Mohon tunggu...
Arief Setiawan
Arief Setiawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

pecinta kegilaan http://arieflmj.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pertiwi Menunggu Baktimu

17 Januari 2012   15:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:46 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanah air ku tidak kulupakan Kan terkenang selama hidupku Biarpun saya pergi jauh Tidak kan hilang dari kalbu Tanah ku yang kucintai Engkau kuhargai Walaupun banyak negri kujalani Yang masyhur permai dikata orang Tetapi kampung dan rumahku Di sanalah kurasa senang Tanahku tak kulupakan Engkau kubanggakan

Dada terasa berdegup kencang ketika mendengarkan lagu “Tanah Air” ciptaan Ibu Sud dari laptop. Bayangan tanah air serasa ada di depan mata. Ingin rasanya segera pulang untuk bisa bertemu keluarga, sahabat, dan pemandangan hijau tanah air. Beginilah perasaan perantau pemula di negeri orang yang ketika berada di negeri sendiri tak pernah merasakan degupan sekencang ini. Bagaiamana dengan perasaan mereka yang tak bisa pulang ke kampung halamannya?

Sudah berapa lama meninggalkan tanah air? Baru saja dua bulan. Aku tak bisa membayangkan mereka yang sudah lama meninggalkan tanah air. Mereka pastinya amat sangat rindu untuk bisa pulang ke kampung halaman. Bercengkerama dengan keluarga dan sahabat masa kecil di kampung. Apalagi mereka yang memang dipaksa untuk tak bisa pulang ke tanah air karena alasan politik. Sungguh sangat menyesakkan.

Nasib tragis tak bisa pulang ke tanah air banyak dialami para eks mahasiswa ikatan dinas (mahid) di era Presiden Sukarno. Mereka dipaksa tak bisa pulang pasca peristiwa 1965 karena paspor RI-nya dicabut penguasa. Sikap politik terhadap rezim Suharto menyebabkan status kewarganegaraan mereka dicabut. Pulang pun bukan sebagai warga negara, tapi turis yang sedang “berwisata”. Presiden Abdurrahman Wahid memberikan istilah, “orang-orang kelayaban”.

Mereka tak pulang bukan karena tidak mencintai Indonesia. Bukan pula tak ingin sumbangkan ilmunya untuk kemajuan bangsa negara. Kekuasaan tiran lah yang menyebabkan mereka tak pulang. Sampai sekarang pun, bayangan tanah air yang mereka tinggalkan sejak awal era 1960-an tak pernah lepas dari kalbunya. Aku yang baru dua bulan pergi meninggalkan tanah air saja sudah begini rasanya, sangat merindukannya.

1326812620519701861
1326812620519701861

“Bercita-citamu setinggi langit. Pertiwi menunggu baktimu”. Begitulah tulisan Pairin di kamus Bahasa Rusia-Indonesia yang diterbitkan di Moskow pada 1963.

Andai saja tak ada pencabutan paspor oleh rezim Suharto, mereka pasti pulang ke tanah air jika studinya sudah rampung. Tak ada bayangan untuk terus meninggalkan tanah air seperti yang terjadi saat ini. Sukirno merupakan salah satu mahid yang kehilangan status kewarganegaraannya. Paman pebulutangkis Sigit Budiarto ini berangkat ke Uni Soviet pada 1962 demi tujuan mulia, membangun tananh air. Tapi kenyataaan bicara lain. Saya sebenarnya belajar kedokteran untuk bekerja di tanah air. Tapi, takdir berkata lain. Kini saya hanya bisa mengharap maaf dari bangsa ini,” ungkapnya.

Referensi:

http://radarlampung.co.id/read/radar/berita-foto/25503-soekirno-kembali-ke-tanah-air-setelah-48-tahun-terjebak-di-rusia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun