Mohon tunggu...
Arief Budimanw
Arief Budimanw Mohon Tunggu... Konsultan - surveyor

rumah di jakarta..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gedoran Depok, Penyerbuan dan Penjarahan Kota Depok saat Zaman Bersiap

19 Juni 2020   02:28 Diperbarui: 19 Juni 2020   02:58 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Kota Depok tahun 1945, foto milik javapost.nl

Masa bersiap adalah masa paling mengerikan bagi Negara Kesatuan Indonesia. Masa ini terjadi di rentang Agustus 1945  (setelah Proklamasi Kemerdekaan)  sampai Desember 1946. Dimassa ini pembunuhan dan perampokan terjadi dimana-mana tanpa perlawanan dan tanpa terkecuali. Semua yang terlihat lemah adalah santapan enak untuk dimakan. Hukum rimba benar-benar berlaku.  Semuanya terjadi akibat ada yang masih ingin dijajah Belanda melawan yang merasa sudah Merdeka dan mengharuskan penjajah pergi dari Indonesia saat itu juga atau mati.  

Pada masa itu, penduduk diperintahkan untuk tinggal di tempat mereka masing-masing, dan jika malam menjelang semua menjadi tegang dan khawatir sehinga mereka mempersiapkan diri dengan alat seadanya,  berjaga-jaga dan  dalam keadaan waspada. Buat yang pro kemerdekaan takut tentara NICA datang, buat yang orang Belanda dan indo Belanda  takut perampok datang.  

Membayangkan  penduduk di Jakarta khususnya   yang dijajah Belanda 350 tahun dan dijajah Jepang 3,5 tahun mendapatkan kebebasan yang sebenar-benar. Bagi mereka saat itu adalah saatnya pembalasan. Semangat kemerdekaan yang besar  menyebabkan kebencian yang selama ini disimpan akhirnya mendapatkan jalan keluarnya. 

 Setelah Jepang menyerah , semua bingung. Yang memberi kemerdekaan  tidak ada wujudnya.   Jika di Eropa  ada tentara Amerika dan bendera Belanda yang membagikan rokok dan sorak sorai warga yang dibebaskan. Maka di Indonesia tidak jelas, tidak ada gadis yang mencium pahlawan mereka.  Tidak ada pawai kemerdekaan, tidak ada perayaan sama sekali.  Amerika telah mengabaikan kepulauan di Indonesia dalam rencana pertempuran mereka  karena langsung ke Jepang dengan menjatuhkan bom nuklir ,  dan tiba-tiba semuanya selesai.

Depok 

 Untuk pemahaman sejarah Depok,  sekitar tahun  1700, seorang direktur VOC, Cornelis Chasteleijn, membeli sebidang tanah di Depok. Chasteleijn adalah bisnisman, tetapi juga manusiawi.  Dia memiliki dua belas keluarga budak (Kristen) yang dibeli olehnya untuk mengelola  tanah miliknya.  Dalam surat wasiatnya, ia mencatat bahwa keluarga-keluarga ini akan menjadi pemilik tanah setelah kematiannya.  Abad-abad berikutnya,  Depok, dikelilingi oleh lingkungan Islam.

 Selama pendudukan Jepang relatif tenang di Depok.  Penduduk, meskipun sangat pro-Belanda, memiliki darah Indonesia yang cukup untuk tidak diinternir.  Namun oleh Jepang sejumlah penduduk desa dipenjara karena kemungkinan melakukan kegiatan perlawanan;  Namun, kebanyakan dari mereka mampu bertahan dengan bantuan  warga Belanda dan indo ,  beberapa  lolos dari campur tangan Jepang lebih lanjut.  Hanya sedikit orang Jepang yang tinggal di Depok untuk membeli beras yaitu, Matsumoto , Kohama, dan Matsumura, komisaris polisi.

 Serangan itu

 Setelah Jepang menyerah, semuanya terbalik.  Orang-orang Jepang dikirim ke Bogor, dan Depok kemudian di jaga oleh pasukan rakyat Indonesia, BKR.  Semuanya aman dan damai sampai negara api menyerang (oops ).  Saat itu  tanggal 5 Oktober 1945 sekelompok orang Indonesia berduyun-duyun ke Depok mereka berteriak "Orang Belanda, Indo, Ambon dan Menado harus dibikin mati semua". Kemudian kelompok ini menghilang,  tetapi rasa  takut  mulai timbul .  Siangnya pemimpin BKR meninggalkan posnya  dan kantornya kosong.  Kota Depok sekarang tanpa pemerintah dan tidak ada otoritas sama sekali. Tanpa polisi ataupun tentara.

Tanggal 7 Oktober 1945, Gerombolan melarang pedagang Indonesia untuk berjualan di Depok apalagi menjual kebutuhan pokok ke orang Belanda. Hari itu juga  terjadi perampokan di rumah asisten Wedana Depok

 Pada 11 Oktober 1945, ribuan orang Indonesia tiba di Depok,  mereka merampok hampir semua rumah yang ada di Depok.  Beberapa gedung dibakar.  Gereja hancur total. Orang eropa dan orang Kristen dikumpulkan di sebuah gedung besar di belakang stasiun Kereta api. Laki, perempuan, tua, muda, anak-anak semuanya ditelanjangi dan ditahan disitu.  Dunia luar tidak tahu apa yang terjadi.  Banyak pembunuhan terjadi. Ada gerombolan yang sangat hobi memotong kepala orang yang mereka anggap kaki tangan NICA.  Mereka jadi sangat disegani.  

Namun  penduduk Depok Kristen ada yang berhasil melarikan diri dan  mengungsi ke Jakarta. Pada saat itu jurnalis Belanda Johan Fabricius (1899-1981) tinggal di Jakarta. Pada awal September 1945, ia adalah salah satu koresponden asing pertama yang tiba dari Jakarta. Fabricius kemudian menulis: "Pengungsi, yang berhasil mencapai  Jakarta dengan berjalan kaki, menceritakan kisah yang mengkhawatirkan bahwa banyak kekacauan,  penjarahan dan teror berdarah  terjadi  di Depok." Fabricius memutuskan untuk menyelidiki dengan beberapa wartawan lain.  "Jadi kami pergi ke luar kota, bertanya-tanya seberapa jauh kami akan sampai.  Ternyata tidak jauh.  Di mana jalan samping ke Depok meninggalkan jalan raya, barikade besar kayu gelondongan telah dibuang. "Seorang pemandu Indonesia menjelaskan kepada mereka bahwa penduduk Kristen Depok menolak untuk bergabung dengan Republik  sehingga mereka  diserang.

Pembebasan

 Fabricius, khawatir, kemudian pergi ke Bogor di mana Inggris memiliki perwakilan militer: "Apakah mereka dapat melihat  Depok?" Setelah beberapa diskusi, dia mendapatkan dukungan:  "Yang mengejutkan kami, kami menerima bantuan tidak kurang dari tiga puluh tentara Gurkha".

Ketika mereka tiba di Depok, mereka menyadari skala tragedi itu.  Seorang lelaki tua mengatakan kepada Inggris bahwa wanita dan anak-anak masih dikurung di gedung dekat stasiun kereta.  "Dia membawa kami ke barak polisi Depok.  Bangunan persegi besar itu tampak sepi.  Jendela-jendelanya tertutup, dan tidak ada suara keluar bahkan ketika para Gurkha menendang membuka pintu.  Tak satu pun dari ratusan wanita dan anak-anak yang terperangkap dalam tangisan yang berani.  Matanya gelap, kuyu  penuh dengan ketakutan, menatap cahaya pertama yang masuk.  Hanya setelah mengenali seragam para Gurkha dan melihat beberapa wajah putih barulah sosok yang menyedihkan itu muncul;  seolah-olah gelombang mengangkat mereka dan mengusir mereka keluar.  Menangis, bersorak,  mereka memeluk kami sampai kami jatuh ke tanah.  "

Para pria Depok juga tidak bernasib baik.  Pada 12 Oktober 1945, mereka diikirim ke Penjara Paledang di Bogor.   Seorang saksi di sana: "Orang orang Depok  tak berhenti mengalir, hampir telanjang dan tanpa  kain, badannya  penuh  luka, lengan terangkat dan berteriak keras dari kerumunan di luar penjara, minta masuk.   Mereka berjalan dari Depok  menyeret  kakinya sampai di Bogor.  "Pada hari Minggu, 21 Oktober 1945, orang-orang itu dibebaskan dari penjara oleh Inggris.  Beberapa hari kemudian sebuah reuni dengan para wanita dan anak-anak menyusul.

 Pada bulan Maret 1946, pasukan KNIL Belanda menduduki kota Depok, dan dilakukan penyelidikan.  Hanya setahun kemudian diketahui bahwa setidaknya 35 pembunuhan telah dilakukan di Depok.  Fabricius menerbitkan laporan tentang peristiwa tersebut pada tahun 1947.

 Cerita Fabricius dikritik oleh penulis Beb Vuyk (1905-1991), yang kemudian dikenal, yang baru saja kembali dari interniran Jepang.  Dia merasa bahwa Fabricius terlalu sedikit memperhatikan kesulitan yang diderita rakyat Indonesia.  Orang-orang Depok berperilaku superior terhadap populasi Muslim di sekitarnya selama berabad-abad.  "Pembunuhan dan penjarahan selalu kriminal, tetapi setiap kejahatan ada penyebabnya," tulisnya.  Vuyk bertanya-tanya apakah Belanda belum puas mengumpulkan kemarahan dan kebencian atas pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun.  

Bagi keturunan Belanda Depok dan yang proBelanda juga yang Kristen, akhir era Jepang  sangat singkat namun mengerikan dan mencekam.  Namun bagi orang-orang Depok Islam mungkin mengingat periode itu sebagai periode yang tidak boleh dibahas.

Pengalaman mereka yang selamat dari tragedi  Depok:

EW.E.  PERANCIS.

Saat itu di bangunan persegi besar tempat orang-orang Kristen Depok ditangkap,  oleh "Pembebas" (Rampokkers) Indonesia.  Saya selalu berpikir itu adalah balai kota.  Memang benar pintu dan jendela tertutup.  Pada hari kelima penahanan, "alarm" berbunyi  para penjaga  dengan marah, dan gugup terkaget kaget, lalu  menjadi gelisah, dan melarikan diri dengan cepat dari gedung.  Beberapa penjaga melalui aula besar, melewati para wanita dan anak-anak dan mengintip  melalui jendela.  Mereka sangat takut kalau geng kuat lain akan membunuh kita.  Di masa itu, geng saling bertarung sampai mati. Memperebutkan kota Depok. Akhirnya diputuskan untuk menutup jendela dan pintu dan tidak membuat suara.  Setelah beberapa waktu berubah tiga  pintu segera dibuka dengan satu sentakan keras.  Ada tiga "Sikh" besar dengan stengun. Orang-orang Gurkha , datang menolong kami.  Dan  membuat kami semua lega.  Banyak orang menjadi agresif, yang lain menangis, banyak pergi berDoa".

LecWim Lecluse

Saya baru berusia enam tahun dan tinggal bersama ibu saya di Depok.  Ketika perang pecah, aku dan ibuku telah pindah dari Banjarmasin ke Depok, tempat nenekku tinggal selama beberapa tahun, dan juga kakak tertua ibuku yang belum menikah.  Nenek saya bukan orang Depok, tetapi pindah ke sana setelah kakek saya meninggal di Jakarta pada tahun 1928.

 Karena ingatanku yang baik, aku masih ingat beberapa hal sejak saat itu.

 Bagaimana kami tidak lagi berani tinggal sendirian di rumah kami pada malam hari, dan berapa banyak orang di jalan kami menghabiskan malam di satu rumah. Bagaimana para wanita itu berdoa untuk waktu yang lama di malam hari, memohon perlindungan kepada Tuhan.

 Bagaimana rumah-rumah yang ditinggalkan dibongkar dan dijarah,  kami temukan di siang hari keesokan harinya.  Bagaimana kami dibawa ke balai kota, dan ibuku harus meninggalkan tas kerjanya dengan barang-barang terakhir dalam perjalanan untuk pemoeda.

 Kami duduk bersama di aula besar aula kota.  Saya tidur di atas tikar di malam hari di bawah meja kecil.  Para penjaga kami berpidato panjang, yang tidak saya mengerti, tetapi yang menurut Ibu sangat mengancam.  Paman saya hilang,  mereka tidak ada di antara para tahanan di balai kota.  Mereka ternyata telah dibunuh pada 5 Oktober.  Mereka pergi ke pesta ulang tahun di sebuah rumah di luar Depok, dan kemudian dirampok di sana dan dibunuh dengan pedang.

IllyWilly

 Kakek saya mengatakan:  Antara Depok kristen dengan Muslim yang tinggal di sekitar Depok,  Selalu hidup dalam harmoni dan kedamaian.  Era waktu, BERSIAP  yang menyerbu Depok adalah orang-orang dari luar daerah Depok.

Banyak orang menulis cerita tentang Depok, mengatakan bahwa setelah kemerdekaan Indonesia, banyak orang Depok pergi ke Belanda,  saya pikir ini tidak benar.  Yang benar adalah: orang Depok yang menikah dengan orang Belanda.  2 dari bibiku, menikah dengan seorang Belanda.  Mereka pergi ke Belanda sekitar tahun 1950.  Dan Paman saya menikah dengan seorang wanita Belanda yang pergi pada tahun 1964.  Ayah saya menikah dengan orang Indonesia, menolak pergi ke Belanda.

 Orang Depok adalah warga negara Indonesia.

ASurya Atmadja

Willy mengatakan hal yang Benar, itu juga dapat dibaca dalam sumber-sumber Indonesia.

 Juga peran BKR / TNI setempat yang berusaha mengejar atau menangkap kelompok-kelompok itu dari luar Bogor.  Kelompok-kelompok (orang luar) itu berasal dari Banten.  Ini adalah laporan orang yang terlibat dalam pengejaran  (BKR / TNI).  Kejadian itu dikenal dengan sebutan Gedoran Depok.

  Gedor adalah pukulan keras di pintu (luar) Anda.

Anda benar, dan juga orang lain yang mengatakan bahwa banyak Depokkers (Belanda Depok) yang pergi ke NL juga benar.  Kebanyakan Depokkers yang telah memilih WNI jauh lebih besar jumlahnya daripada mereka yang berangkat ke Belanda.

 JohnRonald John Bernecker

Ayah saya Sersan.  Max Ferdinand Bernecker telah ditangkap, disiksa dan dibunuh oleh tentara Jepang.  Saya merasa dekat dengan Depok karena mertua saya, Jonathans / Harting, berasal dari Depok.  Orang tua saya sendiri berasal dari Bogor/Sukabumi.  Dari paman buyut saya Dolf Loen, saya telah mendengar seluruh cerita tentang Depok .  Sekarang ibu mertuaku yang berasal dari Depok saat remaja telah mengalami semua kesengsaraan tahun-tahun itu, tetapi dia tidak mau menceritakan apa yang terjadi padanya .

Sumber-sumber:

1. BuZa, Nefis / CMI, 872, 1069, 2269;  J. Fabricius, Bagaimana saya menemukan Hindia.  Leopolds, Den Haag, 1947;  B. Scova Righini, Kehidupan di dua tanah air;  biografi Beb Vuyk.  KITLV, Leiden, 2006.

2. JavaPost.nl

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun