Mohon tunggu...
Arief Sofyan Ardiansyah
Arief Sofyan Ardiansyah Mohon Tunggu...

Hiduplah dengan senyuman

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tuhan Bagi Isaac Newton

4 Maret 2013   23:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:19 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada sebuah narasi menarik mengenai Isaac Newton, salah satu ilmuan terbesar yang pernah lahir. Ternyata ia adalah orang yang percaya tentang adanya Tuhan. Padahal, selama ini yang saya tahu Isaac Newton merupakan seorang ilmuan zaman pencerahan yang anti Tuhan dan ternyata itu salah.

Isaac Newton bisa dibilang merupakan seorang pencari Tuhan sejati dan ia berhasil menemukannya justru lewat ilmu pengetahuan. Lewat teori gravitasinya ia mulai berfikir mengenai Tuhan yang Maha Pintar, Kuat dan Selalu ada. Hal ini ditulisnya dalam bukunya Principia,

Sistem maha indah yang terdiri atas matahari, planet, dan komet-komet ini hanya mungkin berasal dari rancangan dan kekuasaan Wujud yang cerdas dan perkasa.... Dia abadi dan tak terbatas, mahakuasa dan maha mengetahui; artinya, keberadaannya tak berawal dan tak berakhir; kehadirannya mencakup segala ketakterbatasan; dia mengatur segala sesuatu, dan mengetahui segala sesuatu yang akan atau dapat dilakukan.... Kita mengenalnya hanya melalui rancangannya yang mahabijaksana dan mahaunggul, dan sebab-sebab akhir; kita mengagumi kesempurnaannya; namun kita memuliakan dan memujanya karena kekuasaannya: sebab kita memujanya karena kita adalah hambanya; dan tuhan tanpa kekuasaan, rahmat pemeliharaan, dan kedudukan sebagai sebab-sebab akhir tak lebih merupakan Takdir dan Kodrat. Keharusan metafisikan buta, yang selalu sama di mana-mana, tak akan menghasilkan keragaman. Semua keragaman yang kita temukan pada waktu dan tempat berbeda itu tentulah bersumber dari gagasan dan kehendak sebuah Wujud yang pasti ada. (dalam Armstrong, 2011, 452)

Pada kalimat ketiga dari bawah kita melihat ada kata mengenai takdir dan kodrat. Ini menunjukkan bahwa Newton ternyata mengakui keberadaan aturan Tuhan yang telah ditetapkan bagi ciptaanNya namun bukan berarti Newton percaya akan tahayul. Selama hidupnya ia berusaha membersihkan tahayul dan kebodohan dalam menyembah Tuhan.

Kisah Athanasius dan Arius

Sebagai penganut Kristen yang taat, ia berniat menghapuskan segala kepercayaan yang berbau mukjizat walaupun itu membuatnya bertentangan dengan doktrin krusial seperti Ketuhanan Yesus. Kemudian ia melakukan penelitian dan menghasilkan sesuatu yang sangat mengejutkan,

Selama 1670-an Isaac Newton memulai sebuah studi teologis serius tentang doktrin Trinitas dan tiba pada kesimpulan bahwa doktrin itu diselundupkan kedalam gereja oleh Athanasius untuk mencari muka orang-orang pagan yang baru menganut agama Kristen. Ariuslah yang benar: Yesus pasti bukan Tuhan, dan bagian-bagian Perjanjian Baru yang dipakai untuk “membuktikan” kebenaran doktrin Trinitas dan Inkarnasi adalah palsu (Armstrong, 2011, 454)

Ini adalah sebuah pernyataan yang sangat sensitif  karena dengan sikap ini telah membuat newton berseberangan dengan gereja. Kemudian dengan mengatakan hal ini, sebenarnya Newton telah menuduh Kristen bukanlah agama yang murni karena kitab Perjanjian Baru yang menjadi pegangan dan sumber wahyu telah dipalsukan dengan memasukkan konsep Trinitas yang sebenarnya tidak pernah ada.

Mempertanyakan Trinitas berarti mempertanyakan kebenaran agama, dan ini bukanlah hal yang main-main karena akan menyakini jutaan penganutnya.

Namun bila kita melihat sisi baiknya, tindakan Newton yang sampai melakukan studi teologis serius, apapun hasilnya (benar atau salah), merupakan suatu tanda bahwa ia adalah pencari kebenaran sejati.

Daftar Pustaka:

Armstrong, Karen. Sejarah Tuhan. (2011).Cet.2.Diterjemahkan oleh Zaimul Am.Bandung: Mizan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun