Mohon tunggu...
Arief Maulana
Arief Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Peneliti di Setjen DPD RI

As there is only one God in the universe, there should be only one love in this world.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Problematika Bantuan Sosial di Indonesia: Di Antara Bayang-Bayang Politik Citra dan Korupsi yang Merajalela

25 Agustus 2021   15:50 Diperbarui: 25 Agustus 2021   16:06 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membaca laporan harian Kompas, Kamis 28 April 2020, Bupati Klaten Sri Mulyani cukup mendapat sorotan. Dia menempelkan foto dirinya dalam bantuan hand sanitizer kepada warganya. Bahkan, stiker itu ditempelkan menutupi stiker sebelumnya yang tertulis Kemensos. Sejumlah daerah lainnya juga memanfaatkan bantuan sosial untuk kepentingan elektoral di tengah pilkada. Itulah cermin ketidakjujuran seorang pejabat demi menuai simpati dari konstituen (kompas.com, 2020).

Lebih lanjut, sepanjang perhelatan Pilkada serentak 2020, cara ini lazim diterapkan kandidat petahana jelang pemilu. Namun tak tertutup kemungkinan cara ini dilakukan juga oleh kepala daerah atau pejabat negara yang sudah tidak akan berkompetisi lagi. Tujuannya adalah demi mempertahankan approval rate guna mempertahankan dukungan warga terhadap era kepemimpinannya.

Di sisi lain, politisasi bansos bertentangan dengan asas tata kelola good governance dan clean government karena mengabaikan transparansi. Pencitraan lewat bansos dilakukan karena pemerintah tidak transparan, sehingga seolah-olah bantuan itu diberikan langsung oleh sang kepala daerah. Politisasi bansos di tengah krisis pandemi tak akan membawa dampak positif bagi pemerintahan. Manuver tersebut justru lebih banyak berdampak buruk bagi pengambil kebijakan, karena kesan yang muncul jadi kontraproduktif yakni persepsi publik menjadi menurunkan citra, menandakan ketidakpekaan terhadap kondisi publik, dan pada akhirnya melukai hati publik.

Para elite politik layak mencontoh bagaimana voluntarisme masyarakat sipil bekerja. Para pejabat di pusat maupun di daerah jangan hanya berteriak melalui media sosial agar tampak bersimpati kepada rakyat yang menderita. Menjadi tugas pejabatlah menyelesaikan 'pekerjaan rumah' yang ada. Kekuasaan yang dimiliki saatnya didedikasikan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pencitraan dirinya.

Pemanfaatan simbol politik dikhawatirkan bisa menggerus sentimen kebersamaan yang kini diperjuangkan. Padahal, pandemi Covid-19 tidak mengenal kasta, aliran politik, agama, suku dan profesi. Politisasi bansos akan menghancurkan semuanya. Daripada terus mengecam kegelapan, kita harus terus mendorong sesama warga negara untuk berbuat sekecil apa pun untuk kemanusiaan, tanpa sekat dan simbol apa pun.


MENCEGAH POLITISASI BANSOS ADALAH KENISCAYAAN

Bansos sebagai instrumen strategis yang menyasar empat elemen besar sektor terdampak sebagaimana diatur dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dan diimplementasikan ke desa-desa di seluruh Indonesia, diharapkan bersih dari kepentingan politik jangka pendek dan penyalahgunaan wewenang atau iktikad menguntungkan diri sendiri dan kelompok. Jika bansos ditarik-tarik ke ranah politik praktis, maka akan mengundang sengkarut pelaksanaan yang tidak menguntungkan banyak pihak, terutama masyarakat yang terdampak.

Penyalahgunaan bansos untuk memperoleh dukungan politik sangatlah berbahaya. Pertama, ini bukan hanya bansos, tetapi juga bantuan untuk mengatasi bencana kemanusiaan. Ini adalah ikhtiar suci dengan mengorbankan beberapa kepentingan pembangunan di sektor lain. Kedua, kebijakan strategis ini harus terhindar dari penyalahgunaan, salah kelola dan kepentingan politik apapun karena akan mendegradasi fungsi luhurnya. Ketiga, penyalurannya rawan penyalahgunaan. Politisasi bansos tak hanya dilakukan elite politik dan pemerintahan. Politisasi juga dilakukan aktor politik di luar pemerintahan. Keterlambatan pemerintah mengambil langkah di awal pandemi menjadi topik jamak di media arus utama maupun medsos.

Dalam kaitan beban pemerintah yang berat, penting dilakukan penguatan pengawasan terhadap proses dan mekanisme bantuan sampai ke sasarannya. Presiden Joko Widodo dalam pertemuan dengan jajaran kabinet dan pimpinan lembaga negara selalu menekankan asas ketepatan, ketertiban, dan keamanan distribusi bantuan serta pencegahan agar bansos tak jadi alat politik kepala daerah atau calon untuk menarik simpati masyarakat.

Untuk tujuan itu, setelah dikeluarkannya Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang mengatur kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan dalam menangani Covid-19, sejumlah kementerian terkait, lembaga negara dan gubernur/bupati/wali kota menerbitkan peraturan pelaksanaannya.

Dalam rangka percepatan pelaksanaan dan jaminan hukum kepada pengambil keputusan, Pasal 27 Ayat 1, 2, dan 3 Perppu ini menjamin pejabat negara terkait pelaksanaan Perppu ini tak dapat dituntut perdata ataupun pidana jika melaksanakan tugas dengan iktikad baik karena alasan kondisi sekarang adalah kondisi kritis yang membutuhkan keputusan yang cepat. Pengertian iktikad baik adalah keadaan dimana mereka dalam melaksanakan tugasnya tidak untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri, keluarga, kelompok, atau tindakan lain yang berindikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun