"Interview kerja kadang lebih sibuk menilai cara bicara, daripada melihat apa yang sebenarnya bisa dikerjakan."
Bayangin kamu udah punya portofolio desain kece, pernah ikut proyek freelance internasional, dan tahu cara pakai 3 tools sekaligus sambil ngopi.
Tapi begitu masuk ruang interview---atau buka Zoom buat sesi online---yang muncul justru gugup, nge-blank, dan akhirnya... gagal.
Kenapa ya?
Padahal kalau disuruh kerja, kamu sanggup kok. Bahkan lebih cepet dari deadline. Dan tenang, kamu nggak sendiri. Banyak Gen Z yang sebenarnya bisa banget kerja, tapi mentok di satu tahap: interview.
Apakah Gen Z kurang siap? Nggak juga. Masalahnya bukan di skill---tapi di cara skill itu diuji. Yuk, kita bahas bareng kenapa banyak Gen Z yang jago kerja tapi nggak lolos interview, dan apa yang bisa kita pelajari dari fenomena ini.
Interview Masih Gaya Lama, Padahal Dunia Kerja Udah Berubah
Kalau kamu pernah ikut interview kerja, pasti kenal sama pertanyaan legendaris ini: "Ceritakan tentang diri Anda." lalu "Apa kelebihan dan kekurangan Anda?" bahkan sampai "Lima tahun ke depan, Anda ingin jadi apa?"
Pertanyaan-pertanyaan ini udah ada dari zaman bapak-bapak kita masih pakai disket buat nyimpen data. Dan anehnya, sampai sekarang, masih dipakai.
Masalahnya, Gen Z itu generasi yang tumbuh di era TikTok, YouTube, dan Discord. Komunikasinya cepat, visual, dan kontekstual.
Nggak semua nyaman "cerita panjang lebar" soal diri sendiri dengan format formal. Mereka lebih jago nunjukin, bukan ngejelasin.
Buat banyak Gen Z, interview itu kayak ujian yang menilai cara ngomong lebih dari apa yang pernah dikerjakan. Padahal, bukti kemampuan itu udah jelas ada di portofolio, di proyek pribadi, atau bahkan di media sosial mereka.
Jadi, bisa dibilang... interview itu kadang terlalu sibuk dengerin jawaban, sampai lupa ngelihat hasil kerja nyata.