Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penjualan Pakaian Bekas Import Makin Sepi

19 Maret 2023   22:56 Diperbarui: 19 Maret 2023   23:41 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepi. | Dokumen pribadi

Ramainya perdagangan pakaian bekas impor entah resmi atau selundupan memang kian ramai sejak dua puluh tahun terakhir ini. Sekali pun fenomena ini sebenarnya ada sejak pertengahan 80an.

Selain harganya murah, jahitan rapi, dan bahannya bagus, modelnya pun sedikit trendi. Walau di negara asalnya terutama Korea Selatan sudah tidak up to date lagi. Maka dari itu sekalipun ada sebutan pakaian bekas kenyataannya banyak yang masih baru. 

Terutama untuk jaket dan topi. Jangan kaget jika ada penjual, terutama yang spekulan menjual jenis pakaian ini cukup mahal. Untuk topi dan jaket berbahan dryfit harganya bisa mencapai di atas 150 ribu.

Sedang untuk pakaian bekas lainnya seperti celana pendek dan celana panjang berbahan katun dan American drill antara 20 ribu hingga 30 ribu. Sedang kaos dan kemeja antara 5-10 ribu. 

Apalagi pakaian anak-anak dan pakaian wanita terutama rok bawahan. Bisa seharga 10 ribu dapat 3 potong. Alasannya banyak orangtua tidak tega membelikan baju bekas untuk putra-putrinya sekali pun mereka dari keluarga pra sejahtera. Sedang kaum perempuan manapun tentu tak suka pakaian bekas.

Murahnya harga di atas juga karena penawaran lebih banyak daripada permintaan. Ini disebabkan murahnya harga pakaian baru produksi rumahan atau konveksi harganya sangat murah. 

Misalnya kemeja batik seharga 25 ribu per potong. T-shirt seharga 100 ribu untuk 6 potong. Sepatu jenis sneaker seharga 125 ribu dengan merk asli produk lokal daripada 200 ribu sepatu bekas import tapi out of date.

Dampak dari murahnya pakaian bekas impor tersebut tentu saja memukul perusahaan garmen lokal dan usaha konfeksi rumahan serta pedagang loak pakaian bekas dari lokal.

Ternyata pakaian bekas impor juga mendapat saingan dari produk lokal yang nembak model produk luar.

Apakah berdagang pakaian bekas impor sangat menguntungkan?

Ramainya iklan secara besar-besaran di media sosial seakan menggambarkan betapa menarik dan sangat menguntungkan dalam arti bisa memberi laba yang besar.

Kenyataan sebenarnya para pedagang pengecer yang membeli dari importir pakaian ini sebenarnya masuk dalam permainan spekulasi atau untung-untungan.

Sepi. | Dokumen pribadi
Sepi. | Dokumen pribadi
Misalnya membeli satu bal pakaian bekas dengan berat 100 kg seharga 1 juta rupiah. Diharapkan bisa dijual dan mendapat keuntungan sekitar 500 ribu rupiah. Ternyata pakaian yang di dalam karung besar yang terikat rapat dan layak dijual atau setidaknya menarik perhatian konsumen yang kebanyakan dari ekonomi lemah ternyata hanya sekitar 50% atau separuhnya saja. Bahkan separuh dari 50% masih ada yang tidak menarik konsumen karena mode yang tidak sesuai dengan keadaan di sini. Kalau pun laku memerlukan waktu cukup lama dengan konsekuensi beaya sewa lapak juga besar.

Di sinilah ketegasan pemerintah dalam melarang impor dan perdagangan pakaian bekas harus dijalankan. Bukan hanya ramai di suara tanpa tindakan nyata. Bukankah larangan ini bergaung sejak dua puluh tahun lalu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun