Mohon tunggu...
Arie Nursanti
Arie Nursanti Mohon Tunggu... lainnya -

Melihat banyak hal di zaman ini, membuat hati gereget ingin menulis. Sayang, terkadang menulis hanya dilakukan jika ada waktu tersisa di sela-sela kelelahan yang ada dan "mood" sedang bagus. Perkenalkan, saya adalah seorang guru yang sedang berusaha belajar membudayakan diri untuk menulis...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Melayani Hati

28 Agustus 2011   14:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:24 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Populasi manusia terdiri dari banyak manusia. Seorang manusia dikatakan sebagai satu individu. Individu terdiri dari berbagai sistem organ. Sistem organ terdiri dari organ-organ. Kehidupan manusia jika diukur dari ada atau tidaknya denyut, maka denyut tersebut berasal dari sirkulasi darah yang dikerjakan oleh organ jantung sebagai pemeran utamanya. Jantung menjadi "heart" jika dalam bahasa Inggris dan menjadi "hati" jika dibahasakan dalam bahasa Indonesia. Lho kenapa? Hati dalam bahasa Indonesia di sini adalah hati yang kerap kali kita sebut dalam ungkapan sehari-hari, seperti jatuh hati, patah hati, sakit hati, hati sendu, hati senang, hati riang, dan lain-lain. Tentunya tidak mudah menelusuri bagian hati yang kita maksud ini jika ingin dilakukan secara konkrit. Ketika berbagai rasa yang terjadi di hati kita ingin kita ungkapkan, maka seringkali kita meraba bagian dada kita yang berdebar karena adanya detak jantung. Saya sedih, saya bahagia, saya marah... maka bagian yang saya rasakan adalah jantung atau dalam bahasa keseharian kita yaitu, hati. Mencari keberadaan hati dapat terjadi jika dilakukan penelusuran bagian hati secara abstrak. Ya, melalui imajinasi, pikiran, dan lain sebagainya. Melalui cara abstrak inilah kita dapat memulihkan hati kita ke dalam kondisi normal dan bahkan kita dapat menggenapkan hati kita, padahal kita sendiri tidak mengetahui secara konkrit hati itu seperti apa. Salah satu ustadz terkenal di bandung sering sekali menyatakan: "hati-hati dengan hati...". Ya benar, saking abstraknya, kita musti hati-hati dengan hati... karena sulit sekali kita menebak hati..., jangankan hati orang lain, hati sendiri pun seringkali kita salah menerka! Lain halnya dengan pikiran. Menebak pikiran bisa menjadi jauh lebih mudah dibandingkan dengan hati. Misalnya, ketika seorang ibu merasa bahwa dia akan bahagia ketika anak perempuan tunggalnya yang telah kian berumur mendapatkan seorang suami. Setelah anak perempuannya mendapatkan suami ternyata sang ibu sering dirundung rasa resah dan sedih. Hal ini dikarenakan anaknya dibawa suami dan tidak tinggal lagi bersama sang ibu, sehingga sang Ibu sering merisaukan kondisi anak perempuannya bersama orang lain yang baru saja menjadi suaminya. Ya..., memang hati itulah yang menjadi diri kita sendiri. Kuat atau tidaknya kita sangat bergantung pada hati. Memperlakukan hati seperti memperlakukan suatu individu. Jadi, ketika kita melihat suatu individu, lihatlah dia sebagai hati... agar kita bisa lebih menjaganya dan melayaninya dengan hati... Aie, 090509

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun