Mohon tunggu...
Nur Arifin
Nur Arifin Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Awardee Beasiswa Pusbindiklatren Bappenas Linkage MEP UGM - GSICS Kobe Univeristy. ASN di Badan Pusat Statistik.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Budaya Konsumerisme, Kekuatan Sekaligus Tantangan bagi Perekonomian Indonesia

3 Mei 2019   10:10 Diperbarui: 3 Mei 2019   11:25 3056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tanggal cantik, hari libur, atau hari raya seringkali banyak situs belanja daring maupun nondaring memberikan promo mulai dari diskon, free ongkir hingga cash-back besar-besaran, untuk bermacam kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier. Iming-iming tersebut tak jarang menggoda para konsumen untuk membelinya.

Mereka yang sudah kalap akan berhasrat untuk membelinya walaupun bisa jadi saat barang sudah dalam genggaman, akan timbul rasa penyesalan.

Misalnya, karena menyadari bahwa kualitas barang yang tidak sesuai ekspektasi atau karena barang tersebut bukan kategori kebutuhan mendesak untuk dibeli saat ini. Tabiat itu tak dapat dipungkiri di era konsumtif saat ini.

Kondisi ini menjadi kekuatan sekaligus tantangan bagi perekonomian Indonesia. Menjadi kekuatan karena konsumsi rumah tangga merupakan motor penggerak perekonomian yang mencatatkan kontribusi lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Selain itu, sektor konsumsi rumah tangga juga dapat dijadikan tumpuan mengingat semakin membaiknya kondisi ekonomi dan optimisme para konsumen di Indonesia.

Digambarkan dengan Indeks Tendensi Konsumen (ITK), BPS memberikan potret bahwa kondisi ekonomi dan optimisme para konsumen terhadap produk barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian semakin membaik.

Pada triwulan IV-2018 nilai ITK sebesar 110,54 yang artinya secara umum konsumen di Indonesia merasakan perbaikan kondisi ekonomi.

Meningkatnya ITK ini didasari oleh meningkatnya pendapatan rumah tangga, meningkatnya volume konsumsi dan tidak berpengaruhnya inflasi terhadap konsumsi rumah tangga. Semakin baik kondisi ekonomi dan optimisme konsumen maka akan semakin mendorong pola konsumtif.

Indonesia adalah Pasar Potensial

Populasi yang besar dengan kondisi ekonomi dan optimisme konsumen yang sangat baik menjadi alasan kuat negeri ini sebagai sasaran pasar yang potensial.

Sebuah riset bertemakan "Economy SEA: Unlocking the $200 billion opportunity in Southeast Asia" yang dilakukan oleh Google dan Temasek menyatakan bahwa  kontribusi Indonesia di pasar Asean mencapai US$ 81 miliar (40,5%) dengan sumbangan pasar ecommerce sebesar US$ 46 miliar.

Indonesia merupakan pasar yang sangat menggiurkan bagi pelaku ekonomi karena memiliki konsumen terbesar di ASEAN dan ke-4 di dunia dengan penduduk lebih dari 250 juta jiwa.

Tak heran mengapa ecommerce raksasa sangat gencar melakukan promosi guna menarik pasar Indonesia, membidik kaum milenial yang melek teknologi dan informasi untuk menjadi lebih konsumtif. Event-event tertentu dijadikan kemasan untuk menarik perhatian para konsumen. Misalnya, Bulan Ramadhan yang tinggal hitungan hari.

Menyambut Ramadhan, sederetan ecommerce, misalnya, mulai gencar memberikan kode promo, undian, ataupun games menarik agar konsumen tak lepas dari gadget-nya.

Di halaman beranda, biasanya ada saja flash-sale yang akan menggoyahkan 'iman' untuk di klik-masuk keranjang-dan lalu dibayar. Bagaimana tidak, promo tersebut kadang didramatisir dengan menampilkan sisa produk dan batas waktu promo berakhir.

Sebagai konsumen yang cerdas, seharusnya tetap kritis dengan mempertimbangkan banyak aspek dalam memutuskan. Konsumen, misalnya, harus menginvestasikan banyak waktu untuk membaca dan mempelajari review produk yang diberikan pembeli sebelumnya.

Adanya kritik dari konsumen terhadap produk akan mendorong industri untuk meningkatkan mutu dan daya saing produknya. Sikap proaktif konsumen ini dapat meminimalisir resiko permasalahan yang mungkin timbul dalam setiap transaksi.

Tantangan Para Konsumen

Hasil pemetaan Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) Indonesia, misalnya, menggambarkan perilaku konsumen Indonesia sebesar 40,41 persen di tahun 2018, nilai ini masih jauh dibawah Uni Eropa (51,31 persen), Malaysia (56,9 persen) dan Korea Selatan (64 persen). Konsumen di Indonesia masih pada level paham akan hak dan kewajibannya sebagai konsumen namun belum mampu memperjuangkan ketika terjadi suatu hal yang merugikan dirinya.

Akibatnya, konsumen di Indonesia menjadi sangat rentan. Era digital mengakibatkan konsumen berada pada pasar yang kompleks dengan beragam pilihan produk barang dan jasa baik dari dalam maupun luar negeri.

Lemahnya kedudukan konsumen disebabkan salah satunya karena rendahnya kesadaran dan pendidikan. Suatu negara dengan kualitas manusia yang baik seyogiyanya memiliki pengetahuan lebih luas dan kritis menghadapi sesuatu.

Salah satu indikator untuk mengukur kualitas manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Salah satu komponen pembentuk indeks ini adalah komponen pendidikan, yaitu rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah.

Rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas di Indonesia tahun 2018 sebesar 8,17 tahun artinya penduduk di Indonesia megenyam pendidikan umumnya pada kelas VIII hingga IX pada jenjang SMP. Harapan lama sekolah di Indonesia adalah 12,91 yang artinya rata-rata anak usia 7 tahun yang masuk jenjang sekolah formal di tahun 2018 memiliki peluang untuk bersekolah selama 12,91 tahun atau setara dengan jenjang diploma I.

Tingkat pendidikan di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara tetangga, Malaysia, yang memiliki score rata-rata lama sekolah di tahun 2017 sebesar 10,2 tahun dan harapan lama sekolah sebesar 13,7 tahun. Tak heran mengapa konsumen negara tetangga lebih berdaya dibandingkan Indonesia.

Untuk melahirkan konsumen cerdas, pemerintah harus memiliki upaya yang lebih besar untuk mencerdaskan masyarakatnya. Membenahi pendidikan di Indonesia adalah salah satu kuncinya.

**

Sedwivia Ridena
Nur Arifin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun