berarti dia bukan korban latah batu akik yang sedang melanda, melainkan sudah sejak lama menjadi hobi. Setelah saya konfirmasi kepadanya ternyata benar. Sudah sejak lama dia memakainya.

[caption id="attachment_372624" align="aligncenter" width="548" caption="Mobil Kompas TV yang menjemput"]

14261540601079902676
14261540601079902676
[/caption]

Sambil menikmati perjalanan dan ngobrol seru di dalam mobil berempat tentang pengalaman mendampingi orang-orang sakaratul maut membuat tidak terasa sudah dekat dengan Hotel Amaris Panglima Polim tempat kami akan menginap. Namun sebelumnya Mas Dani mengajak saya untuk makan siang di Rumah Makan Padang Bulungan.

Di Hotel Amaris, Mbak Anjar dan teman-teman kameramen sudah menunggu untuk sedikit mengambil gambar proses pendampingan ketika mendampingi orang yang sakaratul maut. Usai pengambilan gambar kami sholat Dhuhur dan Ashar di Musholla hotel dengan menjamaknya lalu istirahat.

[caption id="attachment_372625" align="aligncenter" width="548" caption="Pak Tanjung sopir kami"]

14261541441055299929
14261541441055299929
[/caption]

Pukul 17.30 kami dijemput lagi oleh Pak Tanjung untuk berangkat menuju studio Kompas TV di FX Sudirman Mall Senayan Lantai 4. Sekitar pukul 18.00 kami masuk studio dan melihat para kompasianer yang akan bergabung untuk hangout sudah mempersiapkan diri dan mendapat breafing. Saya baru tahu jika satu jam sebelum Kompasiana TV mengudara ternyata satu jam sebelumnya mereka sudah di depan komputernya.

Para kru banyak yang keluar studio untuk melaksanakan sholat Maghrib sedangkan kami sudah meniatkan untuk sholat Maghrib dan Isya’ dengan jama’ ta’khir. Saya sempat melihat musholla di tempat itu ketika dari toilet yang jamaahnya banyak sekali meluber sedang antri sholat di luar, termasuk juga para kru Kompas TV.

Sebelum proses syuting dimulai, kami juga sempat mendapat breafing dari Mas Zaenal, Mas Deden, Mbak Cindy dan kemudian dipasangkan mikrofon. Saya tidak membayangkan jika proses syuting membutuhkan kru yang banyak. Namun kreativitas dan kebersamaan mereka memang patut diapresiasi. Setahu saya saat syuting di TVRI, semua kamera dikendalikan dari luar. Namun memang hasil syutingnya di TV pelat merah itu kaku dan kurang variatif.

Proses talkshow yang dipandu oleh Mbak Cindy yang ternyata tetangga sendiri dari Waru ini hanya berlangsung 30 menit dengan selingan beberapa kali iklan dan pertanyaan dari Kompasianer Pak Imam Qodri dan kawan-kawan. Setelah kami, Pak Subejo Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta yang menjadi narasumber karena ada kebakaran hebat di Gedung Kosgoro. Biasanya tamu Kompasiana mulai pukul 18.30 namun karena karena Kepala Dinas terlambat akhirnya kami yang maju terlebih dahulu.

Pukul 20.00, kami berpamitan dengan para kru untuk meninggalkan studio. Salah seorang kru mempersilakan kami untuk tanda tangan dan memberi sangu pulang ke Surabaya. Sebenarnya tanpa sangu itu bagi kami tidak masalah, karena semua akomodasi dan transportasi pulang-pergi sudah ditanggung Kompas TV.

Dengan diantar oleh Mbak Anjar asal Yogyakarta keluar dari Mall Senayan, Pak Tanjung sudah menunggu di luar dengan mobilnya untuk mengantarkan kami ke hotel. Dia memandu kami untuk jalan-jalan berkeliling komplek olahraga di Senayan sebelum kembali ke hotel.

[caption id="attachment_372627" align="aligncenter" width="548" caption="Hotel Amaris tempat kami menginap"]

14261543861468108769
14261543861468108769
[/caption]

Sesampai di hotel kami bersiap untuk istirahat setelah makan malam. Saya menulis sebentar tulisan yang sedang Anda baca ini kemudian mempersilahkan Ustadz Imam untuk istirahat sedangkan saya ke lobi karena ada janji dengan Mas Yusuf Ariansyah, seorang teman yang tinggal di Jakarta dan ingin menjadi donatur media pesantren kami Majalah MAYAra. Pukul 23.00 dia baru sampai karena tinggalnya agak jauh, yakni kawasan Pantai Indah Kapuk.

[caption id="attachment_372628" align="aligncenter" width="548" caption="Menulis dulu."]

1426154629342076844
1426154629342076844
[/caption]

Di tengah menunggu saya duduk di depan hotel. Pukul 22.30, di seberang jalan ada seorang anak muda yang memikul jualan yang berat melintas. Saya ingin tahu apa yang dia jual namun tidak kelihatan karena malam hari. 15 menit kemudian dia tampak kembali lagi karena di sepanjang jalan panglima Polim tidak ada yang membeli.

Saat itu saya memberhentikannya untuk membeli dagangannya apa pun jenisnya. Kasihan jika dia sudah berjalan selama itu tidak ada yang membeli. Ternyata dia menjual buah-buahan yang dimasukkan dalam plastik memanjang. Satu plastiknya seharga dua ribu dan saya putuskan untuk membeli 5 plastik dengan isi duku dan rambutan. Usai saya membeli itu, kemudian dia diserbu beberapa orang security dan tamu hotel yang sedang di luar untuk membelinya.

Setiap makan rambutan saya selalu ingat saat kecil dulu. Sudah umur sekitar 10 tahun namun saya belum pernah tahu rasanya makan rambutan. Ketika ada tetangga yang juga pegawai negeri membuang kulit rambutan, saya mengira itu buah yang dibuang karena bagian dalam rambutan yang halus. Saya mencoba makan kulit namun tentu Anda tahu tahu sendiri bagaimana rasanya kulit rambutan.

[caption id="attachment_372630" align="aligncenter" width="548" caption="Bertemu dengan Mas Yusuf Ariansyah"]

1426155001787993161
1426155001787993161
[/caption]

Setelah berbicara tidak terlalu lama dengan dengan teman lama yang sudah tahun tidak bertemu, akhirnya pada pukul 22.30 saya istirahat. Rabu pagi, pada pukul 03.00 bunyi SMS di HP saya berbunyi dan memperlihatkan jika Mas Jatmiko sudah berada di hotel dan siap mengantarkan ke Bandara Soetta. Namun kami memutuskan untuk sholat Shubuh terlebih dahulu sebelum berangkat apalagi pesawat kami akan take-off menuju Surabaya pukul 07.50.

Pukul 05.00 kami berangkat ke Bandara Soetta. Benar saja, tidak butuh waktu lama kami sudah sampai bandara. Memang Mas Jatmiko mengatakan jika mengambil inisiatif pagi untuk alasan kelancaran dan antisipasi jika terjadi kemacetan sewaktu-waktu bisa tetap sampai bandara sesuai jam check-in.

Sambil menunggu boarding yang masih agak lama, kami mencari minuman hangat di dalam bandara untuk menghangatkan tubuh karena cuaca dingin akibat hujan deras yang turun sejak kami masuk tol Cengkareng. Saat menikmati kopi tubruk nampak di belakang Ustadz Imam air menetes. Saya tidak menyangka Bandara International atapnya bocor dan dibiarkan saja. Seorang pegawai punya inisiatif memberinya ember agar air tidak meluber.

[caption id="attachment_372631" align="aligncenter" width="548" caption="Tetesan air bocor dari atap Bandara"]

14261553562100592479
14261553562100592479
[/caption]

Diiringi hujan kami meninggalkan Jakarta sesuai jadwal. Pesawat Citilink Q801 membawa kami menuju kota Pahlawan dan landing tepat waktu dengan keadaan nyaman dan selamat. Menurut penilaian kami dengan membandingkan berbagai pesawat, lepas landas dan landing pesawat ini cukup halus.

[caption id="attachment_372632" align="aligncenter" width="548" caption="Ustadz Imam bersiap untuk pulang"]

14261555371122261191
14261555371122261191
[/caption]

Dari tulisan ini saya ingin mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada Mas Iskandar Zulkarnain, Mbak Hertika Yudha Pertiwi, Mas Dani, Pak Tanjung, Mbak Anggar, Mas Deden, Mas Zaenal, Mbak Cindy, Mas Jatmiko, Mas Yusuf Ariansyah serta semua pihak yang berinteraksi dengan kami selama di Jakarta.

Ada banyak pelajaran dan pengalaman berkesan dengan para kru Kompas TV yang belum bisa disampaikan dengan tulisan. Saya simpan kontak telpon mereka masing-masing agar bisa membalas kebaikan mereka jika sedang tugas di Surabaya. Sampai jumpa lagi di Kompas Kampus di Unair Surabaya 21 Maret 2015.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun