Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Palu Arit, Komunisme, dan PKI

31 Mei 2016   10:47 Diperbarui: 31 Mei 2016   11:07 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peristiwa pemberontakan PKI di Madiun pada 1948  dan G30S 1965 memang menjadi salah satu peristiwa kelam yang mengerikan negeri ini. Komunisme yang tidak cocok dengan kehidupan masyarakat negeri kita mencoba dipaksakan oleh sekelompok tokoh untuk hidup berdampingan dengan masyarakat kita yang agamis. Korban pun berjatuhan sia-sia, padahal negeri ini baru saja merdeka yang seharusnya harus bersatu untuk membangun demi kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.

Sejak 1965, komunisme lewat PKI menjadi bayangan hitam yang semakin menakutkan. Menakutkan karena menjadi salah satu senjata oleh rezim saat itu untuk menggilas siapa saja yang berseberangan pandangan. Siapa pun, mudah sekali dicap PKI. Masyarakat pun menjadi kuatir jika berinteraksi dengan mereka yang dicap sebagai pengikut atau pendukung PKI. Stigma PKI atas keluarga keturunan yang terindikasi tapol PKI betul-betul membuat mereka tak bisa berkutik.  Berita meninggalnya alias bunuh diri seseorang karena depresi atau tertekan dicap sebagai keturunan PKI kerap terdengar.

dokpri
dokpri
Bagi manusia jadul macam penulis, tentu masih ingat pada akhir 70an hingga pertengahan 80an kala ada pagelaran pertandingan tinju amatir Piala Presiden di Jakarta. Uni Soviet yang kala itu masih hidup, menjadi salah satu peserta dan sering menjadi juara. Satu hal yang agak aneh, bila petinju Uni Soviet memenangkan pertandingan, maka saat pengibaran bendera Uni Soviet yang berlambang palu arit setelah pembagian medali pasti tidak disiarkan secara langsung oleh TVRI. Tetapi jika negara lain menang, pasti akan disiarkan secara langsung.

Uni Soviet dan Pakta Warsawa telah mati menyusul runtuhnya rezim komunis di Polandia pada awal 90an. Sejak saat itu pula komunis boleh dikatakan sudah masuk liang kubur. Apalagi RRT yang mengaku komunis toh kenyataannya sudah berhaluan kapitalis seperti negara-negara barat. Komunisme betul-betul tak mendapat tempat lagi di masyarakat dunia. Mungkin yang masih tersisa hanya Maois di Nepal atau komunis di Filipina, yang semakin lumpuh.

Komunis? Bukan!! (dokpri)
Komunis? Bukan!! (dokpri)
Beberapa saat yang lalu, sebagian tokoh dan masyarakat negeri kita kembali gatal-gatal gegara ada sebagian anak muda yang memakai kaos bergambar palu arit. Ditambah lagi ada seminar yang mengutak-atik borok lama peristiwa 1965 dengan sebuah pertanyaan perlukan pemerintah meminta maaf atas kejadian ‘pembantaian’ 1965.

Komunis dan PKI memang telah membuat sakit bangsa ini, tetapi mengutak-utik luka lama akan membuat kita lupa pada masa depan. Sikap waspada perlu, tetapi mencurigai secara berlebihan timbulnya sebuah gerakan makar atau membangkitkan komunisme terlalu dini.

Jangan-jangan nanti ada petani membawa arit dan tukang kayu membawa palu dianggap keturunan atau mau membangkitkan PKI. Atau malah penulis yang sudah 30 tahun menjadi guru agama dan Pembina Pramuka dianggap simpatisan atau mau menyebarkan paham komunis gegara memakai teropong buatan Rusia yang bergambar palu arit!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun