Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.780 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 24-04-2024 dengan 2.172 highlight, 17 headline, dan 106.868 poin. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pemuisi dan Pemusik itu Bertemu di Taman Bunga

11 Oktober 2019   19:48 Diperbarui: 3 Oktober 2021   01:48 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunga Aster. Photo by Ari

"Pak Rian, laporan mengenai kinerja para staf di divisi Anda harus selesai besok pagi. Ini perintah atasan. Maaf mendadak memberitahu. Besok Beliau akan datang langsung dari Singapura." Kata bu Rinita pagi tadi saat aku tiba di kantor. 

Saya menatap tidak percaya. Laporan yang awalnya bisa selesai Minggu depan mana mungkin dikerjakan dalam sehari. Memang sudah sebagian kukerjakan. Tapi kalau harus dikebut satu hari, apakah akan maksimal hasilnya? 

"Anda serius bu Rinita? Ibu sendiri tahu itu tidak mungkin diselesaikan dalam 1 hari. Perlu 1 Minggu menyelesaikan laporan yang tersisa. " kataku dengan nada tak percaya dan penuh protes.

"Saya tahu pak Rian. Mohon bantuannya. Dikerjakan semaksimalnya saja pak. Semoga bisa selesai ya. Saya permisi" 

Bu Rinita meletakkan berkas-berkas pekerjaan itu di mejaku dan berlalu dengan cepat keluar ruangan. 

Astaga, apakah akan ada lembur malam ini? Kataku dalam hati. Segera kutelepon staf dalam tim kerjaku. Kami langsung rapat mendadak untuk menyelesaikan tugas tersebut. Terdengar beberapa gerutuan dari staf lama. Dan sebagian mulai menawar untuk perpanjangan waktu. 

Sebagai ketua tim, tak bolehlah aku menunjukkan ketidakmampuan dan keresahanku di depan mereka. Aku menyemangati mereka semua. Dan memberi mereka batas mengerjakan tugas tersebut sampai maksimal jam kerja berakhir. Apapun hasilnya agar dilaporkan segera padaku. 

Aku memang tidak suka memberi tugas lembur pada rekan-rekan kerjaku dalam tim. Hanya sampai batas maksimal jam kerja di sore hari. Biasanya sisanya kuselesaikan sendiri di kantor. Kalau sampai terpaksa lembur, paling juga sampai pukul 7 malam. Tak pernah mau lebih dari itu untuk aku pulang.

Ada sedikit bangga di hatiku ketika melihat tak ada sedikit pun tanda-tanda keluhan atau gerutuan dari Sekar yang masuk dalam tim kerjaku ini. Ada kagum menelusup hatiku dengan sikapnya yang tenang. 

Seusai rapat dadakan tersebut, Sekar mendatangiku. "Pak Rian, kalau saya mengalami kesulitan mengerjakan laporan-laporan ini, apakah saya boleh langsung ke ruangan pak Rian untuk bertanya?" Tanyanya polos membuatku ingin tertawa, namun kutahan.

"Tentu saja boleh. Kerjakan yang terbaik ya" sebagai ketua tim kata-kata penyemangat macam itu harus sering terucap. Sekar tersenyum cerah dan segera pamit dengan sopan kembali ke ruangannya dan mengerjakan tugas barunya yang boleh dikata sangat banyak. 

Sampai jam makan siang, aku terus mengerjakan tugasku tanpa henti. Hampir lupa aku untuk sejenak makan siang juga pintu ruanganku tidak diketuk seseorang. 

Kebiasaan buruk. Setiap kali bekerja, selalu begini mengejar target sehingga lupa makan. "Masuk" kataku singkat.

Pintu terbuka, "Pak Rian, saya membawakan makan siang untuk Pak Rian. Sepertinya Anda lupa makan siang." Sekar masuk membawa satu kotak makanan yang dipesannya dari luar. 

"Maaf, kalau saya lancang. Saya hanya tidak mau pak Rian sakit. Karena lewat 30 menit dari jam istirahat makan siang, tidak ada tanda-tanda Anda akan berhenti bekerja untuk makan."

Aku masih tak percaya, karyawati baru ini memperhatikanku sampai seperti itu. "Terimakasih Sekar. Letakkan di situ, nanti ku makan" jawabku masih datar tanpa ekspresi. Kututupi keterkejutanku.

"Tapi pak Rian, ini harus Anda makan sekarang juga, kalau menunggu nanti rasanya akan berbeda. Tidak terlalu enak kalau sudah dingin. " ada nada memaksa dalam suara Sekar. Seolah memintaku untuk makan saat itu juga. Entah mengapa tak ada niatan untuk berdebat lagi atau menolak. Aku menatap tajam wajah Sekar.

"Maaf pak, saya permisi. Selamat makan"

Ada nada gugup dalam suaranya kini dan segera bergegas dia berbalik ke luar ruangan, setelah menganggukan kepala sopan. Mungkin dia berpikir aku akan marah padanya sehingga dia bersegera pergi. 

Seusai perginya ada senyum kecil tak kusadari mengembang di bibirku. Sesungging kebahagiaan atas perhatian Sekar. Ah debar itu mendadak muncul lagi. Kenapa ya. Ada apa sebenarnya dengan hatiku. Mengapa lagi di tengah pekerjan menumpuk. Kata orang ini yang namanya galau. 

Segera kusimpan semua file di komputerku. Lalu beranjak menuju meja dengan makanan dalam kota itu. Apa sebenarnya isinya sehingga harus dimakan saat ini juga. Perut ini juga lapar nian. Baguslah ada makanan langsung santap, tak perlu bersusah payah membelinya. 

Nasi dengan sop ayam kampung lengkap dengan sayuran segar. Ada pula buah jeruk sebagai pelengkap. Tersungging senyum lagi di sudut bibirku sehingga wajahku memancarkan bahagia. Aku memang suka makan buah jeruk. Dan nasi sop ayam kampung itu, dari mana dia tahu makanan kesukaanku ya. Apakah Sekar memperhatikanku lebih dari perkiraanku? 

Jadi ingat lagu yang terakhir kuciptakan dua bulan lalu. Saat ku menyendiri di ruang sepi saat malam minggu. Sambil berteman hanya secangkir kopi di sebuah taman bunga mini tak jauh dari tempatku tinggal. Ramainya suasana taman kota tak membuat hatiku menjadi ikut meriah. Malam itu, dua bulan lalu, sebuah lagu rindu tertuliskan di relung kalbu.

"Saat aku merindu

Senja kembali telah berlalu

Saat ku menyadari

Sebuah kisah sedang kunanti


Ah rindu pagi menjelang kembali

Dalam butiran rasa merajai

Siapakah dia itu

Yang mampu membuai semua rasaku

Written by Rianto"

Sepenggal lirik lagu yang kucipta mendadak melintas di kepalaku. Hanya berteman gitar kesayanganku, kucoba rangkaikan nada-nada menjadi sebuah lagu rindu. Iya rindu kamu yang namnay tak ku tahu.

Selesai makan, kembali ku kerjakan semua sisa tugas yang menanti. Beberapa hasil kerja timku sudah masuk untuk kutindak lanjuti. Tapi mengapa Sekar tak juga memberikan laporan bagiannya. Apakah dia ada kesulitan? Mengapa tak datang untuk bertanya. Atau tadi siang dia bermaksud bertanya tapi takit melihat reaksiku? Kenapa aku jadi berpikir macam-macam begini. Ada apa denganku? 

Kupikir, cepat juga pekerjaan ini jika dikerjakan bersama. Lebih cepat dibandingkan bayanganku. Aku pikir hanya bisa selesai dalam 1 Minggu. Tapi ini lebih setengah hari sudah hampir selesai. Memang harus ku akui timku luar biasa. Sebagai ketua tim, patut banggalah aku.

Menjelang sore pukul 5, laporan-laporan terakhir sudah mulai masuk. Semua menumpuk di mejaku. Tapi tak juga kutemui laporan dari Sekar. Beberapa rekan kerja dalam timku sekalian pamit pulang setelah menyerahkan laporan bagian mereka. Sebagian besar sudah selesai. 

Ada sedikit resah. Aku berdiri meninggalkan ruanganku menuju ruang kerja Sekar. Tepat pukul 5 sore. Waktunya para karyawan boleh pulang. Tapi ruangannya sudah kosong. Tidak ada tanda-tanda pemilik ruangan. Apakah dia sudah pulang dan tidak memberi kabar laporannya. Mengapa begitu. Aku masih terdiam keheranan. 

 "Pak Rian...Anda di sini?" Seru sebuah suara yang sangat kukenali. Itu suara Sekar. Ternyata dia belum pulang. "Maaf, saya baru selesai mengerjakan laporan saya. Dan akan segera menyerahkannya ke ruangan pak Rian." 

Segera, terburu-buru, Sekar menyerahkan file laporan bagiannya. Dia memang mendapat tugas yang termudah. Sengaja kupilihkan begitu namun tetap saja ternyata lama baru selesai. Bisa dimaklumi karena dia staf baru. Tapi tanpa satu tanya dia berikan padaku. Berarti dia berusaha selesaikan sendiri.

"Apa ada kesulitan?" Tanyaku sambil menerima berkas-berkas dari tangan Sekar. " Tadi sempat ada, tapi saya sudah bisa tangani." Jawab Sekar mantap dan penuh percaya diri. Yakin kalau pekerjaannya benar. 

"Ok." Jawabanku singkat seperti biasanya. "Kau sudah boleh pulang Sekar." Lanjutku sambil keluar ruangan kerjanya. Tanpa kutunggu jawaban Sekar, akupun pergi begitu saja.

Kuperiksa ulang pekerjaan Sekar sekilas. Kaget juga kagum. Lagi-lagi pekerjaannya rapi dan benar. Hanya sedikit koreksi saja kuberikan. Anak ini cepat sekali belajar. Pikirku. 

Jam berdentang 7 kali pertanda waktu makan malam. Tapi pekerjaanku masih belum juga selesai. Hanya tinggal sedikit lagi. Kuselesaikan dengan cepat. Tak mau lagi aku menunda. Harus selesai malam ini, di sini dan aku bisa pulang, tidur. Lembur lagi di sini.

Tersentak aku mendengar pintu ryanganku diketuk kembali. Malam-malam begini. Bukankah waktunya orang sudah pulang semua. Apakah masih ada staf yang lembur tanpa ku ketahui? 

Kali ini aku tak menjawab, langsung menuju pintu untuk memastikan siapa yang datang. "Sekar?!!" Seruku terkejut saat kubuka pintu dan kudapati Sekar berdiri membawa makan malam untukku lagi. Tanpa meminta persetujuanku, dia masuk saja ke ruangan kerjaku, melewatiku yang berdiri kaget di pintu. 

"Saya tahu pak Rian belum pulang dan juga belum makan. Saya sudah pesan dua makan malam. Saya harap pak Rian tidak keberatan kalau saya makan di sini bersama Anda" 

Aku menutup pintu ruang kerjaku, lalu duduk di depan Sekar yang sudah menyiapkan semua keperluan makanku. Sambil tersenyum manis dia mempersilakanku untuk makan.

"Kenapa belum pulang?" Kataku singkat. "Saya tadi sudah mau pulang tapi saya lihat ruangan Anda masih menyala lampunya. Jadi saya batal pulang. Masa bos saya masih kerja lembur, saya anak buahnya pulang duluan. Saya merasa tidak enak. Siapa tahu Anda akan membutuhkan bantuan saya."

Tidak ada beban sedikitpun dalam mengatakan semuanya itu. Lalu menyantap makanannya dengan lahap. Namapak sekali kalau dia lapar. Tak banyak bicara kami menyelesaikan makan malam. 

"Pak Rian, saya tenang mengetahui pak Rian sudah makan malam. Saya pamit pulang ya. " kata Sekar dengan entengnya. Dia tidak tahu kalau semua perbuatan dan perhatiannya dua kali ini menyaiapkan makan malam untukku sudah menambah debaran di hatiku. 

"Tunggu, saya sudah hampir selesai. Nanti kuantas pulang" Entah kekuatan dari mana mambuatku menahannya agar pulang bersamaku. Sekar hanya mengangguk. 

Segera ku selesaikan dengan cepat tugas laporanku dan pekerjaan timku yang lainnya. Sekar membantuku sebisanya merapikan segala yang perlu. Tepat pukul 8 malam kami selesai semua pekerjaan dan segera pulang. 

Sekar sama sekali tidak keberatan kuantar pulang. Dalam perjalanan pulang, di dalam mobilku, Sekar tiba-tiba menyenandungkan sebuah lagu. Aku tersentak. Lagu itu. Dari mana dia tahu? Itu lagu yang kuciptakan dua bulan lalu di taman bunga dekat rumahku saat malam minggu. 

Aku mendadak menghentikan mobilku di punggir jalan. Sekar terkejut. "Maaf pak Rian, apa suara saya buruk dan mengganggu Anda?" Sekar bicara gugup. Belum pernah dia secemas itu. 

"Kau tahu dari mana lagu itu?" Tanyaku tajam. "Sa-saya mendengarkan tanpa sengaja seseoang di belakang saya menyanyikan lagu itu sambil bermain gitar. Saya suka lagunya meski hanya sebait yang saya hafal. Kenapa pak Rian?"

Kali ini Sekar yang terkejut. "Di mana kau dengar lagu itu dinyanyikan?" Tanyaku lagi lebih penasaran. 

"Di taman bunga dekat rumah saya. Kalau malam minggu saya suka duduk-duduk di taman. Karena saya suka bunga dan bisa menginspirasi saya berpuisi. Tapi waktu itu, ada orang bermain gitar di belakang saya. Tapi saya sama sekali tidak bermaksud menguping. Saya memang dengarkan begitu saja." Jawab Sekar dengan jujur. 

"Apa kau tahu siapa orang itu?" Tanyaku lagi. Sekar hanya menggeleng. Ada desah nafas lega dariku. Lalu aku kembali mengemudikan mobilku. Tanpa bicara lagi. Dan entah mengapa aku tak menanyakan ke Sekar arah tempat tinggalnya. Aku tahu taman bunga yang dimaksud Sekar. Jadi arah mobilku ke sana. Rumah Sekar ternyata searah dengan tempat tinggalku. 

"Di depan taman itu belok kiri pak Rian. Rumah ke dua di pinggir jalan itu rumah saya." Sekar memberitahu runahnya saat sudah dekat. Aku pun melajukan mobilku dengan hati berdebar semakin keras. Apakah Sekar merasakannya? Aku tak tahu.

Aku menghentikan mobil tepat di depan rumah Sekar. Dari luar nampak halaman rumahnya penuh dengan aneka bunga dan memang sebagian besar adalah bunga seruni. 

"Terimakasih pak Rian, saya senang Anda mau mengantar saya pulang" Sekar membuka pintu mobil. Aku ikut keluar memsatikan dia masuk rumah dengan aman. Sejenak menikmati suasana indah halaman depan rumah Sekar yang penuh dengan bunga. 

"Terimakasih untuk makan siang dan makan malam tadi" aku berusaha menahan hati ini agar tak sampai melompat. Mendapati Sekar si pemuisi yang kukagumi itu ternyata mentukai lagu ciptaanku, tinggal tak jauh dari rumahku, dan memperhatikanku. Bahkan tanpa kami sadari, kami sudah bertemu di taman bunga itu di suatu malam minggu. Dua bulan lalu. Tanpa kata aku berlalu meninggalkan Sekar. Belum waktunya aku memberitahu dia siapa pencipta lagu kesukaannya itu. 

Semoga nanti ada waktunya lagi yang lebih tepat kami berbincang tentang laguku, puisinya dan mungkin rasa itu.

"Selamat istirahat pak Rian" seru Sekar sebelum aku masuk ke dalam mobilku untuk melaju pulang. Aku hanya membalasnya dengan senyum. Dalam hatiku kukatakan, mimpi indah sekar.

Pemusik dan pemuisi itu ternyata telah bertemu di sebuah taman bunga. 

Lagu: Malam Mingguku

Yovie Nuno

.

Bersambung

Written by Ari Budiyanti

11 Oktober 2019

Baca kisah sebelumnya: Pria Tanpa Suara dan Putri Bunga

Note: 

1. sepenggal lirik lagu yang saya cantumkan dalam cerita adalah karya saya sendiri tapi diatasnamakan tulisan Rianto tokoh dalam cerpen ini. 

2. Demikian pula puisi dalam cerpen sebelumnya adalah karya saya yang diatas namakan karya Putri Bunga. 

#CerpenAri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun