Sejarah, bahasa Jawa merupakan rumpun Austronesia dan mendapat pengaruh kuat dari bahasa Jawa kuno yaitu Hindu Budha dari India (Sansekerta). Prasasti pertama yang menggunakan tulisan adalah prasasti Sukabumi 804M di Jawa Timur. Namun prasasti yang terkenal adalah prasasti Canggal (732M) yang menggunakan Sansekerta.
Zaman keemasan sastra Jawa terjadi di era kerajaan Kediri dan Majapahit dengan karya-karya Agung seperti Ramayana, kakawin Bharatayuddha, kakawin Negarakertagama (mpu Prapanca).
Sebelumnya mari kita telaah beberapa hal berikut :
1. Dasar Filosofis: "Rasa" dan "Hormat"
Budaya Jawa sangat menjunjung tinggi konsep "rasa" (perasaan, kepekaan) dan "hormat". Tujuannya adalah menciptakan harmoni sosial (guyub rukun) dengan menghindari konflik dan menjaga perasaan orang lain. Bahasa adalah alat utama untuk mewujudkan hal ini. Stratifikasi sosial tidak dihapuskan, tetapi "dibungkus" dengan lapisan kesopanan linguistik sehingga hierarki itu terasa halus dan tidak vulgar.
2. Tingkatan Bahasa sebagai Cermin Stratifikasi Sosial
Bahasa Jawa memiliki beberapa tingkatannya, yang penggunaannya mencerminkan hubungan sosial antara pembicara dan lawan bicara.
- Ngoko: Bahasa tingkat rendah. Digunakan kepada orang yang seusia, lebih muda, atau status sosialnya dianggap lebih rendah. Penggunaan ngoko kepada atasan adalah pelanggaran sopan santun yang sangat serius dan dianggap merendahkan.
- Madya: Bahasa tingkat menengah. sering digunakan dalam situasi semi-formal.
- Krama: Bahasa tingkat tinggi. Digunakan kepada orang yang lebih tua, memiliki status sosial lebih tinggi (atasan, guru, orang yang dihormati), atau dalam situasi formal.
- Krama Inggil: Bahasa tingkat sangat tinggi. Menggunakan kosakata khusus yang halus untuk menghormati lawan bicara. Kata-kata ini seringkali khusus untuk menyebut hal-hal yang berkaitan dengan orang yang dihormati (misalnya: "dhahar" untuk "mangan" (makan) dari orang yang dihormati).