Mohon tunggu...
Arifin
Arifin Mohon Tunggu... Guru Penulis

Guru biasa yang ingin terus membaca, menulis, berbagi dan bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Project Based Learning, Mendorong Inovasi Melalui Deep learning

7 Februari 2025   12:59 Diperbarui: 7 Februari 2025   12:59 1475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Siswa Belajar (Sumber: Koleksi Pribadi)

Pendidikan di Indonesia terus mengalami perubahan seiring dengan tuntutan zaman dan perkembangan dunia global yang lebih mengutamakan pengembangan soft skill seperti kemampuan berpikir kritis, kreativitas, pemecahan masalah, kemampuan berkolaborasi dan inovatif. Para pendidik tentu perlu memiliki kemampuan untuk memilih pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat dalam mengelola pembelajaran yang mampu meningkatkan soft skill tersebut pada diri murid.

Salah satu metode yang dipandang mampu menumbuhkan soft skill tersebut adalah Project -- Based Learning ( PBL ) atau Pembelajaran Berbasis Proyek. Metode ini memberi peluang kepada murid untuk belajar melalui eksplorasi dan penerapan pengetahuan dalam konteks nyata yang relevan dengan kehidupan murid. Metode ini juga sejalan dengan pendekatan pembelajaran yang sekarang sedang didesain oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), yaitu pendekatan Deep Learning (DL).  Pendekatan ini berfokus pada tiga aspek utama yaitu mindful learning, meaningful learning dan joyful learning yang dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sekaligus mendorong inovasi dalam proses belajar mengajar.

 

Inovasi Melalui  Deep Learning

Deep learning yang digagas oleh Kemendikdasmen bukanlah konsep baru dalam dunia pendidikan. Para ahli pendidikan terdahulu sudah pernah mengkajinya. Beberapa ahli bisa kita sebut, misalnya John Dewey (1938) dengan konsep Learning by Doing, Jean Piaget (1923) dengan The Child Conception of the World, Howard Gardner (1983) dengan The Theory of Multiple Intelligences, Ellen Langer (1997) dengan Power of Mindful learning, John Hattie (2017) dengan konsep Visible Learning, dan masih banyak lagi.

Berbasis teori -- teori tersebut dan dikuatkan dengan filosofi pendidikan Ki Hadhar Dewantara dan KH. Ahmad Dahlan, Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikdasmen meramu pendekatan Deep Learning sebagai langkah reinventing pendekatan belajar yang lebih segar. Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (2025) menjelaskan bahwa Deep Learning merupakan pendekatan yang memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran yang berkesadaran (mindful), bermakna (meaningful), dan menggembirakan (joyful) melalui olah pikir (intelektual), olah hati (etika), olah rasa (estetika), dan olah raga (kinestetik) secara holistik dan terpadu.

Prinsip utama pembelajaran dengan pendekatan Deep Learning adalah berkesadaran, bermakna dan menggembirakan. Pembelajaran yang berkesadaran (mindful) adalah pengalaman belajar murid yang diperoleh ketika mereka memiliki kesadaran untuk menjadi pembelajar yang aktif dan mampu meregulasi diri. Murid memahami tujuan pembelajaran, termotivasi secara intrinsik untuk belajar, dan secara aktif mengembangkan strategi belajar untuk mencapai tujuan.

Pembelajaran bermakna (meaningful) dialami murid ketika mereka mampu menerapkan pengetahuannya ke dalam situasi nyata. Proses belajar murid tidak hanya sebatas mengetahui dan memahami informasi atau penguasaan konten, namun berorientasi pada kemampuan mengaplikasikan pengetahuan secara kontekstual. Sedangkan prinsip menggembirakan (joyful) terwujud dengan menciptakan suasana belajar yang positif, menantang, menyenangkan dan memotivasi. Rasa senang dalam belajar membantu murid terhubung secara emosional, sehingga lebih mudah memahami, mengingat dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh.

Apakah pendekatan Deep Learning bisa mengantarkan murid memiliki soft skill kreatif dan inovatif? Jika kita cermati taksonomi yang digunakan, maka pendekatan ini akan mampu mengantarkan murid sampai ke level kreatif-inovatif. Level pembelajaran mendalam (deep learning) tercapai ketika murid mencapai tahap berpikir abstrak yang mendalam dan relasional. Dalam taksonomi Bloom, level berpikir yang harus dicapai murid untuk sampai pada tahap deep learning adalah menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Maka pengalaman belajar yang harus mereka alami adalah memahami, mengaplikasi dan merefleksi.

Ending dari penerapan pendekatan Deep Learning ini dimaksudkan untuk mewujudkan profil lulusan yang dalam dirinya menyatu delapan dimensi karakter mulia. Delapan dimensi profil lulusan tersebut adalah memiliki keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kewargaan, penalaran kritis, kreativitas, kolaborasi, kemandirian, kesehatan, dan komunikasi.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana jika pendekatan Deep Learning ini menjadi payung atau terintegrasi dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode Project -- Based Learning (PBL)?  Mampukah mengantarkan murid menjadi pembelajar yang kritis, kreatif dan inovatif?

 

Murid sebagai Aktor Belajar

Pembelajaran berbasis proyek (PBL) adalah metode yang menempatkan murid sebagai aktor utama dalam proses pembelajaran. Dalam metode ini, murid bekerja secara kolaboratif untuk merencanakan dan menyelesaikan proyek nyata yang berkaitan dengan dunia luar dan menghubungkannya dengan pembelajaran akademis.

PBL mengutamakan pembelajaran berbasis pengalaman yang memungkinkan murid untuk memecahkan masalah nyata dan menghasilkan produk yang dapat diaplikasikan di dunia nyata. Ini memungkinkan murid tidak hanya untuk memperoleh pengetahuan, tetapi juga mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan di luar sekolah, seperti keterampilan kolaborasi, pemecahan masalah, dan berpikir kritis.

Penerapan PBL dengan pendekatan deep learning yang melibatkan mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning di sekolah dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan menciptakan pengalaman belajar yang lebih inovatif. Dengan menggunakan teknologi yang sesuai, guru dapat mendukung murid dalam merancang proyek yang relevan dengan dunia mereka, yang tidak hanya melibatkan pengetahuan akademis tetapi juga keterampilan sosial dan emosional yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

PBL yang menggabungkan pendekatan ini memungkinkan murid untuk lebih sadar terhadap proses belajar mereka (mindful learning), memahami bagaimana pengetahuan yang mereka peroleh dapat diterapkan dalam kehidupan nyata (meaningful learning), dan merasa senang serta termotivasi selama proses belajar (joyful learning). Hal ini tentu dapat meningkatkan hasil belajar murid, baik dari segi pengetahuan, keterampilan, maupun sikap serta daya inovasinya.

Sebagai contoh, dalam sebuah proyek yang berfokus pada pengelolaan sampah di lingkungan sekitar sekolah, murid dapat mempelajari tentang konsep-konsep ekologi, teknologi daur ulang, dan kerja sama tim. Mereka akan merasakan dampak langsung dari apa yang mereka pelajari, serta mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Proyek ini tidak hanya meningkatkan pemahaman mereka tentang lingkungan, tetapi juga menghubungkan pembelajaran dengan kebutuhan dunia nyata mereka, menciptakan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan.

Jadi, penerapan Project-Based Learning dan pendekatan Deep Learning dalam pembelajaran memiliki dampak positif dalam mendorong inovasi pembelajaran dan meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan melibatkan murid dalam proyek yang nyata, mereka diajak untuk berpikir kreatif, mencari solusi atas masalah kompleks, serta menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks dunia nyata. Hal ini memungkinkan murid untuk mengembangkan keterampilan yang tidak hanya relevan di sekolah, tetapi juga di kehidupan sehari-hari mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh Thomas Markham (2011) dalam bukunya Project Based Learning: A Bridge Just Too Far? mengungkapkan bahwa PBL mendorong pengembangan keterampilan abad ke-21 yang sangat penting, seperti berpikir kritis, kreativitas, inovatif, kolaboratif dan komunikasi. PBL juga dapat meningkatkan motivasi intrinsik murid untuk belajar karena mereka merasa terlibat dalam proses yang relevan dan bermakna.

Tantangan Guru

Meskipun penerapan PBL dengan pendekatan deep learning memiliki banyak potensi, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Keterbatasan infrastruktur, sumber daya, serta pelatihan bagi guru menjadi tantangan yang perlu dijawab. Diperlukan proses pengembangan diri guru secara berkelanjutan untuk memahami dan mengimplementasikan metode dan pendekatan ini secara efektif.

Guru harus menampilkan diri sebagai learning designer. Guru bertanggung jawab untuk merancang proyek yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan standar kurikulum. Mereka harus memastikan bahwa proyek yang dirancang dapat merangsang rasa ingin tahu siswa, relevan dengan kehidupan mereka, serta dapat melibatkan mereka dalam penyelesaian masalah yang menantang.

Selain itu, guru juga harus mampu berperan sebagai fasilitator yang mendukung siswa dalam proses eksplorasi, memberikan bimbingan selama proyek berlangsung, membantu siswa dengan sumber daya, memberikan umpan balik yang konstruktif, membangun kolaborasi, serta mendiskusikan kemajuan proyek secara berkala. Dengan cara demikian, misi utama penerapan PBL dan Deep Learning akan tercapai. Wallaahu a'lam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun