---
Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan berbincang dengan Bapak Mardinson, seorang petani karet yang tinggal jauh dari jangkauan bantuan dan perhatian pemerintah. Dengan lahan seluas 1 hektar, beliau mengurus seluruh kebun karet seorang diri --- dari menyiangi, menyadap, hingga mengangkut hasil sadapan. Akses menuju kebunnya sulit, dan bantuan dari pemerintah pun tak pernah datang.
Saya bertanya,
> "Apakah pernah ada PPL (penyuluh pertanian lapangan) datang memberi bimbingan atau pelatihan, Pak?"
Beliau menjawab tenang,
> "Sejauh ini, belum pernah ada yang datang ke sini. Tidak pernah ada penyuluhan apa pun."
Saya terdiam. Dugaan saya benar. Di wilayah pelosok seperti ini, petani dibiarkan berjuang sendiri.
---
Lebih mengejutkan lagi, beliau tak pernah menggunakan pestisida atau pupuk. Bukan karena tidak mau, tapi karena akses yang sulit dan harga yang mahal.
> "Saya hanya mengandalkan kebersihan kebun dan berharap pada alam," katanya.
Jika musim hujan tiba, hasil panen bisa turun hingga 50%. Tanpa bantuan teknologi, pupuk, atau perlindungan tanaman, produktivitas karet hanya ditentukan oleh nasib dan cuaca.