"Dana paling tidak kita siapkan sekitar Rp 700 miliar untuk 100 ribu ton, tetapi kita kan belinya tidak langsung semuanya, walaupun kalau langsung itu pasti lebih murah," ujar Sutarto.
Dari 100 ribu ton tersebut, Bulog menargetkan sekitar 25 ribu ton kedelai dipasok dari dalam negeri hingga akhir tahun. "Kalau kita targetkan segitu berarti paling tidak untuk dalam negeri saja kita siapkan anggaran Rp 175 miliar. Anggaran segitu untuk ukuran Bulog ya tidak banyak, lah orang untuk belanja beras kita habis Rp 15 triliun," jelasnya.
Rencana pembelian kedelai dari dalam negeri ini, menurut Sutarto merupakan komitmen dari Bulog untuk membeli kedelai produksi petani. "Tetapi untuk mengisi kekurangannya kita juga perlu impor. Kalau hasil dalam negeri sudah mantap juga kita pasti beli dari dalam. Yang lagi mau panen itu seperti Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, mudah-mudahan bisa terserap semua," tandasnya.
Mengenai impor, Sutarto berharap dapat berlangsung dalam satu tahap. "Saya harapkan juga datangnya sekaligus agar lebih murah, tapi kan ini bertahap," tambahnya.
Sesuai dengan Surat Menteri Perdagangan nomor 04.PI-57.13.0037 tanggal 29 Agustus 2013, Bulog diberikan izin untuk melakukan impor kedelai melalui semua pelabuhan yang ada di Indonesia. Persetujuan impor ini berlaku mulai 29 Agustus hingga 31 Desember 2013.
Jaminan Stabilitas Harga
Meski upaya pengadaan kedelai dilakukan dengan mendatangkannya dari dalam dan luar negeri, namun Pemerintah tetap berkewajiban menjaga stabilitas harga di pasaran dalam negeri. Untuk itu, Bulog akan segera melakukan pembelian kedelai lokal yang akan dilakukan secara bertahap.
Nantinya, Bulog akan menjual kedelai lokal tersebut dengan harga Rp 8.100 per Kg atau lebih rendah dibandingkan harga yang ditetapkan oleh Pemerintah sebesar Rp 8.490 per Kg. "Harga ini untuk menstimulus agar petani lebih bersemangat memproduksi kedelai," ujar Sutarto.
Langkah ini disambut baik oleh Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan. Menurutnya, Bulog memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas harga kedelai. "Ini kan satu momentum yang bagus, bahwa Bulog arahnya memudahkan pengadaan kedelai. Bulog bertanggung jawab membeli kedelai petani," kata Rusman.
Sementara untuk langkah ke depan, Kementerian Pertanian akan membantu Bulog melakukan pemetaan wilayah mana saja yang tengah mengalami panen sehingga dapat membeli kedelai di wilayah tersebut. "Jadikan ini tidak miss komunikasi seperti ada isu kalau tidak ada kedelai, padahal ada. Kementan akan memberikan informasi di mana ada panen, sehingga Bulog yang jemput bola. Sampai saat ini potensi kedelai terbesar seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Aceh, NTB, dan Lampung," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Gabungan Koperasi Perajin Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifuddin menilai penetapan harga Bulog masih terlalu tinggi. Namun demikian, pihaknya tetap bersedia membeli kedelai tersebut karena diproduksi oleh petani lokal. “Harga Rp 8.100 itu harga yang sudah dibersihkan sesuai dengan SNI perdagangan. Walaupun harga ini masih tinggi, namun karena baru pertama kali dan untuk merangsang petani dalam negeri, kami mau membeli dengan harga segitu," ungkap Aip.