Mohon tunggu...
Ardy Milik
Ardy Milik Mohon Tunggu... Relawan - akrabi ruang dan waktu

KampungNTT (Komunitas Penulis Kompasiana Kupang-NTT)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menyoal Wacana Penutupan Lokasi Karang Dempel Alak

21 Januari 2019   19:50 Diperbarui: 21 Januari 2019   23:19 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Aliansi Tolak Penggusuran KD

Pelacur-pelacur kota Jakarta// Berhentilah tersipu-sipu// Ketika kubaca di koran// Bagaimana badut-badut mengganyang kalian//Menuduh kalian sumber bencana negara// Aku jadi murka// Kalian adalah temanku/ Ini tak bisa dibiarkan// Astaga Mulut-mulut badut// Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan//Saudari-saudariku// Membubarkan kalian// Tidak semudah membubarkan partai politik//Mereka harus beri kalian kerja//Mereka harus pulihkan darjat kalian//Mereka harus ikut memikul kesalahan...

Kutipan puisi W S Rendra 'Bersatulah Pelacur Pelacur Kota Jakarta'

Pengantar

Penutupan Lokasi Karang Dempel Tenau di Kota Kupang yang telah berdiri sejak Maret 1979 menuai kontraversi berbagai pihak. Pasalnya, penutupan lokasi karang dempel dengan Surat Keputusan Walikota Kupang No. 176/KEP/HK/2018 per tanggal 1 Januari 2019 tentang Penutupan Lokasi Karang Dempel Kelurahan Alak, Kecamatan Alak Kota Kupang, tanpa peninjauan yang serius dari berbagai dimensi sosial, politik, ekonomi, hukum dan HAM. Para pihak yang bekerja dan menggantungkan hidupnya dari keberadaan Lokasi Karang Dempel pun, kini pasca penutupan hidup dalam situasi yang menggantung-tanpa kepastian.

Pasalnya, sejak awal wacana penutupan Lokasi Karang Dempel Alak, sudah menuai protes. Tidak adanya tranparasi dalam sosialisasi penutupan lokasi, intrumen pengambilan data yang tanpa kejelasan, intimidasi terhadap para pekerja seks di lokasi melalui pemberitaan di media yang berat sebelah bahkan sampai pada intimidasi melalui aparat hukum bahkan sampai pada memotong sumber penghasilan ekonomis warga lokasi dan warga di sekitar lokasi.

Apa tujuan Walikota Kupang menutup Lokasi Karang Dempel Alak? Sudahkah berbasis kajian yang mampu menjamin hak hidup warga Lokasi? Bahkan, seolah Walikota tidak mau mendengarkan suara rakyat di Lokasi, buktinya; dialog yang diselenggarakan oleh Forum Pencegahan HIV/AIDS Kota Kupang dengan tema 'Lokalisasi dan Pencegahan HIV AIDS' pada 14 November 2018 di Karang Dempel Alak, tidak dihadiri oleh Walikota Kupang yang diundang sebagai pembicara. Para pekerja Seks di Lokasi Karang Dempel Alak adalah warga negara Republik Indonesia yang wajib dilindungi dan dijamin haknya sesuai dengan amanah konstitusi dan Undang-Undang Dasar beserta segala turunan perangkat hukum dan perangkat kebijakannya.

Sumber Foto: Aliansi Tolak Penggusuran KD
Sumber Foto: Aliansi Tolak Penggusuran KD
Kebijakan yang Salah Kaprah

Apakah landasan hukum yang dipakai Pemerintah Kota Kupang telah bersifat mengikat hingga getol mewacanakan penutupan Lokasi di Kota Kupang? Apakah instruksi dari Kemensos untuk menutup 43 Lokasi di Indonesia sebagai pra wacana 'Indonesia Bebas Prostitusi 2019' sudah berdasar dan mengikat? Ataukah dasar penutupan yang mau merujuk PERDA 39 tahun 1999 tentang Penertiban Tempat Pelacuran dalam lokus Lokasi di Kota Kupang telah melanggar ketentuan PERDA ini sebagaimana diatur dalam Pasal 8 angka 1, 2 dan 3?

Ataukah Pemerintah Kota hendak mengurusi dan menjamin moral warga Kota Kupang? Apakah pemerintah Kota Kupang berani dan mampu menjamin kesehatan warga kotanya dengan ekses dari penutupan Lokasi Karang Dempel-Tenau, Kelurahan Alak, Kecamatan Alak Kota Kupang?

Faktanya, pertama, belum ada basis legal formal yang cukup memadai tetapi pewacanaan penutupan ini sudah sampai pada pembentukan Gugus Tugas Penertiban Lokasi yang malah sudah setahun yang lalu-SK Walikota No. 163B/KEP/HK/2017 Tentang Pembentukan Tim Gabungan Penertiban Anak Jalanan, Orang dengan Gangguan Jiwa dan Pekerja Seks Komersial Lingkup Kota Kupang. Bahkan, penutupan lokasi yang sudah diberlakukan pada tanggal 01/01/2019 yang kini getol dikampanyekan melalui koran cetak, portal daring hingga radio;

Kedua, dampaknya stigma kolektif atas ekses 'negatif' lokasi dan penghuninya makin menguat, padahal perilaku nista struktural yang melembaga dengan konsekuensi ikutan yang berdampak luas bagi warga Kota tidak pernah diseriusi seperti korupsi dan bagi-bagi jabatan, salah urus tata kota hingga banyak kali baru di jalanan kota setiap musim hujan hingga program yang salah kaprah seperti pembangunan taman di bundaran PU yang mencabut tanaman endemik Timor sampai menghina adagium dan praksis 'tanam sekali lagi tanam' milik El Tari yang patungnya terpampang di situ;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun