Salah satu permasalahan dunia di bidang pertanian adalah produksi dan distribusi yang tidak mereta sehingga menimbulkan ketimpangan kesejahteraan di mana satu negara mengalami krisis pangan di sisi lain terjadi surplus.
Melihat kenyataan seperti beberapa negara berkembang termasuk Indonesia mengadopsi program peningkatan produksi pangan yang dicetuskan oleh Norman Borlaug dari Amerika Serikat. Salah satunya dengan pemupukan lahan secara insentif. Program inilah yang dikenal dengan Revolusi Hijau. (Sumber: Wikipedia)
Selama tiga dasa warsa, produk pertanian memang meningkat tajam karena program tersebut. Namun pada dasa warsa selanjutnya mulai terlihat dampak negatif dengan pemakaian pupuk yang berlebihan dan salah penerapan.
Pupuk urea yang banyak mengandung unsur nitrogen untuk mempercepat pertumbuhan ternyata merupakan sumber emisi gas N2O (baca: N-dua-0) yang merupakan salah satu dan terbesar penyebab efek rumah kaca. Seperti diketahui emisi gas N2O mempunyai efek rumah kaca beberapa ratus kali lipat daripada karbondioksida.
Dalam penerapannya, pupuk urea yang mengandung nitrogen seharusnya ditanam di tanah paling tidak sedalam 10-15 cm untuk menyuburkan tanah ternyata banyak petani yang melakukan dengan cara menyebarkan. Cara ini memang efisien dalam menggunakan tenaga kerja tetapi kurang efektif sebab kandungan nitrogen akan menguap ke udara jika terkena sinar matahari dan hanyut jika hujan. Penerapan yang salah inilah menyebabkan efek rumah kaca dari dunia pertanian.
Di sisi lain, asam klorida dan asam sulfat yang terkandung dalam pupuk dan masuk ke dalam tanah akan melarutkan mineral tanah sehingga tanah menjadi padat sehingga air dan udara sulit masuk. Hal ini menyebabkan menipisnya kandungan mineral dalam tanah dan pada akhirnya menyebabkan ketidaksuburan serta semakin tergantung pada pupuk.
Dampak lainnya, pupuk kimia menimbulkan pencemaran air yang menyebabkan kerusakan ekosistem. Demikian juga nitrogen yang masih terkandung dalam tumbuhan dan hewan yang menyantapnya lalu dikonsumsi manusia bisa menimbulkan masalah kesehatan. (Sumber: Dampak Positif dan Negatif Pemakaian Pupuk Kimia, Kompas.com)
Melihat kenyataan seperti inilah, banyak komunitas-komunitas maupun perorangan bergerak untuk melakukan perubahan dalam sistem pertanian yang lebih baik tanpa tergantung pada pupuk kimia dan lebih banyak menggunakan pupuk organik. Pupuk organik merupakan pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makanan, tumbuhan, dan kotoran hewan.
Sehingga Net-Zero Emissions yang dikumandang pemerintah dan dunia bisa terlaksana.
Pemberdayaan seperti ini juga dilakukan beberapa perguruan tinggi untuk kelompok-kelompok tani di perdesaan dengan mengenalkan pupuk organik. Baik cara pembuatan maupun pemakaiannya secara tepat.
Penulis sendiri sebagai petani kecil dan pemerhati lingkungan secara tidak langsung sering berbincang dan bertukar pikiran dan pengalaman dengan petani dalam pembuatan dan penggunaan pupuk organik. Juga bekerjasama dengan petani produsen pupuk organik untuk pengadaan.
Pengalaman ini, terutama dalam pengenalan dan pengembangan bertanam di lahan sempit atau urban farming selanjutnya dibagikan pada komunitas lain dan pribadi yang tertarik. Terutama dalam bercocoktanam di wadah atau polibag dan pembuatan eco enzyme sebagai pupuk organik.
Kegiatan ini bukan hanya dilakukan pada masyarakat secara umum, gereja Katolik pun memberi perhatian secara khusus pada masalah pertanian dan pangan lewat program Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE).
Bahkan secara khusus gereja Katokik Keuskupan Malang dalam memperingati Hari Pangan Sedunia pada 16 Oktober 2021 mengadakan diskusi tentang masalah ini. Diskusi ini bukanlah sekedar wacana tetapi sebuah upaya dan program nyata memecahkan masalah pangan dan lingkungan hidup yang menjadi tanggungjawab siapa pun bukan hanya pemerintah.
Masalah pangan bukan sekedar meningkatkan produksi dan pemerataan tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani yang sering termarjinalkan oleh fluktuasi harga pupuk dan hasil produksi yang tidak menguntungkan petani.
Masalah pupuk dengan mengurangi pemakaian pupuk sintetis dan mengutamakan penggunaan pupuk organik untuk mengurangi efek rumah kaca dan mendukung net-zero emissions.