(Bab 4: Penjual Sate Misterius)
Link Bab 3:
https://www.kompasiana.com/arfizon7367/60fba7a406310e687b45f4b2/mudik-horor-bab-3
Kami bingung. Jelas, tadi itu suara anak kedua kami. Kami sangat hafal suaranya. Tapi, dia masih tertidur pulas. Apa dia mengigau? Atau sedang dirasuki? Entahlah, kami benar-benar tak berani menyimpulkan.
"Gimana, Bun? Kita putar balik aja, ya? Entah suara siapa itu tadi, yang jelas seperti memberi peringatan kepada kita untuk tidak meneruskan menempuh jalan ini."
Aku coba meyakinkan istri untuk putar balik saja. Tak mengapa kehilangan waktu karena harus balik lagi ke titik semula, dari pada memaksakan untuk melewati jalanan berlumpur itu. Terlalu berisiko.
"Iya, Yah, kita putar balik aja."
Istri akhirnya setuju. Rupanya dia sangat terpengaruh dengan suara yang melarang kami tadi. Entah suara siapa tadi itu, yang jelas bermaksud menyelamatkan kami. Barangkali itu yang ada dalam pikirannya.
Pelan-pelan dia memajumundurkan mobil berulang-ulang supaya bisa berputar arah di jalan yang sempit itu. Di luar, suasana semakin mencekam. Kuperhatikan suasana sekitar, gelap gulita. Tak ada cahaya sama sekali selain sorot lampu mobil kami.
Bayangan hutan terlihat hitam pekat karena tidak ada temaram cahaya bulan sama sekali. Sejak dari Baturaja tadi, cuaca memang mendung, kemudian diikuti gerimis yang turun hampir di sepanjang jalan yang kami lewati.
Setelah sempurna berputar arah, mobil kembali berjalan ke arah kami datang tadi. Aku kembali mencermati google map untuk memandu istri menyetir.
Sekilas kuperhatikan wajah istri. Mencoba menakar suasana jiwanya saat ini. Aku simpulkan, dia masih cukup tenang. Walau tak bisa ditutupi rona-rona kekhawatiran dari air mukanya.